Perubahan menjadi hal pasti yang dialami semua orang, kadang perubahan itu berarti buruk, kadang juga menjadi hal yang baik.
Seorang Wanita dengan rambut pendek yang memiliki warna hijau, biru dan oranye sedikit Curly. Dia mengenakan dress berwarna putih, menyesuaikan dengan dress code yang telah dicantumkan dalam undangan.
"Gila, harusnya lo pakai yang lebih menunjukkan keanggunan dan kedewasaan Lo. Kalo gini mah gue juga malu kali jalan sama Lo, Zoya!" Tisa mengomeli sahabatnya yang malah tampil dengan penampilan yang sederhana atau bisa dibilang sangat sederhana dan minimalis dengan dress putih di atas lututnya. Jangan lupakan warna rambutnya.
Zoe Pyralis, atau lebih sering dipanggil Zoya. Dia wanita berusia tiga puluh tahun, yang hari ini akan menghadiri pernikahan temannya. Atau bisa dibilang juga mantan gebetannya pada masa SMA.
Tisa sebagai saksi hidup yang telah berteman dengan Zoya sejak SMP itu juga tahu, bagaimana dulu Zoya cukup menyukai Lander. Laki-laki yang memiliki sikap menyebalkan bagi sebagian orang. Karena Lander sangat perfeksionis dan idealis. Tapi meskipun begitu, seorang Zoya sangat mengaguminya.
"Udah deh, gak usah protes. Gue gak mau kelihatan niat dateng ke nikahannya dia. Gila aja, bisa besar kepala dia!" ungkap Zoya mengenai penampilan.
Tisa mengerucutkan bibirnya kesal. Karena temannya itu sangat naif. Katanya sudah melupakan Lander, nyatanya masih baper.
"Tapi ya, gue heran. Dia kan udah lama tinggal di Jogja setelah lulus SMA. Gimana bisa nikahnya sama Luna? Sejak kapan mereka jadi dekat?"
Tisa sangat terkejut saat mendapatkan undangan dari Luna. Karena calon suami yang akan dinikahinya adalah Lander, cowok freak yang disukai Zoya saat SMA. Dan Luna sendiri adalah teman dekat Zoya di perkuliahan. Bukankah takdir sedang mengejek Zoya sekarang?
"Kayaknya keluarga mereka yang lebih dulu deket. Kan Luna pernah bilang kalau orangtuanya suka menjodoh-jodohkan dia dengan anak teman mama atau papanya!" Zoya masih merespon dengan santai. Meskipun dia sendiri agak terkejut Lander ternyata calon suami Luna.
Sejak lulus SMA, dia tahu dari temannya Lander, kalau laki-laki itu kembali ke Jogja. Karena Lander adalah anak tunggal, jadi dia menjadi satu-satunya harapan orangtuanya, untuk melanjutkan bisnis ekspor-impor milik orangtuanya.
Setelah tidak bertemu hampir dua belas tahun, akhirnya mereka akan bertemu lagi. Dan yang membuat Zoya heran adalah Lander akan menikah dengan temannya. Tidak adakah wanita lainnya di Jogja?
"Gue gak jadi ajak Tian deh. Kasihan Lo masak gak ada gandengan!" Tisa adalah teman yang paling pengertian. Setidaknya, hingga sekarang dia masih mau berteman dengan Zoya. Wanita cantik yang suka dengan kesendiriannya.
Zoya langsung menoleh menatap pada Tisa. Sikap Tisa yang seperti itu malah membuatnya kurang nyaman. Dia tidak mau dikasihani dan membuat orang jadi harus memikirkan dirinya. Ayolah, ada apa dengan status singlenya? Dia tidak punya kekasih bukan karena tidak laku, entahlah disebutnya apa, tapi setidaknya dia masih sendiri hingga sekarang, karena belum bisa menemukan orang yang membuatnya jatuh cinta.
"Ajak aja Tian. Soalnya bisa aja nanti gue balik sebelum acaranya selesai. Kan Lo tahu gue paling males ketemu temen-temen lama kita!" Zoya seperti biasanya, dia tidak ragu mengatakan apa yang dia rasakan pada sahabatnya.
Zoya memang kurang suka bertemu dengan teman lama. Karena saat bertemu dengan teman lama, maka akan terjadi pembicaraan yang selalu mengarah pada pencapaian. Seperti, apakah pekerjaanmu sekarang? Dimana pacarmu, atau apakah kamu sudah menikah. Kapan mau punya anak, dan dimana kamu tinggal sekarang? Pertanyaan yang membuat Zoya tidak bahagia.
Kadang orang menyamaratakan sebuah pencapaian kebahagiaan seseorang. Padahal setiap orang punya pilihan untuk bagaimana menjalani hidupnya. Tidak harus seperti orang lain, karena semua orang berhak bahagia dengan caranya masing-masing.
Saat mendapatkan pertanyaan seperti itu, Zoya akan merasa semakin malas menjalani hidup. Dia bahkan tidak yakin apa ada sesuatu yang bisa membuatnya bahagia. Karena tidak ada apapun yang dia ingin lakukan di dunia ini.
Tisa menaruh dompetnya, dia berdiri di sebelah Zoya. Keduanya sama-sama sedang menatap cermin. Menampakkan dua kecantikan yang sedang saling tersenyum di sana.
"Lo itu orang yang paling berarti dalam hidup gue selain orangtua, kakak dan Tian. Lo selalu ada dalam kisah hidup gue sejak kita masih bocil. Gak kebayang kalo dulu gue gak nyuri pena mahal favorit Lo. Mungkin gue akan jadi wanita paling kesepian di dunia ini. Karena gak punya sahabat aneh kayak Lo!" Tisa memeluk sahabatnya dari belakang, mereka saling menatap melalui pantulan cermin.
"Gak usah drama deh. Bilang aja Lo emang gak punya temen lain selain gue!" Zoya memutar bola matanya malas.
Apa yang dikatakannya Zoya adalah setengah benar. Tisa wanita yang baik, tapi tidak pandai berkomunikasi dengan baik. Dia yang paling banyak diam jika bersama teman-temannya. Tapi sangat cerewet jika sudah ada Zoya. Teman-temannya yang lain bilang, Zoya adalah baterai untuk Tisa. Karena Tisa yang pendiam akan jadi sangat cerewet jika sudah ada Zoya di sebelahnya.
"Ih, gue kan lagi serius!" Tisa kesal, karena dia sedang mengungkapkan perasaannya, Zoya malah merusak suasana.
"Iya Tisa. Mau sampai kapan Lo peluk gue gini. Mau Tian jadi salah paham?"
Zoya dan Tisa sering dikira sepasang kekasih, karena mereka selalu berdua kemana-mana. Rasa sayangnya Tisa ke Zoya dan segala perhatiannya sudah seperti layaknya perhatian pada kekasihnya.
"Enak aja. Gue sayang sama Lo, tapi sorry ya, gue masih suka cowok. Meskipun di dunia ini hanya ada kita berdua, gak ada hubungan seperti itu diantara kita!" Tisa selalu saja kesal tiap kali ada yang salah paham dengan perhatiannya pada Zoya. Padahal murni hubungan persahabatan.
"Iya Tisa iya. Lo gak perlu jelasin itu ke gue. Sekarang mending Lo telpon Tian. Atau kita naik taksi aja ke acaranya!" Zoya baru saja kecelakaan, dia belum mendapatkan izin dari dokternya untuk mengendari mobilnya sendiri.
Berjalan menuju ruang gantinya, mengambil sesuatu yang berkilau dari tempat penyimpanan perhiasan.
Meskipun penampilannya sangat sederhana, tapi dengan kalung berlian kecil yang menggantung di lehernya, itu akan menjadi pemanis yang melengkapi penampilannya menjadi lebih elegan.
Zoe Pyralis adalah anak yatim piatu sejak lima tahun lalu. Papanya meninggal saat dia baru lulus SMA, dan tujuh tahun setelahnya mamanya juga meninggalkannya untuk selamanya. Tidak memiliki saudara, tapi Zoya masih memiliki Tante, adik dari mamanya. Kesepian adalah hal biasa yang sudah dirasakannya sejak lima tahun silam.
Kekayaan orangtuanya tentu diwariskan padanya. Saham-saham di beberapa perusahaan besar juga sudah dialihkan atas namanya. Tapi Zoya masih mau bekerja sebagai model pakaian merk terkenal. Karena itulah perkejaan yang telah digelutinya sejak dia lulus kuliah.
Kehidupannya berkecukupan, tapi semua itu tidak ada artinya bagi Zoya. Karena tidak ada hal yang bisa membuatnya bahagia, bahkan dia merasa hidupnya adalah kesia-siaan.
Tisa baru kembali masuk ke kamar, melihat Zoya sudah siap untuk berangkat. Dia tersenyum sambil mengacungkan jempolnya. "Ayo turun, Tian udah nunggu diluar!"
Beberapa teman Tisa sering memperingatkannya, tentang kecantikan Zoya yang bisa saja berbahaya baginya. Karena bisa saja kekasihnya malah jatuh hati pada Zoya. Nyatanya hal seperti itu tidak pernah terjadi. Meskipun mungkin ada beberapa dari mantannya dulu yang menyukai Zoya dibelakangnya, tapi hal menjijikkan seperti itu tidak pernah ada di hubungan persahabatannya dengan Zoya.
Itulah kenapa Tisa pun sangat menghormati Zoya. Meskipun sangat cantik, Zoya tidak menggunakan kecantikannya untuk menyakiti hati wanita lainnya. Dia wanita cantik yang sesungguhnya bagi Tisa.
"Duluan aja, gue nanti menyusul!" Zoya mengatakannya, dan melihat Tisa berlalu pergi.
Zoya sebenarnya sama sekali tidak ingin pergi. Jika bukan karena Tisa memaksanya untuk ikut, mungkin dia akan memilih menitipkan hadiahnya saja. Untuk apa datang? Membuang-buang waktu.
Dalam hatinya dia sangat yakin, mungkin juga Lander sudah lupa dengan dirinya. Dan Luna, mereka memang berteman, tapi bukan teman akrab. Pasti akan membosankan. Jadi tidak datang sebenarnya tidak masalah.
"Lo udah dandan, Zoya!" Zoya memarahi dirinya sendiri, karena tidak merasa senang seperti Tisa atau teman-temannya yang lain. Setidaknya, dia harus berusaha untuk merasa senang, karena akan bertemu dengan Lander. Dia penasaran, apakah laki-laki itu masih sama, apakah dia masih menyukainya seperti dulu. Karena dia hampir lupa rasanya menyukai orang lain. Bahkan dia juga sering lupa untuk menyukai dirinya sendiri.
Lander dulu tidak menyukainya, karena laki-laki itu pernah bilang dia terlalu cantik. Apakah Lander menyukai Luna, karena wanita itu tidak terlalu cantik?