Sampah selalu bisa meninggalkan jejaknya

1113 Words
Lander cukup menikmati waktunya, dia membaca buku hingga tertidur, kemudian mengerjakan soal-soal, semuanya berjalan baik. Dia memesan makanan untuk makan siang, dan makan dengan baik. Tapi, ketenangan berakhir begitu saja. Satu-persatu teman sekelasnya masuk, begitu dia membukakan pintu. Mereka bahkan menyapanya tanpa melihat wajahnya, sibuk berebut untuk segera masuk. "Wah, sangat bersih, untuk ukuran anak laki-laki yang tinggal sendirian. Apakah Lo masih manusia normal?" tanya anak laki-laki yang memakai anting di telinga kanannya. "Dia normal, tapi gak normal bagi kita. Gue yakin, dia pasti menghabiskan waktunya untuk belajar seharian, meskipun tidak sekolah. Benar bukan?" tunjuknya pada Lander yang sedang mengambilkan mereka minuman. Lander agak kesulitan, karena hanya bisa menggerakkan satu tangannya, jadi salah seorang teman membantunya membagikan minuman. Dia tidak berniat mengiyakan pertanyaan yang sudah dia tebak ujungnya. Yah, dia adalah manusia normal yang berada diantara manusia setengah normal yang akan mengejeknya tidak normal. "Wah, kalo gue sih rebahan sambil ngemil. Percuma gak sekolah, tapi masih tetep belajar!" sahut Tisa mengatakan kebiasaan yang hampir dilakukan oleh banyak orang. "Kalian mau apa ke sini?" Lander tidak berbasa-basi, ketenangannya sudah terganggu dengan kedatangan mereka. "Jengukin Lo lah, apa lagi? Lo kira kita-kita mau maen ke rumah Lo!" jawab laki-laki yang memakai anting di telinga kanannya, didukung tawa setuju oleh yang lainnnya. "Ayolah, jika tidak ingin datang, kenapa harus datang dan mengacau?" Lander hanya dapat menyuarakan di kepalanya, dia benar-benar tidak mau buang-buang energi bicara dengan orang-orang seperti mereka. Para gadis menjadikan apartemen Lander untuk menggosip, sedangkan anak laki-laki bermain game. Mereka bahkan memakan buah-buahan yang menjadi buah tangan mereka untuk Lander. Karena tidak ada keakraban, Lander juga tidak mempermasalahkan sikap mereka. Dia mengambil buku di rak, dan mendekati Tisa yang sedang memotong buah semangka di dapur. "Kemana dia?" Tisa mengangkat pandangannya, dia melihat Lander yang sedang membaca buku. "Kenapa nanyain, bukannya Lo juga gak peduli!" Berdecak, Lander menyesal bertanya. Dan tidak seharusnya dia menanyakannya. Menoleh ke belakang, Lander benar-benar tidak habis pikir, tempat tinggalnya yang biasanya sunyi bisa seramai ini. "Dia ada les!" Tisa akhirnya memberitahu, karena ingin menunjukkan pada Lander, kalau temannya tidak lagi mempedulikannya. Lander tidak merespon lagi. Dia fokus pada bacaannya, hingga dia mendengar suara teriakan anak perempuan yang sedang digoda anak laki-laki dengan sebuah gambar. Dia merasa akan menjadi tidak waras sekarang. "Kalian harus pulang!" Lander menegur tanpa basa-basi. "Kenapa?" Semua melakukan protes. Terlihat dari wajah-wajah penuh ketidaksukaan mereka, kalau mereka belum ingin pulang. "Jangan begitu, kami akan pulang sebelum petang. Santai saja!" Laki-laki yang memakai anting di sebelah kanan mengatakan keputusannya. Lander menghela napas panjang. Dia tidak bisa lagi menghadapi mereka. Mentang-mentang dia hanya tinggal sendirian di sini, mereka jadi merasa bebas. "Gue akan ke kamar. Jika sudah ingin pergi, tolong tutup pintunya!" Lander tidak mau repot-repot lagi dengan sopan santun, karena mereka juga tidak menghormatinya sebagai pemilik rumah. "Lo gak takut ada barang yang ilang, gimana kalo kami bawa barang-barang berharga di tempat ini?" Tisa menakuti Lander, dia bahkan tertawa tertawa setelah mengatakannya. "Kalian anak sekolah, bukan perampok. Dan jika ingin mengambil barang, tolong jangan ambil buku!" Lander langsung berlalu masuk ke kamarnya. "Hei, dia gila! Siapa juga yang mau mencuri bukunya!" Semua jadi tertawa, karena Lander lebih takut mereka mengambil buku di bandingkan barang lainnnya. Benar-benar aneh. Lagi, mereka merasa sangat senang bisa membuat Lander tidak nyaman, karena biasanya Lander yang membuat mereka tidak nyaman dengan sikap freak-nya. Kadang mengganggu orang bisa menyenangkan. Tapi kadang jadi berlebihan, dan mengarah pada pembullyan. Meskipun tidak merasa mem-bully. — Lander baru bangun, dia tertidur setelah membaca buku. Mengerjapkan matanya, melihat jam tangannya, ternyata sudah pukul tujuh malam. Tidak lagi terdengar suara berisik di luar, artinya mereka sudah pulang. Dia kembali memejamkan matanya sebentar. Setelah beberapa menit, dia benar-benar bangun. Karena sudah petang, dia langsung ingin pergi mandi. Melepaskan kacamatanya, pakaiannya, dan pergi dengan tubuh polos menuju ke kamar mandi. Tinggal terpisah dari orangtua, baginya adalah kesempatan. Dia bisa melihat sampai mana dia berkembang, dan apa yang ingin dia lakukan tanpa adanya batasan. Mungkin hampir impian setiap anak adalah bisa tinggal sendirian sepertinya. Tapi tidak semua bisa mempertanggungjawabkan keputusan tersebut. Lander merasa senang, dia menikmati setiap tanggung jawab itu dengan perasaan tenang. Membayangkan sebentar lagi kelulusan, Lander sudah tidak sabar lagi untuk pergi ke Amerika. Di sana, dia akan mencapai banyak hal sampai dia merasa puas. Semuanya yang dilakukannya selama ini bisa dianggap persiapan, dia ingin pergi ke universitas terbaik di Amerika. Tinggal sebentar lagi, dan dia merasa layak. Menghabiskan sekitar lima menit untuk mandi, Lander sudah berpakaian dan memakai kacamatanya, dia akan memesan makanan. Melangkahkan kakinya keluar dari kamar, dia sangat terkejut dengan pemandangan di depannya. "s**t!" Lander tidak bisa menahan u*****n. Bukan hanya mengganggu waktunya yang berharga, mereka juga berniat menyusahkannya. Kekacauan di depannya, ini pertama kalinya dia melihat keadaan apartemennya begitu kotor dan berantakan. Mengambil foto dari kekacauan itu, Lander mengirimkan ke grub kelas dan menuliskan pesan di bawahnya. "Sampah selalu tahu cara meninggalkan jejaknya!" Setelah itu Lander menyimpan ponselnya di atas meja. Yakin jika akan ada banyak balasan atas kata-kata kasarnya. Tapi itu pantas mereka dapatkan. Hal pertama yang dilakukannya adalah memunguti sampah bekas minuman. Karena bahunya cidera, maka dia hanya bisa memunguti satu-persatu dan memasukkan ke tempat sampah yang dia geser-geser dengan kakinya. Selesai dengan itu, dia mengambil lap basah, untuk membersihkan sofanya dari bekas tumpahan minuman dan juga sisa makanan. Karena semuanya terlihat kotor, Lander juga mengelap meja hingga ke bagian meja pantry. Karena ada bekas buah-buahan yang dipotong di sana, tapi tidak dibersihkan. Dan dia tahu pelakunya, Tisa! Sangat melelahkan, terlebih karena cideranya. Dia membiarkan robot cleanser membersihkan lantainya. Karena habis bersih-bersih, dia jadi kembali berkeringat dan merasa sangat lapar. Tidak ada tenaga lagi, dia mengambil ponselnya untuk memesan makanan. Tok! Tok! Lander melihat pada pintu, siapa lagi yang datang? Tidakkah cukup tamu hari ini? Dia melangkahkan kakinya malas menuju pintu, dan seperti pagi tadi, tidak ada siapapun, tapi ada makanan di depan pintunya. "Malaikat datang untuk menghibur?" Lander membawa masuk makanan dan menaruhnya di atas rak sepatu, tapi dia langsung keluar lagi. Karena yakin orang itu pasti belum jauh. Dia telah tinggal di apartemen itu selama tiga tahun. Jadi dia menghapal seluk-beluk lingkungan. Dibutuhkan waktu untuk sampai di basement. Dia hanya harus melihat siapa pengirimnya. Jika itu jasa pengantar, maka dia akan menanyakan siapa pemesannya. Mengabaikan lift, dia berlari menuju tangga. — "Apakah sekarang kamu sedang memainkan film?" Lander berhasil menangkap orang misteriusnya. Zoya manatap mata laki-laki yang memegang tangannya. Bagaimana laki-laki itu bisa menangkap basah dirinya? Padahal tinggal sedikit lagi dia akan sampai di taksinya. "Bukankah kamu bilang, aku hanya perlu mengatakan apa yang aku inginkan, maka kamu akan membawanya padaku?" Lander melihat gadis itu agak ragu sebelum menganggukkan kepalanya. "Aku mau teman makan!" ucap Lander sambil menarik gadis itu masuk ke lift.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD