Zoya sudah mengirimkan file berisi foto-foto yang dia ambil beberapa waktu lalu dengan bantuan Gerald. Dan Elen mengatakan akan melihatnya dan akan mempertimbangkan setelah membicarakan dengan timnya. Karena saat ini Elen tengah disibukkan dengan peluncuran produk baru di London.
Meninggalkan laptopnya, Zoya berjalan menuju meja riasnya. Setelah keramas, dia bahkan belum sempat untuk mengeringkan rambut panjangnya. Melihat pada rambutnya, tiba-tiba dia merindukan rambut pendeknya dengan warna pelangi. Agak nyentrik, tapi saat itu memang sesuai dengan karakter yang harus dia tampilkan untuk sesi pemotretan.
Di waktu itu dia sangat disibukkan dengan jadwal pekerjaan yang sangat padat, bahkan dia bolak-balik ke luar negeri tanpa jeda waktu libur. Sangat pas, saat dia akhirnya mendapatkan waktu libur lima hari sebelum pergantian tahun, dia mendapatkan undangan pernikahan Lander dan Luna. Sehingga dia bisa menghadirinya.
Zoya melihat pada gelang yang melingkar di tangannya. Seharusnya gelang itu telah menjadi milik Luna. Gelang yang dia pesan khusus pada toko perhiasan langganannya. Hanya dia yang bisa memesan dalam waktu secepat itu, bahkan dengan design gelang yang unik dan memiliki warna sesuai keinginannya.
Bukankah aneh, saat dia terbangun di masa ini dan gelang itu malah melingkar di tangannya. Zoya tidak lagi mencoba melepaskan gelang tersebut, padahal ada nama Lander terukir di bagian dalam gelang tersebut. Sungguh, dulu dia memesannya dengan mencantumkan nama itu, agar saat dia memberikan pada Luna, maka juga menyerahkan Lander sebagai orang yang pernah dia sukai di masa remaja. Lagi pula, saat itu dia juga telah tidak memiliki perasaan lagi untuk Lander.
"Kenapa Lander membatalkan pernikahannya di saat-saat terakhir?" Tiba-tiba pertanyaan itu muncul di pikirannya. Jika bukan karena hal tersebut, Luna tidak mungkin berbuat nekat dengan hendak menusuk laki-laki itu.
Zoya tidak dapat menemukan jawabannya, karena Lander yang saat ini ada di sekitarnya adalah Lander remaja. Tidak mungkin dia menanyakan kejadian di masa depan padanya.
Terlalu larut dalam lamunan, Zoya baru tersadar saat ada telepon dari mamanya, memintanya segera turun ke bawah untuk makan malam. Jangan lupakan es krimnya, Zoya tidak sabar untuk makan itu.
Melihat sekali lagi pada sosoknya di cermin, Zoya mengingatkan dirinya, kalau dia memiliki kesempatan untuk bersama orangtuanya lagi, itu adalah sesuatu yang harus di syukuri dari keanehan ini.
Keluar dari kamarnya, Zoya mendengar suara agak ramai dari bawah. Dan dia juga mengenali suara bariton itu seharusnya milik Gerald. Laki-laki itu jadi sering datang ke rumahnya, karena tahu ada Raksa juga di rumah.
Seperti yang dia pikirkan, itu memang Gerald. Tapi yang mengejutkan adalah bukan hanya Gerald yang ikut duduk di kursi meja makan bersama kedua orangtuanya. Di sana ada Mia yang melambaikan tangan padanya begitu melihat keberadaannya, ada Raksa yang duduk di sebelah mamanya, ada Lander yang duduk berhadapan dengan Raksa. Kenapa jadi ramai sekali?
"Kalian sejak kapan di sini? Dan Mia, Lo bilang mau jalan sama Ariel. Gak jadi? Kalian bertengkar dan akhirnya Lo mampir ke sini?" Zoya berspekulasi, karena Mia dan Ariel memang sering tiba-tiba marahan karena hal kecil.
Tatapan Zoya bukan hanya terarah pada Mia saja, lupakan Gerald, dia mungkin ada janji main game dengan Raksa, dan numpang makan di sini, tapi Lander? Kenapa laki-laki itu masih di rumahnya, seharusnya laki-laki itu sudah pulang sejak tadi.
"Apa deh Lo Zoe! Gue datang bareng Gerald, dan gue gak marahan sama Ariel. Dia pergi nonton sama cowoknya. Lo datang paling akhir, tapi banyak tanya!" Mia mengomel, karena mereka sudah menunggu Zoya untuk makan bersama sejak tadi. Saat akhirnya sudah turun, malah banyak tanya.
Shana berdiri dan mulai mengambil makanan yang sedang dia panaskan. Mereka memesan makanan dari restoran, karena terlalu banyak orang, tidak ada cukup makanan untuk dimakan bersama. Suaminya yang memesan khusus dari restoran terdekat.
"Duduklah, kita bahkan masih bisa menerima dua atau tiga temanmu lagi. Apa masalahnya? Ini sangat menyenangkan!" Zian menarik lengan putrinya agar segera duduk.
Zoya duduk, dia melihat ke sampingnya, dimana Lander sedang duduk diam sambil sesekali membenahi kacamatanya. "Lo kenapa belum pulang?"
"Kenapa? Lo takut Gerald terganggu dengan keberadaan gue?" Lander yang memang tidak pernah akrab dengan Gerald, tidak perlu repot-repot untuk bersikap. Tapi meski begitu dia tidak mengatakannya dengan keras. Hanya Zoya yang mendengarnya.
"Gue yang terganggu!" jawab Zoya langsung. Dia bahkan menggeser kasar kaki Lander yang berada di bawah meja.
Lander hanya mendengus dan menggeser kakinya. Yah begitulah jika memiliki kaki panjang, dia memiliki tinggi badan 183 dan Zoya juga cukup tinggi untuk ukuran wanita, jadi saat mereka duduk bersebalahan, kaki mereka akan tanpa sengaja bersentuhan.
"Zo, besok kami akan pergi ke Bandung pas akhir pekan, ikut yuk!" Mia dan Ariel sepakat tidak jadi pergi malam ini, karena mereka mengganti rencana jalan-jalan di akhir pekan, bersama teman-teman sekelasnya yang lainnnya.
Zoya merasa tidak akan terlalu nyaman, karena tahu Mia dan Ariel pasti akan pergi bersama teman-teman dari sekolah mereka. Sedangkan dia tidak terlalu akrab dengan teman-temannya Mia. Seperti biasa, dia akan menolaknya. Tapi Gerald sudah lebih dulu mewakilinya.
"Tidak bisa! Zoya sibuk!" Gerald mencubit pipi Mia, karena tahu gadis itu akan memprotes.
"Ih, gue tanya sama Zoya!" Mia berusaha melepaskan tangan Gerald dari pipinya.
"Iya, jawabannya akan sama. Dia sibuk, jangan ganggu dia!" Gerald mengedipkan matanya ke arah Zoya, karena merasa tahu tentang persiapan Zoya untuk acara fashion show di Senayan tepat setelah akhir pekan.
Tertawa, Zoya mengangguk mendukung Gerald. "Sorry Mia, gue sibuk!"
"Sibuk apa? Lo kan gak ada les di akhir pekan. Lo ada ulangan?" Mia agak kecewa, karena Zoya tidak bisa ikut mereka.
"Iya!" Zoya berbohong, dia benar-benar belum bisa mengatakan pada teman-temannya tentang kesibukannya yang sebenarnya.
Lander menoleh melihat wajah Zoya, gadis di sebelahnya itu berbohong dengan senyum manis di wajahnya. Menyunggingkan senyum, Lander merasa tak percaya, bahkan Zoya membohongi temannya sendiri dengan mudahnya. Seperti dugaannya, para gadis suka menipu. Karena dia adalah teman sekelas Zoya, dia tahu dengan pasti kalau tidak ada jadwal ulangan dalam Minggu ini atau Minggu depan.
"Anak-anak, sudahi mengobrolnya. Waktunya makan, Zoya ambil ini nak, bawa ke meja!" Shana meminta bantuan Zoya.
Zoya akan bangun, saat Lander menahan tangannya dan berbisik di telinganya. "Pembohong!"
Gerakan Lander tak luput dari pandangan Gerald dan Raksa. Gerald hanya mengerutkan kening, sedangkan Raksa terlihat agak terganggu dengan apa yang dilakukan Lander. Dia langsung berdiri, berjalan dengan menarik Zoya untuk segera membantu Shana menyajikan makanan. Zoya sendiri belum sempat bereaksi dengan ucapan Lander, karena Raksa sudah lebih dulu menariknya.
"Wah, masakan Jepang. Mama pasti mengeluarkan uang banyak untuk makan malam kali ini!" Zoya hampir ngiler melihat banyaknya makanan yang tersaji. Satu jenis untuk delapan porsi, dan di sana ada sekitar lima jenis makanan Jepang.
"Papamu yang memesannya, sangat jarang kita makan malam seramai ini. Ayolah, kita tidak bisa membeli kebersamaan, tapi bisa membeli makanan untuk kebersamaan tersebut!" Shana tahu suaminya dan Zoya sangat suka makanan Jepang, dan ataupun makanan dari negara Asia lainnya, termasuk masakan Nusantara.
Raksa setuju dengan menunjukkan senyum manis pada Shana. Dia begitu kagum dengan apa yang baru saja di katakannya.
"Bawa yang ini. Kita semua mulai lapar hanya dengan mencium aromanya!" Raksa meminta Zoya untuk tidak berlama-lama.
Tertawa, Zoya dan Shana tahu Raksa sudah sangat lapar. "Ma, duduklah. Aku akan membawa semua ini dengan Raksa!"
Shana tetap membantu membawa makanan, karena ada terlalu banyak menu yang harus disajikan.