Saat yang lainnya sibuk mengobrol tentang game atau tentang hal seru lainnya, hanya Lander yang masih fokus pada pekerjaannya.
"Udah hampir selesai kan ya? Gue mau siapin makanan, kalian pasti lapar!" Tisa bangkit dari posisi duduknya, dia terlalu asik mendengar obrolan temannya, sampai lupa kalau mereka pasti belum makan siang, karena setelah pulang sekolah langsung ke rumahnya.
"Yang enak-enak ya, Sa! Laper gue!" sahut temannya tanpa malu.
"Gak usah tereak begok, Zoya kebangun entar!" Tisa menegur dengan suara rendah, tapi penuh penekanan.
Yang lainnya langsung ikut menegur dengan memukul laki-laki yang berteriak tadi. Tisa cukup puas, baru dia meninggalkan mereka menuju ke dapur.
Saat pertama kali tahu Zoya tertidur, mereka sepakat untuk tidak membangunkannya. Karena Tisa juga menjelaskan, Zoya memiliki jadwal yang padat setiap hari.
Lander sebagai orang yang banyak diam, karena lelah berurusan dengan teman-teman sekelasnya yang tidak berguna, dia juga tidak bermaksud membangunkan Zoya. Dia bahkan sengaja tidak menegur teman-temannya yang hanya banyak mengobrol dari pada kerja. Sebenarnya, dia bisa menyelesaikan tugas itu sendirian, tapi jika tidak mengerjakan bersama, dia tidak bisa berdekatan dengan Zoya.
"Tidak!" Zoya berteriak, dia sudah bangun dengan mata menatap tajam pada Lander. Dia sebenarnya merasa sedang tidur, tapi dia juga merasa Lander sedang menatapnya sangat dekat. Saat dia membuka mata, Lander tidak berada cukup dekat dengannya. Laki-laki itu terlihat terkejut dan melihatnya dengan aneh.
"Sial, gue cuma mimpi!" Zoya mengumpat, teman-temannya menertawakannya. Dan menyuruhnya untuk minum air lebih dulu. Tapi yang sebenarnya ada dipikirkannya, dia tidak bermimpi.
"Iler Lo kemana-mana tuh!" Lander menunjuk wajah Zoya.
Zoya reflek menyentuh bagian sisi bibirnya. Melihat dirinya melalui kamera depan ponselnya, tapi tidak ada yang dibilang Lander. "Gue masih cantik!"
Lander hanya menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Zoya. Gadis itu kembali memeluk bantalan sofa, dan menyandarkan punggungnya. Terlihat sekali masih ingin tidur lagi.
"Ambil ini, bacain ke gue!" Lander mengulurkan tab miliknya, agar Zoya membantunya membaca kesimpulan yang telah dia buat di sana, untuk dia tuliskan ke buku tugas.
"Oh!" Zoya menerimanya dan mencari tahu bagian mana yang harus dibacakan. Lander memberitahukan dan dia langsung membacakannya.
Zoya tahu, Lander yang paling berkontribusi atas nilai yang akan mereka dapatkan. Meskipun begitu, teman-temannya tidak akan menunjukkan rasa terimakasih. Karena bagi mereka, itulah gunanya sekelompok dengan orang jenius. Tidak adil, tapi hal seperti ini selalu terjadi. Anak yang pintar akan diandalkan, yang lainnnya terlalu malas.
"Udah?" Zoya sudah sampai akhir catatan yang dibuat Lander di tab tersebut. Dia memastikan jika semuanya telah selesai.
"Hm, beresin buku Lo. Gue anterin balik!" Lander memasukkan bukunya sendiri ke dalam tas.
"Hah, kenapa?" Zoya memasukkan buku ke dalam tasnya, tapi dia tidak mau dianterin Lander.
Lander tidak menjawab, dia bukan sedang menawarkan tumpangan. Tapi memang ingin mengantarkannya pulang. Melihat bagaimana yang lainnnya masih betah membicarakan omong kosong.
"Loh, kalian mau kemana? Tisa masih nyiapin makanan noh. Zoya, Lo mau balik bareng dia?" salah seorang dari mereka melihat Zoya dan Lander tengah beberes.
Zoya melihat ke arah pintu dapur. Dia tidak tahu jika Tisa sedang menyiapkan makanan. Tapi melihat jam di ponselnya, dia harus pergi ke tempat les. "Gue ...,"
"Bilangin Tisa, dia balik bareng gue!" Lander memegang tas Zoya agar gadis itu berdiri. Tapi gadis itu menampik tangannya dihadapan teman-temannya.
"Gue gak bilang mau. Lagian gue mau ke tempat les. Gue naik taksi aja!" Zoya menjelaskan, saat bersamaan dia melihat Tisa keluar membawa makanan keluar.
Tisa tidak mengerti apa yang terjadi, tapi dia mendengar ucapan Zoya tentang akan pergi ke tempat les. "Oh, sekarang banget nih, Zo? Makan dulu aja, lo belum makan loh!"
Zoya tidak lapar, dia sudah makan cake tadi, sebelum akhirnya ketiduran. "Gak deh, makasih. Duluan ya, Sa, temen-temen!"
Zoya melangkah pergi, diikuti oleh langkah Lander yang baru saja ikut pamit pergi pada Tisa. Zoya menoleh ke sisinya, dimana Lander juga sedang melihat padanya.
"Apa?"
"Lo lagi bermasalah sama Raksa?" Lander tiba-tiba bertanya.
Zoya diam sebentar, sebelum menggelengkan kepalanya. "Enggak!"
Lander mengerutkan keningnya sebentar, sebelum akhirnya memilih tidak melanjutkan pembahasan tentang hal tersebut. Sebenarnya bukan tanpa alasan dia menanyakannya.
Kemarin siang, saat dia sedang berlatih basket di lapangan sekolah, Raksa duduk di kursi penonton. Sebenarnya Raksa sering melihat mereka latihan. Tapi sebelum pulang, dia melihat Navo dan Raksa bicara.
Dia tidak suka ikut campur urusan orang. Jadi dia langsung pulang saja bersama yang lainnya. Hingga pagi ini, Navo bercerita tentang apa yang mereka bicarakan kemarin.
Tidak tahu apa yang coba Raksa dapatkan, tapi laki-laki itu bertanya bagaimana kasus video viral Navo dan Sari akhirnya berakhir damai. Dan malah Sari yang akhirnya pindah sekolah. Kasus besar itu ditutup, dan dianggap kesalahpahaman.
Lander pikir ada sesuatu, karena tidak mungkin Raksa hanya iseng. Lagi pula, kenapa tidak bertanya langsung pada Zoya? Padahal mereka bisa dikatakan sangat dekat. Bahkan bukan hanya Raksa pernah mengaku sebagai adik Zoya, Zoya juga beberapa kali menyebutkan Raksa sebagai saudaranya.
"Emangnya kenapa Lo nanya gitu?" Zoya berpikir, apakah terlihat jelas jika Raksa memang sedang menghindarinya.
"Enggak!" Lander menjawab persis seperti jawaban Zoya tadi.
Tahu kalau Lander memang semenyebalkan itu, Zoya tidak lagi ingin bicara padanya. Dia berjalan lebih cepat, agar tidak bareng dengan laki-laki itu.
"Ngambek?" Lander mengejar langkah Zoya.
"Udah sono balik, gue mau nunggu taksi di depan!" Zoya meminta Lander tidak mengikutinya lagi.
"Ayo gue anterin ke tempat les!" Lander menahan tangan Zoya, untuk tidak berjalan lagi menuju pintu pagar dan agar menunggunya menunggunya mengambil motor.
"Males, Lo kan gak suka sama gue. Jangan sok-sokan perhatian, jangan sok-sokan mau baperin gue!" Zoya memperingatkan. Tapi sebenarnya dia sedang berperang dengan pikirannya sendiri. Apakah ini mimpi? Kenapa Lander perhatian padanya? Padahal laki-laki itu seharusnya sangat membencinya dan risih, jika berdekatan dengannya.
Lander hanya berdiri diam menatap Zoya. Menunjukkan sedikit kemarahan di wajahnya. "Gue cuma mau anterin Lo, gak usah mikir macem-macem!"
Zoya merenggut, Lander malah memarahinya. "Gak macem-macem!"
"Kalo gitu nurut. Lagian Lo itu anak orang kaya, tapi kemana-mana naik taksi sendiri. Orangtua Lo gak khawatir apa?" Lander sendiri terkejut dengan apa yang keluar dari mulutnya. Karena dia sebenarnya bukan orang yang akan ikut campur urusan orang lain, apalagi urusan keluarga orang lain.
Zoya menginjak kaki Lander. Kemudian memukul lengannya berkali-kali. Bisa-bisanya Lander memarahinya dan berkomentar tentang orangtuanya. "Jangan bawa-bawa orangtua gue. Kek bocil Lo!"
"Ya udah, tunggu sini!" Lander sedikit merasa tak enak juga, sambil tangannya memegangi lengannya yang bekas dipukul Zoya.
"Hei, kalian ngapa malah berantem di sana!" Tisa berteriak dari depan pintunya. Dia mendengar keributan dari luar, dan benar saja ternyata Lander dan Zoya.
"Sorry!" Tiba-tiba Lander bicara lirih pada Zoya.
Zoya jadi merasa pening, dia tidak mengerti kenapa Lander malah mengatakan kata itu, diantara banyaknya kata yang bisa diucapkannya. Dia semakin merasa kalau apa yang dia alami sekarang ini adalah mimpi.
Pertama, dia ingin menjadi model lebih awal, agar orangtuanya bisa melihatnya menjadi seorang model, terutama papanya. Kemudian tentang Sari dan Navo, keadaan mereka jadi berkebalikan dari yang diingatannya, karena dia campur tangan. Dan sekarang tentang kisahnya dan Lander.
"Pakai!" Lander membantu Zoya memakai helm.
"Arghh!" Zoya memegang perutnya. Sangat sakit, hingga dia berkeringat. Jika mimpi, kenapa dia merasa sakit itu sangat nyata?
"Gara-gara Lo!" Zoya jatuh pingsan setelah mengatakannya.
Lagi, semuanya berakhir sama, tiap kali Zoya menghubungkan masa depan dan apa yang sedang dijalaninya saat ini. Dan yang pastinya, saat dia sedang bersama Lander.