Jatuh sakit

1215 Words
Zoya sudah bicara dengan mama dan papanya lewat telepon semalam. Hari ini, dia akan memperlihatkan pada mama dan papanya, Zoya akan menjadi model yang dikenal oleh banyak orang. "Zoya, bagian pentingnya ada di bagian pinggang, buat para tamu undangan dan kamera melihat!" Manager mengingatkan Zoya apa yang sudah dikatakan Elen tadi. "Hm!" Zoya masih dirias, jadi dia hanya menyahut pendek. "Go! Go!" Elen sudah menyuruh para model berkumpul dalam barisan. Bersiap untuk tampil cantik dan menawan pada dunia. Zoya buru-buru berdiri, dia yang terakhir dirias, jadi dia yang paling terburu-buru. Akan tetapi, hasil make up-nya jelas tetap bagus. Hari itu, Zoya merasa seperti nostalgia. Seperti kembali ke masa itu, dimana dia berjalan di panggung besar dengan langkah tegas dan disaksikan banyak orang. Blitz kamera yang akan selalu mengambil momen. Tapi Zoya merasa seperti pertama kali, perasaan semangat yang membuatnya sangat percaya diri. Pandangannya tidak bisa melihat ke arah lain selain depan, jadi dia tentu tidak melihat dimana orangtuanya, yang pasti orangtuanya pasti melihatnya. Impiannya agar mama dan papanya bisa melihatnya berjalan di panggung runway yang besar, memperlihatkan pada mereka, jika putri mereka, Zoe Pyralis menjadi model terkenal. Sesuatu yang dulu tidak bisa dia perlihatkan, kini dia bisa memperlihatkan pada mama dan papanya. Sekilas, diantara suara yang berputar-putar dia mendengar suara mama dan papanya. Zoya berhasil dan akan mencapai akhir dari langkahnya, yaitu belakang panggung, saat tiba-tiba dia merasa bayangan putih menabraknya. Sangat silau, dia tidak menghentikan langkahnya menuju cahaya terang itu, hingga dia bisa melihat sebuah makam. Dia makan bersandingan, nama papa dan mamanya tertulis di sana. Bruk! Zoya terjatuh, pas saat dia masuk kembali ke area backstage. Model di belakang Zoya kaget, beruntung kamera sudah tidak bisa menyorot pada area itu lagi. Staf yang memang bertugas memantau di sana langsung membawa Zoya dari sana, agar tidak menghalangi jalan model lainnnya. Dibantu oleh para model yang sudah masuk, mereka mengangkat Zoya menuju ke sofa di area ruang tunggu. Tim kesehatan dipanggil, Zoya langsung ditangani. Ada selang infusan terpasang di tangannya. Maneger cukup panik, karena ini pertama kalinya Zoya ambruk. Dia menyentuh keningnya, suhunya masih tinggi. Padahal sebelumnya Zoya baik-baik saja. Tidak ada masalah dengan kesehatannya. Elen telah turun dari panggung, dan langsung menyerahkan buket bunga pada asistennya. Dia pergi mencari Zoya, untuk melihat keadaannya. Betapa terkejutnya dia melihat Zoya bahkan sampai di infus. "We'll transfer Zoya to the hospital!" Elen akan menelpon, tapi seseorang menahannya. "Let me take her!" Woo-Jae tadi langsung datang begitu mendengar Zoya pingsan. "Fine, I'll catch up with you after the event is over!" Elen tidak bisa langsung pergi, karena dia harus menemui tamu-tamu undangan terlebih dahulu. Jadi saat itu Woo-Jae bersama maneger langsung pergi. Maneger juga langsung menghubungi orangtua Zoya. Kalau mereka dalam perjalanan menuju rumah sakit. Kebahagiaan keluarga Pyralis berubah jadi kepanikan, karena putri tunggal mereka dirawat di rumah sakit. Tidak ada yang tahu jika ada satu model yang tumbang, acara berjalan lancar. Dan saat ini nama Zoya masuk dalam pencarian. Wajah cantiknya menarik perhatian banyak orang, pakaian yang dikenakannya juga langsung terjual habis dalam tahap pemesanan awal. Sebenarnya bukan hanya Zoya, Elen memang sukses menciptakan karya yang memukau. Raksa melihat sosok cantik yang kini terbaring di sana. Dia melihat kekhawatiran di wajah Zian dan Shana. Sungguh, dia juga hampir tidak bisa bernapas dengan benar. "I'll be back, please let me know when she wakes up!" Woo-Jae pamit pada maneger Zoya, tapi pada saat itu keluarga Zoya mendengarnya. "Thanks very much! Woo-Jae!" Shana mengenali laki-laki baik itu, karena Zoya mengunggah foto mereka beberapa hari lalu. "That's fine!" Woo-Jae kini tahu dari mana karakter baik Zoya berasal. Karena dia memiliki orangtua yang mendukungnya dan terlihat mereka adalah keluarga yang baik. Gerald dan Raksa memperhatikan laki-laki tinggi dan berkulit bersih di depannya. Mereka pikir tidak akan setampan itu, tapi mereka memang harus mengakui laki-laki itu memiliki tubuh bagus dan wajah yang tampan. "Setidaknya dia baik pada Zoya kita!" Gerald melirik pada Raksa yang tidak lepas melihat pada laki-laki yang sudah berjalan menuju pintu tersebut. "Yah, dia sepertinya b******n. Dia harus menjauh dari Zoya, tapi dia memang baik!" Raksa bingung mengungkapkan kata yang tepat, tapi yang pasti dia khawatir laki-laki itu telah memikat Zoya dengan pesonanya. Karena akan sangat sulit dihadapi. Laki-laki itu terlalu dewasa. Keduanya diam-diam setuju, untuk tidak merestui. Zoya terlalu polos untuk laki-laki sepertinya. Raksa bahkan menggelengkan kepalanya. — Semua anak di sekolah membicarakan tentang Zoya. Mereka sangat terkejut karena ternyata Zoya berpartisipasi dalam acara fashion show di London. Video saat Zoya berjalan sangat profesional di runway juga memikat banyak mata membuat teman-teman Zoya merasa takjub. Mereka seolah-olah melupakan tentang kejadian sebelumnya dan langsung menyanjung Zoya, melupakan jika diantara mereka pernah dengan sengaja menghina Zoya dan mempermalukannya. Kejadiannya baru dua Minggu berlalu, tapi mereka sudah lupa, dan kini mulai memuji-mujinya lagi. Potongan rambut pendek dengan poni juga menarik perhatian mereka. Zoya terlihat seperti orang asing, meskipun mereka biasa melihat Zoya selalu cantik, tapi cantik kali ini berbeda-beda. Navo dan Lander sedang bermain berdua dia lapangan basket. Keduanya hanya main saling rebutan untuk memasukkan bola ke dalam ring. Tidak ada yang bicara, hanya napas yang saling bersautan. Navo tahu, Lander sebenarnya sedang tidak stabil. Gerakannya agak kasar, tapi tidak fokus. "Bukankah dia sangat cantik?" Lander merebahkan badannya di lantai itu, masih dengan suara napas yang tidak beraturan, dia memejamkan matanya. Navo melempar bola yang dipegangnya hingga masuk Ring, kemudian dia ikut duduk di sebelah Lander berbaring. "Mengejutkan, dia bukan hanya cantik, tapi juga menarik!" "Menyebalkan, kenapa dia sangat cantik!" Lander berteriak. Tertawa, Navo juga ikut berteriak. "Kenapa gue suka sama cewek cantik? Gue normal!" Navo kemudian melirik kepada Lander, seolah-olah mengatakan pada Lander, "Lo gak normal, kalo tetep gak suka sama Zoya!" Tapi kalimat itu tentu hanya tertahan di benaknya. Lander juga benci kenyataan Zoya sangat cantik. Dia sudah hampir melupakannya, tapi hari ini terlalu banyak orang menyebutkan nama Zoya. Itulah alasan dia pergi ke lapangan basket. "Artinya dia tidak pergi karena masalah itu kan? Artinya karena acara itu kan?" Navo bertanya, meskipun Lander tidak menjawab. Karena yang tahu jawabannya hanya keluarganya. Tidak, tiba-tiba Navo ingat sesuatu. "Pantes aja, pas gue jemput nyokap gue di Bandara waktu lalu, gue ketemu Raksa sama Gerald lagi ngobrol di Bandara, gue pikir Zoya balik. Ternyata mereka yang nyusulin!" Navo mengingatnya dengan jelas, karena Raksa terlihat sangat keren waktu itu. Sebenarnya dia tidak bisa mengerti, kenapa penampilan Raksa selalu keren dan terlihat seperti gaya baru. "Mereka pergi ke sana? Sejak kapan?" "Dua hari lalu. Kan Si Raksa juga udah gak masuk dia hari lalu kan! Ini hari ketiga!" Navo menjelaskan. "Oh!" Lander benci, dia tidak tahu apapun. Padahal memang dia tidak ingin tahu. Keduanya pergi ke ruang ganti. Lander mengambil ponselnya di lokernya. Begitu juga dengan Navo. Tapi Navo langsung menyalakan ponselnya. Karena ingin mengecek apakah Sari menghubunginya atau tidak. Keduanya selesai berganti baju dan langsung akan kembali ke kelas. "Eh, ini siapa yang sakit?" Navo masih kepo apakah Raksa benar-benar ke London, jadi dia mengecek akun media sosialnya, Raksa adalah tipe yang selalu update. "Tangan Zoya bukan sih?" Navo menunjukkan pada Lander. Lander mengambil ponsel Navo, dan dia memang merasa itu tangan Zoya. Saat itu dia langsung mengembalikan ponsel Navo. Melanjutkan langkahnya menuju kelas. Dia seolah-olah tidak peduli, padahal dirinya sedang bingung. Apa yang harus dilakukannya? Menelpon? Menunggunya pulang? Kenapa dia peduli? Lander tidak bisa menjawab kebingungan itu. Otak cerdasnya tiba-tiba tidak membantunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD