Bukan Sampah Biasa

1432 Words
Kacung membuka mata, dia sudah terbaring di atas meja periksa. Matanya menangkap benda bundar seperti donat, di mana dirinya sekarang? Terdengar langkah mendekat, bukan hanya milik satu orang. Sepertinya dia memang terlatih untuk menajamkan pendengaran, tetapi tidak sepenuhnya memahami keadaan yang sedang menimpa diri. Pria tersebut hanya mencoba untuk tenang, tetap waspada. Sebab, sekalipun merasa asing, situasi sekitar terasa aman. Dia mencoba untuk memeriksa, tetapi tubuh tidak bisa digerakkan. Masih begitu lemah, apa yang mereka lakukan padanya? Kacung hanya mengawasi dari ekor mata, lima pria dengan jas putih sudah berada di sisi tempat tidur. “What do you want?” tanya Kacung masih menggunakan bahasa internasional, kesulitan mengucapkan bahasa daerah setempat dalam situasi ini. Dia mengamati satu persatu wajah, tetapi tertutup masker. Terasa asing tatap-tatap tersebut. “Hai, King.” Dokter Hans melepas masker yang dikenakan, “Do you know me?”Kacung yang disebut King hanya menatap datar, denyut di kepala kembali mengundang rasa sakit. Namun, tidak begitu menyiksa sehingga anggukan diberikan. Dia memang mengingat wajah itu, sosok yang sering ditemui secara rahasia selama berada di pulau ini.Ada senyum lega di wajah Dokter Hans, itu artinya pasien sudah bisa diajak berkomunikasi dengan baik. Sesuai keterangan Dante, King tidak memiliki kepercayaan terhadap siapa pun. Jadi, mereka hanya perlu membuat laki-laki tersebut merasa tidak dalam situasi bahaya agar mau melakukan pemeriksaan.“Kami harus melakukan pemindaian karena ingatanmu perlahan datang, apa kamu bisa bekerja sama tanpa membuat masalah di tempat ini?” Sang dokter memastikan dengan terus-terang, dia menunggu jawaban sembari memantau bola mata pasien. King hanya terdiam, sesaat tatap itu kosong. Bagaimana dirinya bisa membuat kekacauan ketika untuk menggerakkan jemari saja susah? Kembali anggukan dilakukan disertai kelopak yang mengerjap.“Wait!” King meminta dengan nada sangat lirih sehingga menghentikan gerakan para dokter spesialis, “bagaimana kondisi gadis yang datang bersamaku, apa dia …?”“The girl is safe,” potong Dokter Hans disertai senyuman yang meyakinkan, lalu meminta semua orang mengambil posisi.Dokter berusia 35 tahun tersebut meminta salah satu rekannya untuk memasukkan cairan kontras lewat pembuluh darah pada lengan. Hal tersebut dilakukan agar hasil yang muncul lebih detail dan akurat terbaca. Mereka tak mau melakukan kesalahan fatal yang bisa menempatkan semua orang dalam masalah.Pasien berbaring pada meja pemeriksaan yang akan masuk ke mesin pemindai, sementara operator berada dalam ruang terpisah. Dokter Hans memberikan arahan, lalu semua dilakukan sesuai prosedur. Selagi pemindai berputar, sinar-X akan melalui tubuh selama beberapa saat.Pemindai mendeteksi gambar dari organ tubuh yang menyerap sinar-X, lalu mengirimnya ke komputer. Hasil pemindaian tersebut diolah menjadi gambar untuk interpretasi. Itulah yang akan dibaca oleh sang ahli guna menentukan kesehatan King.King tak boleh bergerak selama prosedur, beberapa kali menahan napas. Setelah selesai, dia dibantu dua orang dokter duduk. Masih sedikit pusing, tetapi pria itu menunjuk kursi roda yang berada di dekat pintu.“Bawa aku pada gadis itu.” King memintanya dengan nada masih begitu lemah, Dokter Hans hanya mengangguk sembari mengambilkan kursi roda.Mereka keluar dari ruang pemeriksaan, hasil akan keluar beberapa waktu lagi. Tak perlu ditunggu karena Dante atau Max yang akan mengurusnya, King hanya perlu mengetahui kondisi Belva. Dokter Hans mendorong kursi roda ke ruang di mana gadis SMA itu berada.“Bagaimana kondisinya?” tanya King masih begitu cemas, bagaimana pun Belva terluka karena hendak melindungi dirinya. Gadis naïf yang tak bisa memperhitungkan risiko buruk!“Operasi kepala berjalan lancar, tetapi dia belum sadarkan diri. Ada infeksi ringan pada tusukan di perut, beruntung belum terlambat.” Penjelasan ini segera menggerakkan tangan King terangkat, pertanda untuk berhenti.“Tusukan?” ulangnya sedikit heran dengan apa yang dikatakan oleh Dokter Hans, “Anda yakin?”Dokter Hans kembali menjelaskannya, dia mengatakan tentang kondisi luka-luka di sekujur tubuh Belva. King teringat sesuatu, kaki gadis itu terlihat kotor. Kaos yang dikenakan bahkan telah menghitam.Jadi, dia sudah terluka sebelum menyelamatkan dirinya? Pria itu kembali diam, hanya meminta untuk kembali bergerak. Namun, kaget saat menuju lorong yang membawa pada lokasi isolasi.“Dia di sana, sudah dua hari sejak kalian tak sadarkan diri.” Penjelasan yang sangat mengejutkan ini membuat King semakin merasa bersalah terhadap sang gadis, terlihat dari jarak mereka berhenti seorang perempuan tua penuh uban duduk lesu. Intensive Care Unit Titanus, begitulah tulisan di ruangan tersebut. “Apa gadis itu terlibat dengan sindikat tertentu atau dia memiliki hal-hal serius yang dialami belakangan ini?” Pertanyaan Dokter Hans lagi-lagi membuatnya berpikir keras, bagaimana dirinya bisa mengatakan hal serumit itu saat ingatan sebagai Kacung hanya berisi hal-hal konyol yang memalukan?Satu-satunya manusia yang memperlakukan dirinya dengan layak hanya Belva, gadis dengan keriangan tanpa pemanis buatan. Dia akan membagi makan siang dengan kacung, mencarinya hanya untuk memberikan permen karena sang pria sangat menyukai makanan manis. Namun, apa yang Dokter Hans tanyakan?“Kenapa bertanya tentang hal serius untuk bocah yang bahkan tak mengenal pria?”Dokter Hans terlihat ragu untuk memberikan tanggapan, “Dia memiliki luka tusuk yang sama dengan korban-korban lainnya.”King mengarahkan wajah pada lelaki dewasa yang kini berdiri di sampingnya, tatap lurus sang dokter mengarah pada pintu ruangan yang tertutup rapat. Tidak ada tanda-tanda berbohong, hal yang sangat meresahkan kembali membuat pria di atas kursi roda tersebut bingung. Siapa yang melakukan hal keji terhadap Belva?“Apa Anda mengatakan seseorang sengaja memburunya?” tanya King menyimpulkan penjelasan mengenai kondisi Belva sebenarnya, “binatang macam apa yang berani menyentuh bocah itu?”“Jangan melibatkan diri, King. Kami diminta untuk memulihkanmu sebelum dipulangkan ke Milan, biarkan Max dan orang-orangnya yang menemukan pelaku.” Peringatan Dokter Hans membuatnya terdiam, tetapi jakun bergerak naik-turun.Dia mengembalikan ingatan saat dirinya dihajar oleh Baron, Kacung tetap memeluk dua anak kucing yang hendak disiram air keras oleh mereka. Saat hewan-hewan liar berhasil melarikan diri, dua preman memukuli kakinya tanpa ampun. Seperti biasa, Kacung tak akan berteriak atau terlihat kesakitan.Kondisi itulah yang membuat Baron merasa sangat kesal, dianggap laki-laki dengan kelainan mental tersebut sengaja mengejek. Sebab, setiap kali dipukuli, Kacung sama sekali tidak menunjukkan reaksi kesakitan. Justru akan tersenyum senang meski harus patah tulang.King mengingatnya, dia melihat Belva berlari dari kejauhan. Gadis itu menoleh ke belakang, penampilan yang berantakan. Kemudian … benar, dia sudah memiliki luka itu di perutnya. Sebab, seragam yang dikenakan berubah warna.Selain itu, gerakan kakinya sedikit aneh. Satu tangan berada di tengah-tengah rok yang dikenakan, itu bagian terlarang. King menyadari sesuatu, kedua tangannya terkepal secara otomatis.“Apa dokter yang menanganinya mengatakan sesuatu yang aneh?” tanya King membuat Dokter Hans menoleh disertai kerutan di kening, “celana dalam, apa gadis itu mengenakannya?”Dokter Hans terlihat kaget, dari mana King mengetahui hal tersebut? Pria itu sudah mengangkat sudut bibir, membentuk seringai mematikan. Tanpa terduga, dia berdiri dari kursi roda.“Apa yang akan kamu lakukan?” tanya Dokter Hans panik sambil mencoba menarik lengan King yang mendekat pada perempuan tua di kursi panjang, sepertinya mencoba menemukan informasi lebih lanjut.Mendengar keributan yang terjadi, sang nenek melompat. Tentu saja langsung membelalakkan mata, dia sudah lama mencari keberadaan laki-laki cacat mental tersebut. Insiden yang dirahasiakan dari semua orang justru melibatkan si Kacung.“Kacung!” serunya sambil mendekat diikuti tatap mengkilat menunjukkan amarah yang tak terkendali, “apa yang kamu lakukan pada cucuku?”Dokter Hans terlambat, nenek Belva sudah memukul bagian perut King. Dia lupa menjelaskan mengenai sang nenek, wanita tua tersebut mengira cucuk Dante sebagai pelaku yang membuat cucu tercinta tak sadarkan diri. Ditambah kondisi perempuan muda tersebut tidak bisa dikatakan benar-benar baik-baik saja karena hingga detik ini belum menunjukkan perkembangan.“Nek, tenang. Ini rumah sakit dan bukan dia pelakunya,” ujar Dokter Hans mencoba menenangkan sambil menarik tubuh Nenek Sri Widari, tetapi perempuan renta tersebut terlalu kuat untuk ditaklukkan.“Jangan membela orang gila ini, seharusnya Belva berhenti menemuinya. Binatang saja tahu cara berterima kasih dengan tidak menyerang tuannya, kenapa manusia bertingkah seperti setan?” Nenek Sri masih melontarkan makian pada King yang sama sekali tak mengetahui apa pun, pria itu hanya mematung di tempat.Alasan sang nenek mengamuk mungkin karena salah paham, tetapi ketika dirinya dianggap binatang tentu saja ada satu kekeliruan. King bukan Kacung, dia bisa dengan cepat menyimpulkan situasi. Kemungkinan dirinya dicurigai sebagai pelaku utama yang telah membuat Belva bernasib tragis tanpa mengetahui jika ada dua kejadian berlainan di balik luka-luka di tubuh gadis tersebut.“Biarkan Nenek Tua ini bicara, Dokter. Aku juga ingin tahu sejauh apa kesalahan yang dilakukan selama ingatan tidak di tempat.” King mengatakannya dengan nada dingin, dia masih berdiri kokoh tanpa kedip.“Kamu Monster, sampah yang tak bernurani. Apa ini balasanmu pada kami?”King hanya diam saat tangan tua itu memukul perutnya, tetapi bola matanya berputar perlahan. Siapa yang ingin bermain-main? Tentu pelaku sangat bernyali besar karena berani mengusik Hyena yang tengah terlelap.***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD