Chapter 7
Meet Again
"Apa bayi Cia sudah lahir mom?” tanya Aurora penuh binar bahagia.
"Sepertinya begitu,” jawab Kanaya.
"Kita jadi Nenek,” ujar Selena senang. Wajahnya di penuhi suka cita.
"Semoga Cia dapat melahirkan dengan selamat,” doa Kanaya.
"Amin,” seru semuanya mengamini.
Tak lama terdengar suara tangisan bayi lagi. Austin berdiri seakan dia sudah tidak sabar untuk melihat keadaan di dalam ruangan. Ingin rasanya dia mendobrak pintu sialan itu. Dia kembali berjalan mondar mandir. Tapi kini semua membiarkannya.
Seorang suster membawa satu Box bayi keluar dari ruang bersalin. Austin yang tepat berada di pintu langsung melihat kehadiran suster dan keponakannya. Tak menyia-nyiakan bertanya kondisi Cia. Dia menahan tangan suster itu, membuat wanita muda itu tersipu malu. Keluarga Klein memang mempesona, batinnya.
"Nona bagaimana adik saya?” tanyanya tak sabaran, tak peduli dengan sang suster itu yang tersipu malu karenanya.
"Nyonya Cia kondisinya baik, putra-putrinya juga kondisinya baik,"sahut suster itu yang di sambut pekik kegembiraan dari semuanya. Akhirnya penantian mereka tidak sia-sia. Rasa syukur mereka panjatkan pada sang pencipta.
"Ini keponakanku?” tanya Austin penuh binar bahagia saat menatap makhluk mungil yang terbalut selimut.
"Iya ini yang laki-laki yang perempuan masih disusui oleh ibunya,” sahutnya sambil membungkuk hormat sebelum berlalu membawa box bayi ke ruangan khusus bayi.
***
Sudah dua tahun sejak kepergian Angel membuat Austin hidup tanpa jiwa. Dia hanya bisa tersenyum jika sudah berkumpul dengan keluarganya dan keponakannya yang lucu. Karena setelah pernikahan Cia dan Marc, dua tahun kemudian Bella dan seorang duda asal Perancis mengikat janji. Tapi baru hamil beberapa bulan. Sedang istri Daffa yang asli Indonesia sudah melahirkan tiga bulan yang lalu.
Dalam keluarga Klein hanya dirinya dan Aurora yang belum menikah.
Tapi sepertinya Aurora yang menyukai seorang dokter yang merawat Cia saat kecelakaan di London akhirnya akan segera melangsungkan pernikahan setelah hampir satu tahun mereka putus nyambung.
Saat ini adalah ulang tahun si kembar yang kedua. Sama dengan kematian Angel. Saat Winter dia pergi membawa luka. Tapi kehadiran si kembar menjadi pelipur lara. Ya Winter yang membekas di hati semua keluarga besar Klein.
Saat menatap mata si kembar yang sama dengan kedua orang tuanya yang lembut. Itulah pertama aku bisa tersenyum tulus setelah kepergian Angel.
Dan kehadiran keduanya memang selalu bisa mengobati lukaku.
"Untel ... Untel," teriak suara cadel keponakan tersayangnya, Lizzie si cantik kembaran Abe. Anak kembar dari adik tersayangnya Cia dan iparnya Marc.
"Iya sayang," sapa Austin riang menyambut keponakan cantik yang super nge-gemesin, di gendongnya dengan sayang baby Lizzie. Baby Lizzie baru bisa berjalan, jalannya saja masih nggak seimbang. Tapi selalu berusaha berlari. Benar-benar menggemaskan.
"Uncle!!" seru satu suara lagi, Austin melihat Abe saudara kembar Lizzie menarik celananya minta di gendong juga, membuat si beku Austin terkekeh geli dengan ekspresi cemberut dari Abe karena di acuhkan olehnya.
Dia menyamakan tingginya dengan sang ponakan dan menggendongnya juga di lengan satunya.
Austin menciumi pipi montok keponakannya dengan sayang, matanya menatap keduanya terpesona. Andai dirinya dan Angel punya momongan juga, batinnya nelangsa.
"Hola ... Amanda here!!!" pekik suara dari arah pintu.
"Anti Manda!!" seru kedua ponakannya berontak ingin turun dari gendongan Austin, membuat lelaki itu mengernyit bingung tapi tetap menurunkan keduanya dengan hati-hati. Kedua kembar menggemaskan itu berjalan dengan gaya seperti orang mabuk ke arah suara tadi berasal. Mereka terlihat sudah terbiasa dengan sosok itu.
Siapa? Batinnya bertanya.
"Hei kalian sudah bisa jalan ya? Wah nge-gemesin banget sih," seru suara itu dengan nada ceria. Suaranya terdengar familier tapi siapa?
Dia berjalan melintasi ruangan menuju ruang tamu tempat suara itu berasal.
"Lihat aunty bawa apaan?" tanya suara itu lagi, dan dia mendengar seruan kegirangan kedua ponakannya.
"Hei Manda kamu datang juga, katanya sekarang kamu kuliah di Harvard juga ya?" tanya Cia terdengar sangat akrab dengan lawan bicaranya.
'Manda? Siapa?' Austin merasa tidak ada keluarganya yang bernama Manda ... tapi nama itu juga terasa tidak asing di telinganya.
Tatapannya menajam menatap sosok yang beberapa minggu ini mengusik harinya tanpa dia tahu apa penyebabnya.
Manda? Pantas saja terdengar familier. Amanda Patricia Dexter gumamnya dalam hati.
Sialll! Dia bahkan tidak menyadari nama belakang gadis itu. Dia merasa bersalah sudah beberapa minggu ini merindukan sosok yang mulai menempati hatinya. Tapi dia keluarga Dexter. Keluarga dari saudara iparnya, Marcus Dexter suami adiknya Allicia.
Tidak!!! Ini tidak boleh!
Tatapan penuh kerinduan yang tadi sempat tersorot saat menatap sosok yang menghilang beberapa waktu lalu dari hidupnya tapi setia membayangi pikirannya dan tak mau enyah dari khayalannya.
Tapi kini Austin sadar dia harus mengenyahkan perasaan yang mulai merayapi hatinya. Yang mumpung belum terlalu jauh rasa itu bersemayam di sanubarinya, harus secepatnya dihilangkan dari hatinya. Ya harus, batin Austin penuh tekad.
"Hai kak kemarilah," seru Cia memanggilnya saat menyadari kedatangannya, "kau masih mengingat Manda kan? Dua tahun lebih yang lalu kalian pernah bertemu kan? Itu waktu merayakan kembalinya Marc, dia kan juga datang."
Benarkah? Kenapa aku tidak menyadarinya? Batin Austin mulai menarik ingatannya. Tentu saja itu karena pusat pikirannya hanya kepada Angel, lirih batin Austin pilu kala mengingat mendiang Angel.
Tapi sekilas bayangan gadis remaja yang ceria dengan rambut dikuncir kuda terlintas di pikirannya.
"Oh gadis bau kencur yang dikuncir kuda itu ya, ternyata sudah tumbuh menjadi gadis yang nakal ya sekarang," Tanpa peduli dengan keterkejutan semuanya dengan kata-katanya yang ambigu Austin berlalu menuju ke arah dapur.
"Kenapa dia berkata seperti itu?" gumam Cia lebih pada diri sendiri, tapi masih di dengar oleh Manda.
"Beberapa minggu yang lalu aku minta ganti rugi saat dia hampir saja membuatku sport jantung karena menyerempet mobilku hingga sedikit lecet, mungkin itu sebabnya dia mengataiku nakal," ujar Manda menjelaskan. Dia tak mau sepupunya dan juga istrinya salah paham akan ucapan Austin barusan. Sialan! Dia mengataiku nakal, dasar lelaki kurang ajar, batin Amanda melirik kesal ke arah Austin yang masih berada di dapur.
"Oh pantas saja, aku tidak menyangka kalian bisa bertemu secara tidak sengaja begitu," kata Marc yang ikut berbicara, Manda mengawasi Marc yang memeluk tubuh istrinya itu tanpa merasa sungkan ada orang lain di sana. Sepupunya itu bahkan mencium mesra bibir Cia.
"Ya ampun kalian ini, disini ada anak kecil dan gadis yang sedang puber jangan mencemari otak kami," pekik Amanda kalut. Dia kan jadi pingin guys.
Nasib jomblo ya begitu deh, berasa ngenes banget kalau ada adegan mesra-mesraan. Jadi baper. Lantas mengatas namakan ponakan lucunya untuk menghindar. Diapun menggendong keduanya menuju ruang keluarga.
"Oh ya kalian suka kadonya tidak?" tanya Amanda saat sudah mendudukkan keduanya dengan aman.
"Suka!!" seru keduanya. Aihh, lucunya. Batin Amanda lagi.
"Kenapa kemarin melarikan diri dari apartemen? Kutelepon juga tidak kamu angkat," tanya Austin mengagetkan Amanda.
Amanda mengernyit bingung dengan ucapan ambigu Austin. Bukannya yang buat dia kabur ya dia sendiri? Kenapa sekarang malah bertanya? tanya Amanda dalam hati tak berani mengatakan isi pikirannya.
"Karena aku ingin," kata Amanda lirih enggan menatap Austin. Terlalu takut dengan perasaannya yang mengakar untuk lelaki yang hatinya hanya milik kekasihnya itu.
Duh niat hati ingin menghindari lelaki yang kini menatapnya penuh selidik. Tapi apa daya hari ini adalah ulang tahun ponakan kembarnya yang lucu ini.
"Mobilnya masih di bengkel, ini kartu nama bengkel itu kau bisa mengambil mobilmu di sana jangan khawatir biayanya sudah kubayar," kata Austin datar membuat Amanda terperangah kemana kata-kata lembutnya sepekan kemarin? Tapi mungkin itu lebih baik karena itu bakalan mempermudahnya untuk mengenyahkan perasaannya kepada lelaki itu. Bukankah lelaki itu juga sudah marah-marah padanya karena sudah merusakkan vas kekasihnya itu. Jadi kenapa dia harus heran dengan perubahan sikap lelaki itu. Malah bagus, gumam Amanda lirih tak didengar oleh Austin.
"Tentu, terima kasih," ujar Amanda tak kalah dingin.
"Pangku," rengek Lizzie dan Abe bersamaan. Amanda tanpa kata langsung meletakkan keduanya di atas pangkuannya dan memeluk keduanya dengan sayang dan itu tidak luput dari pandangan Austin. Amanda bahkan menghirup wangi kedua bocah itu yang memang beraroma khas bayi.
"Wah kau sudah pantas tuh Manda," seru Marc yang tiba-tiba datang dengan memeluk istrinya posesif. Amanda heran deh apa mereka punya lem khusus nempel terus kayak amplop dan prangko.
"Tapi kata paman kau masih betah sendiri ya, mau kucarikan?" tanya Marc lagi dengan seringai menggodanya, dan di hadiahi cubitan oleh sang istri.
"Awww sakit sayang," rengek Marc manja.
"Ishhh sudah punya buntut masih saja kolokan," sinis Austin.
"Biar saja dasar jomblo, iri saja bisanya," ejek Marc. Ucapan Marc mengagetkan Amanda, apa-apaan itu kenapa Marc bilang kalau Austin jomblo. Apa mereka sudah putus? Tapi tidak mungkin karena di apartemen Austin ada foto mereka berdua. Ah entahlah, Amanda malas berspekulasi.
"Mom dad tidak datang ya kak?" tanya Cia mencoba mencairkan kekakuan karena perkataan Marc yang membuat Austin melamun, mungkin teringat almarhum Angel. Kasihan kakaknya itu, Cia berdoa semoga kakaknya itu mendapat pengganti kak Angel dengan yang lebih baik lagi. Ya semoga, doa Cia dalam hati.
"Paling sebentar lagi, kenapa tidak kita tunggu di taman saja," kata Austin lembut, "semua persiapan pesta sudah selesai kan?"
"Sudah kan ada petugas dari EO yang kita sewa, paling bentar lagi para tamu juga pada datang, ayo sayang," kata Cia sambil merentangkan kedua tangannya mengajak kedua buah hatinya yang langsung menyerbu mom mereka.
Dengan jalan tergeyol-geyol mereka berusaha tiba lebih dahulu dibanding kembarannya ke arah sang mom. Membuat semua orang tergelak dengan tingkah lucu mereka, tak ketinggalan Marc mengabadikan setiap momen lucu mereka.
>>Bersambung>>