Dua

1272 Words
Aku mencintaimu, bukan hanya karena siapa kamu. Tapi juga karena menjadi apa diriku saat bersamamu. (Roy Croft) . _____ . “Gimana De, udah lepas kangennya kan?” tanya Ryan pada putri semata wayangnya yang baru berumur tiga tahun itu. “Belum dong Papah. Tante Aida lama amat cih datangnya? Dea kangen loh,” ujarnya dengan intonasi manja khas anak-anak. “Maafin tante dong sayang. Belakangan ini tante sibuk di sekolah. Makanya kamu cepat gede, biar bisa sekolah bareng tante,” Aida mengelus rambut gadis lucu itu. “Dea, sini deh, ada yang mau mama bisikin,” panggil Laras, istri Ryan. Dea yang dipanggil segera menghampiri sang mama. Laras membisikkan sesuatu ke telinga Dea, si gadis pun langsung menganggukkan kepalanya, lalu berlari menuju dapur. “Kamu bilang apa Ras?” tanya Aida penasaran. Ia suka sekali dengan cara kedua pasangan muda ini mendidik putri tunggal mereka itu. “Aku bilang buat nyari Mbak Susan, terus buat cake gitu. Belakangan ini Dea kan suka banget ikutin aku masak, jadi aku suruh aja dia untuk buatin cake seperti yang kemarin kami buat.” Ryan tersenyum simpul, matanya beralih memandang istri tercintanya, menganggukkan kepala. “Kapan menikah Da?” tanya Laras kemudian. Mungkin kedengarannya berbasa-basi, tapi jelas ada makna yang tersirat dalam kalimat itu. Aida memandang wajah Laras dan Ryan bergantian, kemudian menunduk. “Aku masih takut. Takut gagal lagi.” “Jangan lagi kamu fikirkan tentang Indra, Da. Sudah berapa kali aku bilang ke kamu, laki-laki breng sek itu nggak pantas untuk menikahi kamu. Untung saja kalian belum sampai menikah.” Aida bergeming. Indra. Ya, laki-laki yang setahun lalu hampir saja menikahinya. Kalau bukan karena ucapannya yang sangat merendahkan Aida saat ia berkumpul bersama teman-temannya itu, mungkin saat ini pernikahan mereka sudah berjalan setengah tahun lamanya. Undangan sudah dicetak, baju sudah dijahit, gedung sudah dipesan, tapi bagi Aida untuk apa memiliki suami yang tidak bisa menghargai dirinya sama sekali. Lebih baik malu diawal daripada menderita selama menjalani pernikahan. “Atau jangan-jangan kamu masih memikirkan Reza. Iya Da?" selidik Laras. "Da, sudah tiga tahun berlalu, kamu sendiri nggak pernah tahu gimana kabar Reza kan? Jangan-jangan dia sudah menikah disana dan kamu masih menunggu dia disini." sambung laras. Aida hanya mampu menghela nafas. "Lagi pula dia sudah membebaskanmu dari janji untuk menunggu dia kan? Ingat Da, usia kita semakin bertambah. Produktifitas kamu juga harus difikirkan.” Laras memperingatkan sahabat suaminya itu. Iya, umurnya sudah dua puluh lima sekarang. Sudah bukan usia yang muda lagi untuk seorang gadis single seperti dirinya. Reza Hardian, laki-laki yang pernah menghiasi kehidupannya selama tiga bulan. Laki-laki yang telah merebut dirinya dari Raihan, pacarnya terdahulu. Hidup ini memang tidak semudah yang dibayangkan. Empat tahun yang dijalaninya bersama Raihan, bubar karena kehadiran Reza. Sudah lama memang Aida mengharapkan ada sesuatu yang bisa memisahkan dirinya dan Raihan. Mungkin bagi orang yang melihat gampang saja, Aida cukup minta putus, dan selesailah hubungan mereka. Tapi tidak begitu bagi Aida. Ia adalah anak tunggal dari orangtua yang teramat sibuk dengan urusan perkerjaan. Bisnis dalam kota, bisnis luar kota, bahkan tak jarang bisnis antar negara. Sejak kecil ia selalu merasa kurang diperhatikan oleh kedua orangtuanya. Namun ia pun tidak pernah menuntut untuk diperhatikan. Ia membiarkan semuanya berjalan apa adanya. Hingga suatu saat ia bertemu Raihan dan berpacaran dengannya. Perhatian dan kasih sayang lebih yang ditawarkan Raihan membuatnya tidak ingin melepas Raihan hingga hubungan mereka melangkah teramat jauh, mendekati zina. Sudah berulang kali Aida meminta Raihan untuk berhenti, dan berulang kali pula lah Raihan menyanggupinya. Tapi apa daya, tugas setan adalah mengganggu hamba Allah, Raihan tidak pernah merealisasikan ucapannya itu. Lalu Reza datang, membantu Aida lepas dari belenggu nikmat sesaat itu. Saat itu Aida merasa dirinya bagai berada di tepi jurang. Kalau ia berbalik, maka yang dijumpainya adalah Raihan dengan segala kesesatan yang telah mereka bangun, tapi kalau ia terjun ke dalam jurang, ia akan bertemu Reza dan segala cemoohan dari keluarga, tetangga, dan sanak familinya yang sudah lebih dahulu mengenal Raihan. Dan ia akhirnya memilih masuk ke dalam jurang untuk dapat terbebas dari Raihan, walau di bawah tekanan sudah siap untuk menemuinya. Sialnya ia dan Reza juga terjebak dalam lumpur yang sama dengan saat bersama Raihan. Mereka tergoda dengan nafsu dunia. Aida yang sudah pernah menyecap madu kasih ternyata tak kuat menahan goda tanpa sentuh kasih dan sayang seorang lelaki. Namun kali ini Reza tidak ingin berdiam lebih lama di kubangan lumpur itu. Ia memutuskan hubungan mereka untuk hari yang lebih baik. Ia meyakinkan Aida bahwa yang telah mereka lakukan belumlah pantas untuk dilakukan. Walau belum pada tahap layaknya berhubungan suami istri, namun tetap saja dosa besar telah mereka lakukan. Bukan mudah bagi Aida untuk kembali menyakinkan diri bahwa ia mampu berubah. Namun support dan penguatan Reza yang terus menerus membuat Aida merasa yakin bahwa ia akan mampu melewati hal itu. Aida bersyukur untuk itu. Bersyukur untuk mengikuti setiap perkataan baik Reza. Setidaknya Reza telah banyak mengajarkan hal baik padanya. Mengajarkannya untuk memperbaiki diri sebagai bekal menjadi istri yang shalihah. Mereka bangkit dengan segala luka yang mereka miliki, meminta pengampunan pada Sang Maha Pengampun. Walau Aida harus kehilangan semua perhatian lebih yang tanpa sadar selalu ia harapkan dan tidak pernah didapatkannya dari kedua orangtuanya, Aida memutuskan untuk menyetujui perpisahan itu. Reza pernah berjanji ketika ia siap nanti, ia akan datang menemui orangtua Aida dan melamar Aida. Sebagai gantinya, Aidapun berjanji akan menunggunya dengan setia sampai saat itu tiba. Namun, manusia hanya bisa berencana, Allah juga lah yang menentukan. Berbulan-bulan kehilangan kabar dari Reza, akhirnya kabar itu datang. Reza memberitahu Aida bahwa ia tidak bisa memenuhi janjinya. Ia juga melepaskan Aida dari tanggungjawab untuk menunggunya. _____ . Aida memunguti pakaiannya yang terlihat tak layak pakai lagi setelah beberapa kancing terlepas dan tampak sobekan dibagian lengan bajunya setelah apa yang dilakukan suaminya beberapa menit yang lalu. Ucapan Reza masih terngiang jelas di telinganya. Ia adalah istri yang telah dibeli suaminya sendiri. "Ohh Allah, mengapa begini sekali nasib ku..." ucapnya lirih sambil mencoba melangkahkan kaki keluar dari kamar yang sudah pasti menyeramkan dan akan membuat trauma dirinya walau hanya sekedar melihat pintunya saja. Aida berjalan terseok menuju kamarnya dengan menahan pedih dipusat tubuhnya karena mahkota sucinya terenggut dengan paksa, walau oleh suaminya sendiri. Wajahnya tampak mengerikan dengan rambut yang berserakan karna terlepas dari ikatannya. Segera ia tarik baju daster berlengan panjang miliknya dari lemari lengkap beserta dalaman dan celana panjang pelengkap, kemudian berbegas menuju kamar mandi yang syukurnya berada di dalam kamarnya. Ya, dia dan Reza sang suami memang tidur di kamar terpisah. Setelah sah menjadi suami istri selama hampir dua bulan menjalani pernikahannya, cium tangannya ketika selesai akad lah yang menjadi satu-satunya sentuhan fisik yang telah mereka lalukan. Reza langsung membawanya kesini, ke kampung halamannya, tempat sang suami bekerja, tepat sehari setelah akad nikah dan resepsi mereka berlangsung. Aida yang pasrah hanya bisa menuruti dan meyakinkam sang mama untuk melepasnya walaupun hatinya sendiri begitu berat melepas rumah tempat ia telah dibesarkan selama ini. Aida menggelar sajadah dan memakai mukenahnya setelah keluar dari kamar mandi. Ia bersimpuh diatas sajadah sholatnya setelah sebelumnya melakukan sholat taubat, mengadukan segala keluh kesahnya, mengeluarkan segala rintihan hatinya atas apa yang baru saja terjadi padanya. "Ya Allah.... apakah memang aku layak diperlakukan seperti ini? Inikah hukuman atas dosa-dosa yang telah ku lakukan di masa lalu?... Allah, sungguh berat dan sakit Yaa Allah... Kenapa tidak Kau cabut saja nyawaku ketika suamiku tega melakukan itu padaku? Apa aku memang sehina itu sehingga pantas diperlakukan seperti barang yang telah dibelinya?" Aida meringkuk diatas sajadah dengan memeluk tubuhnya sendiri. Ia tergugu, stok airmatanya seolah berlimpah untuknya dapat menangisi kejadian satu jam yang lalu. "Allah, bolehkah aku membencinya? Aku tak sanggup walau hanya sekedar melihatnya..." ujarnya sebelum akhirnya tertidur. . _____
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD