PART 9

1165 Words
"Bang Jimmy kalau pesan kopi sama pisang goreng keju di sini ya, Mpok?" ujar Nadia, yang tiba-tiba saja datang hanya mengunakan piyama tidur bertali satu. Di lehernya terdapat beberapa tanda kemerahan yang sudah hampir berubah menjadi ungu, dan Jenny bukan tidak tahu jika itu adalah akibat dari gigitan seseorang. "Ba..bang Jimmy?" namun ia sedikit kaget saat wanita itu menyebut nama tersebut, sehingga itulah yang keluar dari pita suaranya. "Iya, Bang Jimmy Waluyo. Gue disuruh pesan kopi sama pisang goreng ke warung kopi di bawah Rusun. Karena dari tadi gue nggak ngeliat warung kopi lain selain yang ini, makanya gue tanya ke Mpok. Bang Jimmy biasa pesan kopi sama pisang goreng yang modelnya kayak apa?" jelas Nadia, yang sibuk mengutak-atik ponselnya, "Nih, Bang Jimmy yang ini. Mpok kenal, kan? Katanya dia sering pesan kopi sama pisang goreng disini, jadi tolong sekarang buatin yang kayak begitu juga. Oke?" lanjut Nadia, memperlihatkan foto Jimmy. Hal itu jelas membuat Jenny kaget bukan main, karena matanya melihat jelas jika Jimmy sedang bertelanjang d**a dan memeluk Nadia. Jenny juga yakin foto tersebut baru saja diabadikan, karena piyama tidur yang Nadia pakai pun masih sama. Tentu saja dengan bercak kemerahan yang juga sama seperti di dalam gambar. "Lho kok diam aja, Mpok?! Budeg, ya? Cepetan bisa nggak sih?! Bang Jimmy tuh laper efek gue ajak main dari malam kemarin sampai subuh tadi. Makanya pisang goreng keju sama kopi susunya harus cepet, biar gue boleh minta nambah satu ronde lagi! Egh, si Mpok malah bengong. Niat jualan nggak sih sebenarnya?" sinis Nadia, menyadarkan Jenny. Alhasil si pemilik warung kopi pun segera terbangun dari segala prediksi negatif tentang Jimmy, memberi senyum terpaksanya dan langsung membalikkan badan. Kini tangannya dengan cekatan mencampur kopi dan gula ke dalam sebuah gelas, sebelum akhirnya ia nambahkan s**u kental manis putih ke dalamnya. Ia bersiap ingin membubuhkan air panas ke dalam gelas tersebut, namun bunyi handphone Nadia membuatnya sedikit terusik. "Hallo, Bang Jimmy? Ini loh pesanannya masih dibuat sama--" "ARGHHH... Panasss...! Aduh, duhhh... Tangan akuuu..." Sampai-sampai saat ia menekan tombol pada dispenser, punggung tangannya yang mulus pun harus terkena kucuran air panas, akibat mata Jenny yang terus menatap ke arah Nadia berdiri. Alhasil luka pun tergambar di punggung tangan Jenny, tentu saja setelah sang pemilik warung dibawa ke puskesmas terdekat oleh Mak Ratna dan beberapa tukang online yang mangkal tak jauh dari warung kopi tersebut. ??? "Jenny gimana Mak kabarnya?" tanya Jimmy yang baru saja mengantar Nadia ke tempat magangnya. Warung kopi kembali dibuka oleh Mak Ratna, setelah mereka berdua pulang dari puskesmas terdekat. "Tangannya melepuh gitu, Nak Jimmy. Kasihan Emak ngelihatnya," sahut Mak Ratna sibuk memarut keju untuk pisang goreng keju pesanan Jimmy. "Parah nggak, Mak?" "Ya, gitu deh. Menurut Emak sih parah. Soalnya si Jenny sampai menangis gitu. Padahal pas dipencet-pencet tangannya sama perawat di Puskesmas tadi, dia nggak nangis gitu. Cuma pas sampai di Rusun? Egh, dia malah mewek nggak jelas sambil matiin handphone-nya," jawab Mak Ratna, tanpa ditutup-tutupi. "Kenapa emangnya, Mak? Dia ada masalah lagi sama calon Suaminya yang semalam datang itu?" "Lho! Semalam emangnya Nak Jimmy jadi datang? Emak tunggu-tunggu kok nggak nongol juga? Kan si Januar sama Jenny nggak jadi nikah. Dia--" "Apa?! Emak serius mereka nggak jadi nikah?!" pekik Jimmy berdiri dengan kasar dari kursi panjang di depan warung. "Ya iya dong. Emak kan nggak setuju sama si Januar. Jadi semalam waktu dia datang sendirian dan nggak bawa orang tuanya atau keluarga gitu? Emak langsung ngomong deh semua uneg-uneg dalam hati Emak tentang sikap si Januar geblek itu," jelas Mak Ratna selesai menaburi s**u coklat kental manis ke atas pisang goreng keju. "Lha tapi kan semalam mereka cium-ciuman gitu, Mak! Jimmy pas datang, egh nggak sengaja ngeliat tuh cowok cium bibir Jenny. Terus juga--" "Alah! Nak Jimmy ini nggak kekinian banget deh ach. Itu tuh palingan cuma ciuman perpisahan aja kali! Kayak yang di film-film bioskop jaman sekarang," celetuk Mak Ratna mulai mencampurkan kopi ke dalam gelas, " Apalagi mereka itu kan udah pacaran lama. Terus juga udah sampai di tahap tunangan dan rencana mau menikah. Malah sampai batal tiga kali lagi. Nah, pas yang keempat kalinya ini? Emak turun tangan deh. Emak pasang muka garang di depan si Januar. Terus emak bilang nggak ridho kalau Jenny punya Suami model si Januar itu, egh tuh bocah main manut-manut aja." "Jadi dia juga rela gitu ngelepasin Jenny, Mak?" tanya Jimmy, memastikan berita itu lagi. "Ya iyalah! Masa ya iya dong! Mana ada kan laki-laki serius kalo modelnya kayak begitu?" sahut Mak Ratna berbalik ke samping dan mengucurkan air panas dari dispenser ke dalam gelas kopi, "Kalau dia emang serius? Ya dia bantah dong omongan Emak semalam. Ini apaan? Nggak sama sekali! Emak tinggal deh mereka berdua habis itu sanking kesalnya," jelas Mak Ratna panjang lebar. Bersamaan dengan selesainya ucapan Mak Ratna, Jimmy pun merasakan kembali bunga-bunga bermekaran dari dalam hatinya dan ia pun segera mengeluarkan selembar uang lima puluh ribu di sana. "Mak, ini ongkos pisang goreng sama kopinya. Titip dulu di sini ya, Mak Sayang? Nanti aja baru Jimmy makan," ujar Jimmy meletakkan uang tersebut di atas toples kerupuk. "Egh, tapi ini udah jadi kali! Beneran nih nggak mau di makan?" sahut Mak Ratna mencoba mencegah kepergian Jimmy. "Nggak usah, Mak! Nanti aja. Jimmy mau ketemu sama Jenny aja di Rusun Emak. Boleh 'kan, Mak?" "Lha! Nak Jimmy tau dari mana si Jenny ada di Rusun? Kalau nggak ada gimana?" sahut Mak Ratna menggodanya. "Tadi Jimmy lihat pas Emak sama Jenny pulang dari puskesmas naik bajaj itu kali, Mak. 'Kan Jimmy tungguin di pengkolan ojek sono sambil tanya-tanya siapa yang anterin Mak berdua tadi ke Puskesmas," ujar Jimmy sukses membuat Mak Ratna semakin terkekeh, "Jadi gimana nih, Mak? Boleh 'kan Jimmy nengokin Jenny?" "Pake tanya lagi. Ya, boleh dong. 'Kan Nak Jimmy calon Suami si Jenny. Masa sama calon Menantu Emak kagak kasih izin?" sahut Mak Ratna memainkan dua alis matanya, "Ya, udah gih sono. Nak Jimmy bujuk deh si Jenny. Kali aja dia masih kepikiran sama si Januar geblek itu, makanya bisa mewek tadi. Secara 'kan mereka pacarannya lama tuh. Ajakin dia ke mana kek kalau perlu. Anggap aja buat nepatin janji yang kemarin. Asyik, kan?" lanjut Mak Ratna membuat senyum Jimmy semakin mengembang seperti layar perahu pinisi. Maka dengan bermodal kejujuran Mak Ratna, Jimmy pun berlari menuju ke lantai empat. Tentu saja bersama luapan perasaan aneh yang terus bergemuruh dalam d**a. Sampai-sampai pergulatan panas yang Nadia berikan semalam dan membawanya ke surga dunia pun terlupakan begitu saja dari otak Jimmy. Sayangnya hal tersebut sama sekali tak bisa di lupakan oleh seorang Jennytha Junitha. "Dasar laki-laki brengsekkk...! Seharusnya gue nggak usah percaya sama semua omongannya dia! Sekali penjahat kelamin ya tetap aja bakalan terus jadi penjahat kelamin! Ngapain sampai harus gue mewek gila kayak begini! Brengsekkk....! Bang Jimmy brengsekkk...!" Karena nyatanya kini Jenny sudah mendirikan tembok besar, atas sikap teledor yang tak sengaja Jimmy lakukan. "Gue nggak akan pernah mau punya Suami kayak elo, Bang Jimmy! Gue kagak pernah rela kena penyakit kelamin karena ketularan sama Abanggg...!" ???????????? To be continue...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD