Pactum | 1

1024 Words
Di sebuah store jam tangan mewah di pusat perbelajaan ibu Kota, sedang terjadi keramaian yang mengundang perhatian semua. Wanita dengan postur tubuh ideal itu menjadi tontonan orang-orang yang sesekali sambil berbisik dengan teman di sebelahnya. Membicarakan apa yang sedang mereka lihat sekarang. "Saya serius, saya adalah istri pemilik mall ini!" Wanita itu berucap pasti penuh penekanan. Wajahnya yang datar, memicing tajam penuh intimidasi pada orang di sekitarnya. Dia bernama Natasya Lie Adelard, satu-satunya keturunan dari keluarga Adelard. Wanita di sisi sebelah kiri Natasya menggeleng dengan tatapan remeh juga senyuman miring khas dirinya. "Kalian semua percaya? Aku yang mengenal wanita ini dari jaman sekolah pun tak pernah mau percaya, dia pembohong!" kompornya lantang agar semua orang percaya. Wanita satu ini bernama Chika, musuh bebuyutan Natasya sejak jaman mereka duduk di bangku sekolah menengah atas. Selain dari persaingan sesama pecinta barang mewah dan hidupnya suka hura-hura, penampilan serta pasangan juga saling tak mau kalah. Natasya menggertakkan giginya, dia langsung melangkah cepat ke arah Chika, mendorong wanita itu hingga menabrak dinding. Mencakar lengan dan memberikan tonjokan kasar hingga ujung sudut bibir Chika berdarah. Para pegawai store jam tangan mewah yang tak sempat melerai itu hanya bisa kaget dan menganga kemudian memisahkan dengan segera. Chika memberontak, dia ingin menyerang Natasya balik--tak mau kalah dan dipermalukan sedemikian rupa, namun satpam sudah menjauhkan jarak mereka. Kedua wanita bar-bar ini di amankan dulu agar tak membuat kekacauan lebih berantakan. Tidak lama setelah Rara di pojokkan ke ujung ruangan, seseorang datang dengan beberapa orang pengawalnya berbadan besar dan serba hitam. Orang-orang memberikan jalan untuknya, segera melakukan penyambutan. "Ken ...!" panggil Nastasya segera berniat melangkah ke arah Kenan--suaminya. Namun baru satu langkahan, satpam kembali menarik lengannya, menyuruh tetap di tempat. Satpam itu tidak ada yang percaya jika Natasya istri Kenan, sama sekali tidak terdengar berita mengenai keturunan putra nomor satu di ibu Kota ini sudah menikah--kendati umur sudah tak bisa dibilang muda lagi. Semua orang yang mengenal Kenan nampak memberikan sapaan hormat. Kenan mendekati Natasya, dia memijit pelipis tanda sudah sangat pusing kepalanya mengurus istri yang tidak pernah dalam setiap harinya tidak membuat ulah dan keributan di mana-mana. "Pulang!" pelan namun sangat tegas. Kenan mencekal tangan Natasya, menyeret paksa wanita itu untuk meninggalkan store jam tangan tesebut. Salah seorang yang berada di mall itu menghubungi Kenan, memberitahu kejadian ini. Natasya menggeleng. "Ken, aku ... aku mau jam tangan itu, sebelum si setan Chika membelinya. Tolong bayar dulu, kita bawa pulang jamnya." Penuh harap, Natasya meminta Kenan melakukan p********n untuk jam tangan yang hanya ada beberapa tersedia di Indonesia. Jam mewah itu kini tersisa satu--stoknya memang terbatas sekali, Natasya harus memilikinya. "Tidak!" Dengan rahang mengeras, Kenan kembali membawa Natasya pergi dari kerumunan manusia. Kenan memberitahu kepada para pengawalnya untuk membereskan kekacauan ini tanpa ada yang tersisa sedikit pun masalahnya. "Kenan, stop!" Natasya berusaha melepaskan cekalan Kenan, memohon bagaimana pun caranya. Namun kekuatan Kenan lebih daripada Natasya, wanita itu hampir saja terhuyung. "Tasya???" gertak Kenan memberikan tatapan setajam belati agar wanita itu tak membuat ulah lagi. Apa susahnya ikut dengan Kenan ke rumah mereka tanpa harus melakukan penolakan? Karena Natasya masih keras kepala dan tak mau mendengar perkataan Kenan, akhirnya pria berbadan besar dengan cambang tipis pada wajahnya itu mengangkat tubuh Natasya seperti layaknya karung beras. Membawa keluar dari pusat perbelanjaan tanpa memberikan celah Natasya melakukan perlawanan apa pun lagi. "Duduk yang benar, menyusahkan sekali!" Kenan melempar Natasya ke jok penumpang di samping jok pengemudi. Kemudian cepat mengitari mobil dan meninggalkan area parkir. "Ken, aku mau jam tangannya!" Natasya masih membujur, dia berusaha ingin kembali lagi ke store itu. "Aku ingin memilikinya. Hanya aku yang boleh membelinya sebelum keduluan si sialan itu!" "Bisa diam?!" "Tidak bisa. Aku mau ke store itu lagi! Tolong setidaknya bilang sama pengawal kamu, bayarlah jam tangan itu untukku." Kenan tidak mendengarkan, dia malah semakin menambah laju mobilnya, membuat Natasya takut dengan napas turun naik. "Ken, pelan-pelan aja. Aku tidak mau mati, aku belum siap!" pekik Natasya mencengkram lengan Kenan yang terbalut jas berwarna navy. Sesampainya di kediaman mereka, Natasya menyandarkan kepala dengan kasar ke kepala jok mobil dengan memegangi dadanya yang rasanya sudah meledak. Jantungnya seperti melompat ke perut saking gugupnya. "Kenan si tua bangka sinting!" pekik Natasya dari salam mobil, Kenan sudah keluar dan memasuki rumah tanpa mau menunggu dirinya. Kurang ajar sekali punya suami seperti Kenan, menguji kesabarannya sekali! "Nona Tasya, apa baik-baik saja?" tanya Damian, tangan kanan Kenan, orang kepercayaan nomor satu yang telah bekerja cukup lama pada Kenan. Satu-satunya yang paling Kenan percaya dan bisa diandalkan kemampuannya untuk berbagai macam hal. Natasya memicingkan mata, mendengkus kesal pada Damian. "Baik saja, baik saja! Apa kamu tidak melihat aku hampir saja mati gara-gara Tuanmu yang oon itu?" decak Natasya tak kira-kira mengatai Kenan, padahal bagaimana pun perlakuan Kenan itu tergantung Natasya bersikap. Andai Natasya gadis yang manis, Kenan tak mungkin melakukan hal demikian. Damian hanya bisa mengelus d**a, sudah kebal dengan cacian penuh kesal dari Natasya dua minggu belakangan--setelah menduduki status istri Kenan. "Alangkah baiknya jika Nona tidak mengatakan hal itu lagi. Tuan Kenan pasti akan marah." "Kamu pikir aku peduli?" Rara memutar bola matanya jengah, mengangkat bahu seolah dirinya memang benar-benar tidak peduli sana sekali. "Tidak penting soal perasaan dia. Aku nggak suka Kenan, aku benci dia!" "Ya sudah ... Nona bisa masuk ke dalam, Bibi Iris telah menyiapkan makanan kesukaan Nona Tasya." "Aku sungguh tidak habis pikir dengan keadaan yang menimpaku sekarang. Bukannya hidup bahagia aku malah merasa seperti di penjara. Benar-benar memuakkan hidup seperti ini." "Nona Tasya akan menyesal mengucapkannya. Tuan Kenan orang yang baik." "Aku tidak percaya. Dia jahat, tega, aku tidak menyukai pria satu itu. Sangat buruk di mataku, tidak ada baik-baiknya sama sekali." Natasya kemudian beranjak meninggalkan Damian tanpa memberikan kesempatan pria itu berbicara lagi. Damian menggelengkan kepala melihat Natasya yang sudah berlalu begitu saja. Wanita itu begitu kekanak-kanakan, dan keras kepala. Kenan terlihat seperti seorang paman untuk Natasya, begitu kerepotan mengurus satu wanita dengan segala akal cerdasnya yang kadang tidak wajar sama sekali. Ketika Kenan berkata tidak boleh, bagi Natasya sangat cemen jika dia tidak melanggarnya. Ini adalah kisah Natasya dengan segala takdir hidupnya yang katanya begitu memuakkan. Benarkah? *** Cerita baru nih! Gimana, suka sama pembukanya? Udah bikin penasaran belum?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD