6. Jangan kasar pada wanita!

2160 Words
Waktu kini semakin larut, usai Zen menyelesaikan misi pertamanya bersama Runa. "Gajinya langsung masuk di aplikasi, kan. Tinggal dicairkan kapanpun kamu mau." "Sekarang, kita ke asrama saja. Kamu belum lihat tempat tinggal baru kamu, kan. Yuk!" Malam itu Zen yang diajak ke asrama paraNORMAL pun semakin berdebar-debar. Ia tidak sabar akan tempat tinggal barunya tersebut. "Bekerja sebagai paraNORMAL, mendapatkan gaji pertama, mobil yang cukup mewah, sekarang asrama," gumam Zen yang sungguh sudah tidak sabar melihat tempat tinggal barunya. Melihat Zen yang senang dengan segala pengalaman barunya membuat Runa tersenyum simpul. "Aku juga dulu begitu. Sangat senang begitu resmi bergabung dengan paraNORMAL." Brrrrrruuuum ... Mobil baru Zen pun melaju dengan gagah, Zen pun menambah sedikit kecepatan mobilnya. Mempercepat mereka sampai di alamat yang diberikan oleh Runa. "Beneran di sini Run?" Zen menganga takjub. Begitu mereka turun dari mobil ke sebuah gedung apartemen mewah di kota tersebut. Gedung yang sudah cukup dikenal sebagai tempat elit yang tidak sembarangan orang bisa masuk. Tempat itulah yang dikatakan Runa sebagai tempat tinggal barunya. "Kalau tidak dengan citra mewah, elit, atau kalangan tertentu. Tentu saja akan merepotkan jika banyak orang yang berada di sini. Lagian kita ini kan memang bukan orang sembarangan Zen," jelas Runa lagi. Mengingat jika mereka memanglah manusia paraNORMAL tentu saja, mereka bukanlah orang sembarangan. "Semua yang tinggal di sini paraNORMAL jadi kamu bisa bicara leluasa di sini. Peraturan di sini sangat ketat. Kamu harus ikuti semuanya jika ingin selamat. Akan aku kirim peraturan asramanya melalui pesan chat nanti." "Jangan pernah berpikir untuk melanggar satupun peraturan asrama ini. Terutama membawa orang luar. Itu sangat dilarang keras mengerti!" Tanpa disadari, Zen sudah tiba di lantai sebelas apartemen tersebut. "Nah, itu kamar kamu. Sementara hanya ada tempat tidur dan lemari. Kamu bisa mengisinya sesuka hati kamu nanti." Runa menunjuk ke suatu kamar begitu mereka keluar dari elevator gedung tersebut. Zen mengangguk keras setiap perkataan Runa usai. Ia terlihat sangat antusias juga bahagia. Zen sangat tidak sabar dengan tempat tinggal barunya. "Kamar aku ada di depan kamar kamu," sambung Runa lagi yang disambut lirikan mata Zen yang penuh rasa heran. "Tidak usah memasang tampang heran begitu. Ini memang asrama campuran tidak ada diskriminasi disini. Semua sama, ras, gender juga agama. Karena kita semua sama. Sama-sama paraNORMAL yang memiliki tugas yang sama pula." Runa kembali menjelaskan. "Partner memang diberi kamar yang berdekatan. Partner itu sama dengan setengah nyawamu. Hmm.. Coba sini, berikan tangan mu ..." Runa langsung meraih tangan Zen yang langsung di ulurkan olehnya. Ia meletakkan tangannya pada telapak tangan Zen. Seketika dari telapak tangan mereka terlihat seutas benang putih. Simbol keanggotaan mereka sebagai paraNORMAL itu bercahaya putih terang. Tali tersebut terulur sesuai panjang jarak tangan Runa dan Zen. "Ini kemampuan dari Tuan Guntur. Jika sesuatu terjadi pada salah satu di antara kita. Simbol ini akan memberikan sinyal. Oleh karena itu, kita tidak boleh bekerja terpisah. Alasan ini juga kenapa paraNORMAL bekerja berpasangan. Salah satu sebabnya benang putih partner ini tidak bisa dihubungkan lebih dari dua orang." "Kemampuan tuan Guntur ini lah yang membuat seluruh paraNORMAL bersatu. Simbol ini juga berperan sebagai GPS untuk kita. Tuan Guntur akan terus bisa menemukan kita di mana pun, jika kita diculik ke dalam dunia iblis sekalipun." Runa menjelaskan panjang lebar. "D-dunia iblis," suara Zen bergetar. Terlihat jelas raut wajah cemasnya. Ia pasti tengah membayangkan dunia asing yang menyeramkan. Runa tersenyum kecil memandangi Zen yang ketakutan sambil berkata, "Haha.. sudahlah.. jangan terlalu dipikirkan." "Runaaaaa ..." tiba-tiba saja Renji menghampiri Runa dan menarik tangan Runa dengan sedikit kasar. "Hei ..." dengan sigap Zen memegang lengan Renji dan menatap tajam ke arahnya. "Jangan kasar pada wanita!" teriak Zen lagi dengan tatapan tidak bersahabat. Renji terlihat kesal. Pasalnya hubungannya dengan Runa bukanlah di katagori siapapun berhak ikut campur. Renji pun membalas tatapan tajam Zen. "Aku dengar kamu punya partner. Apa dia partner kamu?" tanya Renji pada Runa dengan masih menatap tajam Zen. Runa meraih tangan Zen yang berada di atas tangan Renji dan mencoba melepaskan genggaman tangannya. Renji tersenyum kecil melihat hal itu. Namun Runa kembali mendelik ke arah Renji, "Kamu juga lepas" titahnya yang secara otomatis membuat Renji melepaskan genggaman tangannya. Akhirnya mereka semua berkumpul di dalam kamar Zen. Zen yang mukanya tengah kagum pada mewahnya tempat tinggal barunya, kini justru dirundung rasa kesal. Runa sedikit menjelaskan kronologi pertemuannya dengan Zen hingga ia berakhir menjadi partnernya. "Itu adalah keputusan tuan Guntur, menjadikan Zen sebagai partner aku," imbuh Runa di akhir ceritanya. "Kamu, kan tidak pernah mau bekerja bersama partner. Tapi kamu tidak menolaknya?" Renji menunjuk ke arah Zen. Kesal karena Zen di tunjuk dengan penuh emosi oleh Renji. Zen yang tidak mau kalah itupun berkata, "Bagaimana pun, partner Runa adalah aku. Kami bahkan tadi sukses menjalankan misi." "Apa? Kamu tadi menyelesaikan misi bersamanya?" "Tentu saja. Lihat nih ..." Zen menunjukkan ponselnya. Jelas terlihat di aplikasi tersebut jika Zen dan Runa menyelesaikan sebuah misi. Zen benar-benar menyelesaikan tugas pertamanya. "Runa, kamu nyuruh anak baru yang baru siap registrasi untuk langsung bekerja tanpa melatihnya terlebih dahulu?" nada suara Renji mendadak berubah. "Iya, iya ... aku menyesal. Aku berencana melatihnya besok. Itu memang salah ku!" ucap Runa. Sangat beresiko jika orang yang tidak tahu apa-apa tentang paraNORMAL jika langsung berhadapan dengan makhluk gaib dan melakukan pembasmian begitu saja. Mereka bisa benar-benar mati. Pada dasarnya, Runa tidak pernah mengurusi anak baru di aliansi. Biasanya dia selalu bekerja sendirian. Bahkan Renji pun ia tolak sebagai partnernya. Namun, pemintaan tuan Guntur yang tiba-tiba tidaklah bisa di tolak oleh Runa. Runa menyadari kesalahannya saat Zen menghadapi hantu cermin tadi. Ia tahu bisa saja Zen ikut terhasut oleh hantu cermin tersebut. Namun, melihat hantu itu melebur begitu saja. Runa pun menyadari jika ada sesuatu pada Zen yang benar-benar harus digali olehnya. Ditengah omelan Renji. Runa pun akhirnya memotong ucapannya, "Ren, sudahlah.. lagian kan dia sudah resmi jadi partner ku." "Kenapa kali ini kamu tidak menolak?" Renji menatap mata Runa dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "Renji! Kali ini, permintaan dari Tuan Guntur langsung. Kamu pikir aku segila itu, menolak mentah-mentah permintaan dari Tuan Guntur. Kondisi Aliansi kita juga sedikit kesulitan. Bukan saatnya aku untuk bermanja-manja lagi." Runa kembali menegaskan. Meski dirundung rasa kesal. Renji hanya bisa diam. Pasalnya apa yang di katakan Runa ada benarnya. Karena tidak bisa membantah lagi ucapan Runa. Renji akhirnya meninggalkan Runa dan Zen begitu saja di tengah omelan dari mulutnya yang tiada henti. "Tidak usah terlalu didengarkan. Besok aku akan melatih mu. Aku benar-benar minta maaf sudah langsung membuatmu bekerja sebelum menjelaskan apapun. Aku malas berteori tapi jika melihat performa mu tadi. Aku benar-benar menyadari kesalahan ku. Aku minta maaf setulus hati." Runa membungkukkan kepalanya ia tampak benar-benar menyesal. Meski tidak terlalu faham. Zen hanya berkata dengan santainya jika, "Itu tidak masalah, toh kita menyelesaikan tugas kita dengan baik kan. Kamu juga bilang jika ada apa-apa kamu akan membantuku. Lagian itu hantu biasa seperti yang kamu bilang. Pasti itu hantu kelas teri yang bisa kamu habisi seketika jika sesuatu terjadi. Aku juga ternyata menghadapi hantu itu dengan mudah" ucapnya sambil tersenyum lebar. Seolah, itu bukanlah apa-apa. Mendengar hal tersebut Runa semakin terdiam. Ia justru merasa semakin bersalah, "Aku benar-benar terlalu menganggap remeh. Jika saja ia tahu apa yang ia hadapi. Apa dia masih bisa berkata santai begitu?" gumam Runa yang hanya bisa memandang Zen. "Baiklah, sekarang istirahat saja. Besok pelatihan kamu akan dimulai. Mungkin saja, besok akan jadi hari yang sangat melelahkan untukmu." Runa pun pamit dari kamar Zen saat itu juga. Zen kembali merenungkan apa yang ia hadapi hari ini. Pengalaman pertamanya yang penuh kesan. Ia benar-benar bangga akan dirinya saat ini. "Ayah, ibu.. lihatlah, sekarang dari mata ini pula lah aku bisa di sini. Ini pertama kalinya aku merasa benar-benar berguna memiliki mata seperti ini dan tidak dianggap sebagai orang aneh." Kenangan saat dirinya ditolong oleh Runa saat menghadapi siluman, serta kenangan saat ia bisa dengan mudah bernegosiasi dengan hantu cermin tersebut terlintas jelas di pikirannya. Senyumnya merekah. "Mereka tidak memandang aneh diriku. Mereka justru menganggap aku berharga," gumam Zen lagi yang mengingat jika Aliansi paraNORMAL justru sangat membutuhkan orang-orang yang memiliki kemampuan khusus seperti dirinya. Keesokan harinya, Runa mengetuk pintu kamar Zen dengan cukup keras. Ia memang lupa mengatakan jam pelatihan Zen dimulai. Tapi ia tidak menyangka jika Zen masih tidak ada kabar sampai jam sembilan pas pagi itu. "Anak itu, benar-benar punya hobi terlambat." Butuh waktu hingga 30 menit lagi, untuk Zen benar-benar selesai dengan urusan pribadinya. Ia berkali-kali meminta maaf dan Runa pun tak bisa berkata apa-apa. Ia juga salah karena tidak mengatakan jam janjian mereka. "Jadi, apa saja yang kini sudah kamu pahami tentang makhluk gaib? Kamu juga sebelumnya bekerja sebagai 'paranormal' kan" Runa memulai sesi pelatihan Zen dengan pertanyaan sederhana mengenai pemahamannya tentang makhluk gaib. Zen tertawa kecil mengingat kenangannya sebagai paranormal gadungan sebelum ia masuk menjadi anggota Aliansi paraNORMAL. Perlahan Zen menjelaskan jika ia hanya sekedar mengetahui jika makhluk gaib itu selayaknya orang awam ketahui. Roh orang mati yang seharusnya tidak ada di dunia ini atau makhluk kasat mata yang sebenarnya tidak berasal dari dunia ini. "Lalu, apa bedanya hantu cermin itu dengan siluman waktu itu, Run?" tanya Zen lagi yang merasa bingung dengan istilah siluman dan hantu. "Seperti yang kamu bilang. Hantu, setan, roh, apapun itu hanya sebutan dari kita untuk mereka. Di Aliansi paraNORMAL, mereka di golongkan dalam tiga katagori. Kelas rendah yang artinya tidak terlalu kuat, kelas menengah yang lumayan kuat, terakhir adalah kelas atas dimana makhluk gaib tersebut tidak akan mudah di basmi hanya dengan dua orang paraNORMAL saja." "Hantu bagi aliansi paraNORMAL termasuk kategori kelas rendah. Mereka tidak terlalu berbahaya. Hanya saja jika kita terhasut oleh mereka memang bisa cukup beresiko. Seperti hantu cermin kemarin. Ia menghasut manusia melalui pesona pada diri kita sendiri. Ia tak memiliki rupa. Hantu cermin mencuri rupa orang yang ada di hadapannya. Selayaknya cermin. Ia benar-benar mencerminkan dirimu. Kita bisa seperti Linda jika terhasut olehnya." "Sedangkan siluman, biasanya tergolong kategori menengah. Meski ada beberapa siluman yang masuk kategori kelas rendah dan kelas atas, tapi kebanyakan mereka masuk dalam katagori kelas menengah. Mereka sudah memiliki wujud. Mereka agresif dan tidak segan menyerang lawan. Tidak seperti makhluk gaib kelas bawah yang menggunakan ilusi, hasutan dan menakut-nakuti. Tapi jika di biarkan hantu juga berbahaya, kamu ingat kasus Linda saja sudah terjadi sebanyak sembilan kasus. Artinya dari sekolah itu saja sudah ada sembilan nyawa manusia." Runa menjelaskan panjang lebar. "Ketika kita mengambil sebuah misi, tertulis di keterangan level dari misi tersebut. Misi dengan Level B artinya untuk paraNORMAL level B ke atas yang mampu menangani kasus tersebut. Begitulah kira-kira!" tutur Runa lagi. "Bagaimana dengan makhluk kelas atas Run?" tanya Zen sambil menyeruput minumannya. Mereka memulai pelatihan dengan perbincangan ringan di kafetaria apartemen mereka. "Kelas atas lebih dominan diisi oleh bangsa iblis. Mereka tidak segan-segan membunuh kita paraNORMAL. Mereka juga mempermainkan nyawa manusia sesuka hatinya. Karena merasa kuat, bangsa iblis juga kerap memerintah makhluk gaib yang lebih lemah darinya untuk diperdaya." "Makhluk gaib tidak bisa tinggal di dunia manusia begitu saja. Mereka membutuhkan energi. Besar kecilnya energi tersebut menentukan kelas mereka. Roh orang mati yang gentayangan tidak mengumpulkan banyak energi. Hingga sekelas cenayang, perdukunan, paranormal biasa sudah bisa mengusirnya kembali ke alam akhirat sana. Tapi bagi yang punya niat buruk di dunia manusia. Mereka mengumpulkan banyak energi untuk membentuk diri mereka. Membentuk kekuatan mereka, membentuk wujud mereka." "Aku sudah bilang kan. Kita tidak benar-benar membunuh mereka. Kita manusia paraNORMAL diberi kemampuan untuk mengurai energi mereka. Ketika kita menghajar mereka. Kita ikut mencabik energi yang mereka kumpulkan. Jika energi mereka habis. Mereka akan terurai dan kembali ke alam mereka. Mereka yang tercabik oleh paraNORMAL akan kesulitan untuk mengumpulkan energi kembali di dunia manusia. Mungkin sekitar puluhan bahkan ratusan tahun mereka tidak akan bisa kembali ke dunia manusia." "Oh, begitu ..." Zen mulai paham mengenai paraNORMAL. Benar-benar suatu hal yang keren. Jauh berbeda dengan apa yang ia ketahui selama ini tentang dunia gaib. "Lalu, bagaimana kamu mengusir hantu cermin itu Zen? Bisa kamu ceritakan padaku? Aku hanya memperhatikan kamu dari jauh dan tidak ikut campur. Tapi melihat mu bisa dengan mudah membuatnya melebur. Aku ingin tahu lebih detail," tanya Runa dengan penuh rasa penasaran. "Aku hanya bernegosiasi. Seperti hal biasa yang aku lakukan dengan para Roh ketika menjadi paranormal biasa," kata Zen dengan santainya. "Negosiasi?" "Aku mengancam hantu cermin itu untuk memanggil kamu jika tidak mengatakan di mana Linda. Dia takut padamu, dan akhirnya menyerahkan Linda. Lalu sebagai ganti negosiasi aku mengatakan jika aku membiarkannya lolos kali ini. Selebihnya seperti yang kamu lihat dia melebur begitu saja setelah menyerahkan Linda." Zen kembali menerangkan. Memahami apa yang terjadi Runa kini paham. Bahwa hal sederhana juga bisa menjadi senjata, jika kita bisa menggunakannya dengan baik. Senyum Runa merekah. "Kamu hebat Zen, kamu memanfaatkan seluruh potensi yang ada pada dirimu dengan baik. Aku rasa Aliansi paraNORMAL menemukan negosiator yang hebat." Rasa bangga semakin menyelimuti Zen. Ia benar-benar merasa dihargai setelah sebelumnya hidupnya cukup sulit. Jangankan dihargai. Untuk di terima lamaran kerjanya saja sudah sangat sulit. Belum lagi, ia yang bisa melihat hantu itu kerap di cemooh dan dianggap aneh oleh masyarakat sekitar yang tidak mempercayai eksistensi makhluk gaib.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD