CHAPTER 5

1603 Words
Tayra mengikut saja di belakang sementara Abi berjalan lebih dulu di depan sedang berbicara dengan pegawai hotel yang mengantar mereka. Setelah dari restoran tadi, bukannya pulang Abi justru membawanya ke sebuah hotel yang terletak agak di pinggiran kota. Entah apa tujuan laki-laki itu. Malas melawan karena tak ada lagi tenaga, Tayra akhirnya pasrah, menurut saja. "Jika ada yang dibutuhkan, silahkan hubungi saya," kata pegawai itu ramah. Abi mengangguk. Ia kemudian menutup pintu, menghampiri Tayra yang sedang menikmati pemandangan dari jendela. "Ngapain sih ke sini?" "Emang orang ke hotel biasanya ngapain?" Abi membuka jam tangannya. Meletakkan di atas meja beserta ponsel. Ia kemudian hilang ke dalam kamar mandi. Begitu Abi selesai mandi, ia temukan Tayra sedang tidur. Belum benar-benar tidur memang karena Tayra masih memainkan ponselnya. Namun nampak ia sudah kelelahan. Abi mengacak rambutnya dengan tangan. Tayra masih sibuk memainkan ponsel. Sampai Abi naik ke atas tempat tidur. "Mau ngapain?" tanya Tayra begitu Abi mendekat ke arahnya. Abi tersenyum santai. "Ya mau peluk, mau cium. Emang mau apalagi?" "Ih nggak mau. Awas sana jauh-jauh." Tayra dorong Abi asal. Tapi Abi masih dengan santai kini justru sudah memeluk Tayra. Padahal dia masih pakai bathdrobe. "Lo ngapain nggak pake baju? Pake baju sana." "Gue tidur biasanya emang gini. Nggak pernah pake baju." "Ih apaan. Awas. Minggir." tayra menyingkap selimut dari badannya. Kemudian bangkit, turun dari kasur. "Abi pake baju lo!" "Nggak mau." Abi memeletkan lidahnya. Ia meraih ponsel di atas meja, kemudian bekrutat dengan benda mati itu. "Lo nggak mau mandi? Mandi sana. Bau." Tayra mendengus. "Nggak mau. Gue nggak bawa baju. Masa habis mandi pakai baju sama daleman ini lagi." "Udah mandi aja sana. Ntar biar gue yang urus baju." Tayra agaknya tergoda dengan janji itu. Badannya memang sudah lengket. Tadi sebelum pergi dia juga tidak mandi. Tayra akhirnya mengalah. Ia letakkan ponsel di atas meja nakas, kemudian masuk ke dalam kamar mandi. Abi tersenyum. Ia mengambil ponsel Tayra, entah melakukan apa. Abi kemudian meraih telepon hotel, menghubungi room service. Saat ke luar dari kamar mandi, Tayra tidak menemukan Abi. Kamarnya kosong. Memakai bathdrobe, Tayra beranjak untuk mengambil ponsel, mencoba menghubungi laki-laki itu. Tapi belum sempat Tayra mencari kontak Abi, matanya sudah lebih dulu melotot melihat banyaknya DM dan chat dari teman-temannya. Seketika emosi Tayra memuncak melihat apa yang sudah terjadi. Tayra mengeram menahan marah. Pintu kamar terbuka. Abi muncul. "Udah sel-" "Lo ngapain sama hape gue, hah? Abi sialan! Lo ngapain pake-pake post foto di instastory gue?!" Tayra geram, bersiap menyerang Abi. Tapi laki-laki itu sigap mengelak, menangkap tangan Tayra. Bukannya marah, Abi malah tertawa senang. "Hahahaha, wah cepat ya reaksinya. Berarti gue emang se famous itu ya?" "Abi b******k! Lo mikir nggak sih efeknya gimana? Lo foto kayak gini itu nggak cuma diliat temen gue doang. Dilihat kakak sama abang gue juga!" Abi tampak masih santai dan tenang. "Tenang aja. Nggak bakal dilihat mereka kok. Kan gue kirimnya ke close contact doang." Tayra masih tak terima. Dia mau bilang apa ke teman-temannya nanti? Apalagi Abi hanya pakai bathdrobe, rambut basah, dan lokasinya di kamar hotel. Tayra lelah bergulat. Ia kemudian duduk di pinggir kasur, menghapus segera instastory itu. Meskipun tak akan mengubah apapun karena sudah terlanjur dilihat teman-temannya. "GILA!" Tawa Abi berderai. "Tay, lo coba sehari aja gitu nggak ketus, nggak marah-marah, Pasti cantik banget. Makin lo marah gue makin gemes pengen gangguin lo." Tayra menatap Abi tajam. "Mana bajunya?" "Oh iya, soal itu. Hm, kayaknya lo emang harus pakai bathdrobe doang tidurnya malam ini. Soalnya persediaan di hotel itu yang buat ukuran badan mungil lo itu udah habis. Ada yang super large doang. Kalau mau cari keluar udah time limit. See, udah jam 1 dan nggak ada toko di sekitaran sini yang buka. Kalaupun ada di kota jaraknya 2 jam lebih." Tayra benar-benar kehabisan kata-kata. Ia mengepal tangan kuat, mengeram menahan marah dan rasanya ingin melempar Abi lewat jendela. "AGHHh!! Bisa gila gue lama-lama!" Tayra dongkol bukan main. "Ya santai aja. Tenang aja, gue janji nggak bakal ngapa-ngapain lo. Cuma tidur aja. Lagian badan gue capek banget. Tapi, kalau gue kelepasan ya sorry.." "Gue bunuh lo lagi tidur kalau lo macam-macam." Abi angkat kedua tangannya. Tayra menghela napas, kemudian naik ke tempat tidur. Mengambil tempat jauh ke pinggir.  "Jauh banget sih. Kan gue udah janji, Tay. Lo kalau jatuh patah tulang gue nggak tanggung jawab, ya.." "Diam!" "Ya udah." Abi ikut berbaring, kemudian mematikan lampu. "Good night, Tay." ... Tayra bergerak pelan saat merasakan sebuah tangan memeluk perutnya. Sesaat Tayra masih mengumpulkan kesadaran. Namun detik berikutnya ia langsung menjerit kencang membuat Abi yang tengah pulas tidur ikut tersentak paksa. "Abi b******k! Ngapain tangan lo hah?" Tayra memakai. Ia langsung memukul Abi membabi buta. "Tay, Tay, sakit, astaga. Tay, stop!" Abi menangkap tangan Tayra. "Sakit.." Napas Tayra menderu. Terlihat ia sangat marah. "Kenapa lo nggak pake baju? Kenapa gue kayak gini?!" Tayra memperbaiki bathdrobenya yang ikatan talinya sudah terlepas dan lengannya terbuka menampakkan bahunya yang telanjang tanpa apapun. Abi menatapnya sebentar kemudian membuang napas pelan. Kembali membenamkan wajah di bantal seolah apa yang baru saja Tayra katakan bukan masalah besar. "Gue pake kok," katanya santai. "Cuma tadi malam panas, makanya atasnya gue buka," ucapnya enteng. Tayra mengepal tangan. "Lo emang nggak bisa dipercaya!" Abi menghela napas lagi, kemudian memberikan Tayra perhatian sepenuhnya. "Gue nggak ngapa-ngapain lo, Tay. Sumpah. Coba aja jalan kalo nggak percaya." Tayra termagu beberapa detik. Apa hubungannya? "Ya kalo gue apa-apain lo gabakal bisa jalan," jelas Abi seolah bisa membaca isi pikiran Tayra. Spontan saja Tayra mengamuk mendengar kata-kata Abi. "Udah Tay, sakit. Badan gue merah-merah lo pukul.." "Setan!" "Ih pagi-pagi udah ganas. Bikin gue jadi pengen—" Bug.. Tayra hantamkan bantal ke wajah Abi. Ia kemudian segera turun dari tempat tidur. "b******k!" Maki Tayra sebelum hilang ke kamar mandi. Abi justru tertawa senang tanpa sedikitpun merasa bersalah. "ABIIIIII!!" Jerit Tayra dari dalam kamar mandi. Abi mengernyit. "Njir, teriakan cewek emang maut banget ya. Pecah juga gendang telinga gue.." Tayra muncul dari balik pintu. "Sialan lo ya! Emang nggak bisa dipercaya.." Tayra mengambil bantal, memukul-mukul Abi. Laki-laki segera bangkit, duduk di pinggir kasur untuk menahan pukulan Tayra. "Lo bilang nggak ngapa-ngapain! Kenapa ini merah-merah?!" Tayra tunjuk bagian leher hingga bahu dan tulang selangkanya. Abi menahan senyumnya karena tau Tayra sangat marah. "Ya dikit doang, Tay. Cuma kecup doang. Tapi sumpah, gue nggak ngelakuin lebih dari itu.." Tayra benar-benar lelah. Memukul Abi dengan bantal ternyata cukup menguras tenaganya. Perlahan pukulannya melunak sampai berhenti sepenuhnya. Tayra mundur sampai punggungnya membentur lemari. Abi menatap Tayra. "Tay, sorry ya. Ya gue kan normal, Tay. Itu udah bagus gue bisa nahan diri. Tadi malam itu lo ngigau pas ada petir, makanya gue peluk. Eh gue kelepasan.." Tayra terdiam. Mungkin Abi tidak bohong. Jika memang ada petir tadi malam, kemungkinan dia memang mengigau. Ia sangat takut pada petir. Tapi tetap saja.. "Tapi lo udah janji sama gue!" Abi menghela napas. Ia memakai bathdrobenya dengan benar kemudian bangkit. Ia dekati Tayra yang tidak beranjak. "Sorry, gue bener-bener minta maaf. Ok.." Tayra masih diam. "Tay.." "Gak usah pegang-pegang gue.." Abi mengangkat tangannya. "Ok, gue nggak akan pegang. Mending sekarang lo mandi, kita sarapan.." Abi mencoba bicara selunak mungkin. Tayra masih diam selama beberapa detik. Kemudian ia beranjak dari sana dan masuk ke kamar mandi. Abi menarik napas lega. "Untung.." ia mengelus dadanya. ... Selama makan, Abi lebih banyak diam. Tayra sepertinya sedang dalam mood yang sangat buruk. Biasanya Abi tidak perduli. Tapi hari ini Abi merasa lebih baik tidak merusak mood Tayra. Ia merasa mengganggu Tayra bukan ide yang baik. "Kemana lagi habis ini?" tanya Tayra datar tanpa mengalihkan pandangan dari piringnya. Abi mencibir pelan. Tayra mengabaikannya dan lebih memilih menatap piring padahal jelas-jelas dia lebih menarik ke mana-mana. Lihat saja beberapa pasang mata yang kini tengah menatapnya secara terang-terangan seperti ingin melahapnya hidup-hidup. "Lo maunya ke mana?" Abi niatnya bercanda, mencarikan suasana. Tapi.. "Pulang," jawab Tayra pendek. Abi menghela napas. "Tay, lo lagi pms ya?" Tayra tak menjawab. Abi belum berniat untuk pulang. Masih ada tempat yang ingin ia kunjungi. Berhubung sudah di sini, rugi jika mereka tidak singgah. Drtt.. drrtt.. ponsel Abi bergetar. Ia melirik layar tanpa minat, awalnya. Tapi kemudian raut wajahnya berubah dalam sekejap. Abi mengambil ponsel itu, kemudian bangkit dari duduknya dan pergi tanpa mengatakan apa-apa. Tayra menatap kepergian Abi dengan kening mengerut. Tapi kemudian ia sudah kembali cuek. Tidak memperdulikan apapun yang terjadi pada Abi. Tayra sudah bosan. Makanannya ia biarkan tergeletak begitu saja dengan masih banyak sisa di dalamnya. Sudah lima menit lebih Abi pergi dan belum juga kembali. Tayra memainkan ponselnya, mencoba mengusir jenuh. "Dia nggak mungkin ninggalin gue di sini, kan?" Gumamnya. Tayra membuka instagramnya, awalnya berniat memposting pemandangan indah di sekelilingnya. Tapi kemudian ia urungkan niat karena malas jika teman-temannya bertanya. Sudah cukup Abi membuat heboh tadi malam. Jangan sampai teman-temannya benar-benar mengira ia pergi jalan-jalan dengan Abi. "Tay, ayo," tiba-tiba Abi muncul. "Ke mana?" "Pulang.." Sejujurnya Tayra terkejut dan bingung. Tadi sepertinya tak ada tanda-tanda Abi ingin pulang. Lalu kenapa sekarang tiba-tiba? Tapi sudahlah. Tayra justru senang. Ia tak perduli ada apa. Yang penting ia bisa pulang. ... "Tay, jujur deh sama gue. Lo sama Abi ada apaan?" Tayra yang sedang membaca majalah sambil tidura menoleh, menatap Minda dengan ekspresi malas. "Kenapa lo nanya itu? Kan udah gue bilang nggak ada apa-apa.." "Terus yang kemaren itu?" Tayra menghela napas. "Panjang ceritanya, males gue ceritain. Intinya nggak penting." Minda menatap sahabatnya itu. "Lo yakin, Tay?" "Maksud lo?" "Ya, ini dugaan aja sih. Lo nggak berubah jadi nyaman kan sama Abi?" Tayra terkejut. "Gue? Nyaman sama Abi? Lo bercanda. Nggak mungkin.." Minda menghela napas kemudian ikut berbaring di samping Tayra. "Bagus deh kalau enggak. Lo harus ingat, Tay, dia bukan cowok baik-baik. Jadi jangan sampai lo suka sama dia.." Tayra mengangguk. Dia? Suka sama Abi? Tidak mungkin. "Itu bekas cupang sebanyak itu, gimana ceritanya?" tanya Minda tiba-tiba membuat Tayra tersedak ludahnya sendiri. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD