CHAPTER : 1
Tayra sedang berkumpul dengan teman-temannya saat tiba-tiba Minda menunjuk seseorang yang baru turun dari sebuah mobil sport.
"Tuh dia."
"Siapa?"
"Erbian Agala."
"Oh dia. Emang dia siapa, sih?"
"Super hot King-nya kampus ini. But, we called him bastard. Hot bastard," jelas Minda.
Tayra menghela napas. "Hmm, ya terserah lah. Gue nggak perduli juga."
"Yap, lo always lo. Jadi gimana selama di luar negri? Lo punya pacar?"
"Udah putus. Tepat saat gue mau balik ke Indonesia. Dia nggak bisa LDR jadi kita sepakat untuk putus aja."
Minda menepuk bahu teman baiknya itu. "You'll find one, soon. Liat penampilan lo sekarang, gue yakin nggak akan butuh waktu lama buat lo dapat cowok lagi."
Tayra kendikkan bahu, tak mau ambil pusing.
"But, girls, ke mana kita siang ini? Gue ada janji nih mau ketemu sama gebetan gue," Karin menyela di tengah obrolan.
"Uuuuuuhh, yang mau ketemuan sama gebetan. Ketemuan di mana? Kayaknya bakalan ada yang soon lepas masa lajang."
"Stop godain gue. Mending doain gue biar pertemuan kami berjalan lancar."
"Doa gue bersama, lo, sayang.." Minda merangkul Karin. Tayra geleng-geleng tanpa hilangkan senyum di wajahnya.
...
Namanya Erbian. Katanya panggilannya Er atau Abi. Dia sangat terkenal di kampus. Tapi Tayra sungguh tidak perduli dan tidak ingin perduli. Hidupnya sudah penuh drama, Tayra tidak ingin menambah drama lagi dengan terlibat bersama pria tampan nan hot itu. Ya, jika saja Tayra tidak datang ke pesta ulang tahun teman dari temannya malam itu, Tayra mungkin tidak perlu berurusan dengan Abi. Sayangnya, takdir berkata lain.
Dua hari sebelum pesta.
Tayra sampai di taman dengan wajah penuh kebingungan. Pasalnya, ia mendapati Karin tengah menangis. Minda, Resha, dan Vanya tengah menenangkan gadis cantik itu. Dari Minda, Tayra tau kalau ternyata penyebab Karin menangis adalah karena kencan butanya yang berantakan. Tidak hanya gagal total, tapi ia juga dipermalukan. Benar-benar dipermalukan di hadapan umum.
Mendengar cerita itu membuat ubun-ubun Tayra panas. Pasalnya ia sangat membenci pria dengan watak arrogant seperti yang Minda ceritakan. Meskipun Karin sempat menyangkal dan membela bahwa gebetannya itu sebenarnya tidak begitu sombong.
Tayra makin kesal saat tau siapa teman kencan yang Karin maksudkan. Namanya Renno, sahabat sekaligus teman satu genk Abi.
"Kenapa sih lo harus naksirnya sama cowok kayak dia? Lo harusnya tau, cowok kayak dia itu nggak worth it banget. Dia bahkan nggak pantas dapat elo."
"Dia itu ganteng, idola," bela Karin.
Tayra menghela napas. "Tapi dia b******k. Cowok b******k itu mau seganteng apa juga tetap aja b******k. Dia bisa nolak lo halus, terus kenapa harus pakai permaluin lo segala, sih?" Tayra bersungut.
Minda mengelus bahu Karin. "Tay bener, Rin. Kenapa lo nggak kasih tau dari awal ke kita kalau gebetan lo itu si Renno?"
Karin hanya diam. Minda menghela napas.
"Cewek polos kayak lo itu hanya akan jadi mainan buat mereka. Gue nggak mau ngatain lo kayak gitu, tapi itu kenyataannya. Bagus dia langsung nolak lo. Gue udah banyak ngalamin hal kayak gitu. Cowok kayak dia itu bukan cowok baik-baik," kata Tayra tegas.
"Tapi gue suka beneran sama dia, gimana dong?"
Tayra menghela napas. "Lo harus lupain dia. Cari cowok lain yang lebih berhak dapetin lo. Liat, belum apa-apa aja lo udah dibikin nangis sama dia."
"Tay bener loh, Rin. Lo sendiri juga udah tau kan gimana playboynya genk mereka. Renno itu tanpa terkecuali," Vanya menimpali. Yang lain manggut-manggut mengiyakan.
Karin menghela napas, pasrah.
...
Hari ini..
Suasana pesta tampak sudah riuh. Rumah tempat diadakan pesta juga sudah dipenuhi anak-anak muda. Tayra tidak tau siapa yang sedang berpesta. Ia diajak oleh Minda di mana katanya yang punya pesta adalah salah satu kenalan Minda. Tayra tak ingin tau namanya. Dia hanya datang, sekedar melepas penat perkuliahan seminggu ini.
Pesta berlangsung sangat meriah dan heboh. Vanya dan yang lain sudah berpencar entah ke mana. Tadi Resha sepertinya sedang berbincang entah dengan siapa. Entah kenalan atau gebetan. Minda sendiri tengah asyik berjoget dengan yang lain. Tayra memisahkan diri.
Di sudut, Tayra meneguk Tequilanya. Karena sudah biasa di luar negri, jadi lidah Tayra tidak begitu terkejut menerima minuman itu. Lagipula sepertinya di sini pun meminum itu biasa bagi pemuda-pemudi seperti mereka. Jadi Tayra tidak heran melihat berbagai jenis minuman beralkohol disajikan di meja-meja dalam pesta itu.
Minda sendiri sudah fly meski ia masih cukup sadar.
Menikmati Tequilanya, Tayra tidak sadar bahwa sejak tadi ia tengah diperhatikan. Dua pasang mata tengah menatapnya.
"She is not bad. Look interesting."
"Itu kan yang nampar dan nyiram lo dua hari lalu?" Abi melipat tangan di d**a. Matanya masih tertuju pada sosok gadis dengan rambut panjang ombre itu.
"Namanya Tayra, dia baru pindah dari Amerika."
Abi menarik sudut bibirnya. "Ok. Let's see.."
Renno tergelak menatap ke mana arah pergi sahabat baiknya itu. Kemudian ia sudah kembali fokus pada salah satu gadis yang datang menghampirinya, kemudian tanpa kata mereka hanyut dalam ciuman mesra.
"Tayra.."
Tayra menoleh. Keningnya kemudian mengerut melihat siapa yang baru saja 'menyapanya'. Ia menaikkan kedua alisnya, menantang Abi tanpa takut.
"Kenapa? Nggak terima temen lo gue tampar?" kali ini perhatian Tayra tertuju sesaat ke arah Renno yang kini juga tengah memandangnya meski seorang gadis tengah bergelayut manja memeluk dan mencium rahangnya.
Tayra sudah amat sangat biasa dengan pemandangan ini, jadi bisa dibilang ia sudah muka batu. Tidak jijik, tapi sudah muak.
"Apa hidup di luar negri membuat lo jadi orang yang selalu berpikir negatif?"
Tayra tergelak. "Dan lo bahkan tau kalau gue pernah di luar negri. Jangan bilang lo udah cari informasi tentang gue."
Abi naikkan sebelah alis, juga menarik otomatis sebelah sudut bibirnya. "Gue akan kasih tau lo sesuatu." Abi kemudian mendekat, mulai hapuskan sedikit jarak antaranya dan Tayra. "Ada dua cara yang cewek-cewek lakukan untuk mencari perhatian kami. Pertama, mereka jual murah, kedua, mereka jual mahal. Playing hard to get, seperti yang lo lakukan saat ini."
Tayra melongo tak percaya. Kemudian ia tertawa hambar. "Astaga. Gue harus akui kalau lo amat sangat percaya diri. Mungkin karena wajah lo ganteng, dan juga duit lo banyak. Tapi, gue bukan spesies cewek yang gila pengen berteduh dalam mobil mewah lo, ataupun spesies cewek yang mau numpang popularitas dengan muka ganteng lo. Kalau lo mengira gue adalah 'spesies' itu, lo salah besar." Tayra geleng-geleng. "Lo nggak cukup menarik buat bikin gue pengen gandeng tangan lo." Gadis itu meraih gelasnya, kemudian meneguk lagi minumannya dengan santai.
Abi masih tujukan pandangan pada gadis yang beberapa detik lalu sudah berikan kata-kata mutiara untuknya. Tiba-tiba Abi mendekat, mengarahkan wajah tepat di dekat telinga Tayra.
"Let's see. Kira-kira siapa yang akan kalah di antara kita. Lo bikin gue jadi pengen menang."
Tayra menatap Abi dengan kerutan kening. Sedangkan Abi menatap Tayra dengan senyuman di wajahnya.
...
1.20 AM.
Tayra harusnya tidak banyak minum. Sepertinya kondisi tubuhnya tidak memungkinkan karena kini sedang musim panas. Tayra memang bukan peminum yang hebat. Ia terlalu menikmati suasana hingga tidak sadar entah sudah berapa banyak habiskan Tequila. Harusnya ia dan yang lain sudah di rumah jam segini. Tapi pesta masih berlangsung meriah, Vanya dan yang lain masih enggan meninggalkan tempat. Tayra tak punya pilihan selain menunggu. Ia menginap di rumah Minda malam ini. Orang tuanya sedang di rumah dan Tayra malas untuk pulang.
"Kayaknya kita nggak punya urusan."
Abi tersenyum miring. "Oh ya? Bukannya kita baru berbincang untuk mulai taruhan beberapa jam yang lalu?"
Beberapa orang berlalu lalang. Tayra tengah di depan toilet. Tadi dia ingin pipis. Saat keluar dari toilet ternyata Abi sudah menunggunya di depan toilet. Orang yang lewat juga tampak mengabaikan mereka. Entah karena sudah mabuk atau karena memang tidak perduli.
"Lo segitunya mau taruhan sama gue? Tapi maaf, gue nggak tertarik untuk berurusan sama orang kayak lo."
"Persepsi lo tentang gue bikin gue jadi makin tertantang." Abi masih santai dengan tangan berlipat di d**a.
"Erbian or whatever your name, kalau lo bosan, lo sebaiknya cari mainan lain. Atau kalau lo ngantuk dan capek mending lo segera pulang dan tidur. Gue bener-bener nggak tertarik sama lo.."
Tayra salah bicara seperti itu. lelaki seperti Abi, justru akan semakin terbakar egonya. Jika sudah begitu, maka isi kepalanya hanya akan dipenuhi oleh keinginan untuk menaklukkan dan mendapatkan.
"Oh ya? Mau coba?" Abi tarik lengan kiri Tayra membuat gadis itu terkejut.
"Er.."
"Are you a good kisser?" bibir Abi tepat berada di depan bibir Tayra. Lalu sebelum Tayra menjawab, Abi sudah membungkam mulut Tayra. Melumat bibir gadis itu tanpa bisa Tayra tolak.
"Ehmmpp..." Tayra mendorong Abi, berusaha, tapi tidak berhasil. Abi tarik pinggang Tayra, merekatkan tubuh mereka berdua. Abi mendorong Tayra ke dinding, memberi orang lain ruang untuk bebas berlalu lalang.
"Lo gila?!"
Abi menyeringai. "Gue anggap lo udah tau siapa gue."
"STOP!"
"Not now!" Abi kembali melumat bibir Tayra. Sungguh Tayra tak bisa melawan, meski ia masih sadar, nyatanya bibir lembut itu berhasil membuatnya hilang akal.
...
Tayra setengah mabuk. Tequila itu berhasil merenggut lebih dari setengah kesadarannya. Meski ia tidak benar-benar hang over, tapi akal sehat dan kegilaannya sudah bercampur jadi satu. Kacau.
Tayra tidak tau kapan Abi mengunci pintu. Tayra juga tidak tau kapan Abi melepas baju kausnya hingga laki-laki itu sudah topless. Yang Tayra tau kini ia sudah dalam posisi telentang di atas tempat tidur, dengan atasan yang ia kenakan sudah terangkat setengahnya.
Tayra terkejut saat Abi sudah menindihnya, mengurung ia dalam kungkungan laki-laki itu. Tayra bisa rasakan kulitnya menyentuh kulit Abi. Badan hot itu juga terpampang nyata di depan matanya. Benar-benar di depan matanya.
Tayra mengerjap. Pipinya sudah terasa benar-benar panas. Entah karena minuman tadi atau karena kondisi nya saat ini.
Terlambat Tayra menolak, saat Abi sudah lebih dulu berhasil membuatnya terbuai.
"Errhhhh..." Tayra meremas lengan Abi dengan mata terpejam dan bibir tergigit.
"Lo perawan, Tay?"
...
Apa yang lebih buruk dari terbangun di atas ranjang tanpa busana bersama seorang pria? Perlu digaris bawahi bahwa pria itu adalah pria tak dikenal. Eit, bukan tak dikenal. Tapi lebih tepatnya amat sangat tidak disukai oleh Tayra.
Pagi ini Tayra harus ikhlaskan keperawanannya yang semalam sudah direnggut oleh Abi. Gila. Iya. Tayra memang sudah gila. Bagaimana mungkin di antara sekian banyak laki-laki di dunia ini, Abi lah yang mengambil mahkotanya?
Tayra meninggalkan kamar itu subuh sekali. Masih sangat pagi. Tayra hanya ingin segera pergi dari sana sebelum Abi terbangun. Meski bagian bawahnya terasa amat sangat sakit saat dibawa berjalan.
...
"Apa?! Lo gila, Tay!" Minda tampak sangat terkejut setelah Tayra selesai bercerita tentang insiden tadi malam. Minda jadi tau kenapa Tayra bisa hilang tadi malam. Ternyata ia bersama Abi, di dalam salah satu kamar. Mereka memang cukup mabuk tadi malam hingga tidak begitu konek saat Tayra hilang.
"Terus?"
"Apanya yang terus?" tanya Tayra. Badannya terasa agak remuk. Alhasil ia bergelung seharian di kasur. Untungnya orang tuanya sedang tidak di rumah. Tayra juga tidak perlu berdebat dengan kakak perempuannya, Cenilaa.
Tayra mengernyit, sangat tidak nyaman rasanya bahkan sekedar untuk bergerak. Tadi pagi tidak begitu terasa, tapi sekarang rasanya bukan main. Entah berapa kali ia dan Abi melakukannya malam tadi. Tayra jadi jijik sendiri. Ia masih cukup sadar, ia bahkan bisa ingat sebagian besar rentetan kejadian tadi malam. Tapi kenapa dia bisa biarkan Abi mengambil mahkotanya? Kenapa harus Abi?
"Tay, gue bener-bener nggak tau mau ngomong apa. Kalau itu cowok lain, gue pasti bakal datengin dia buat suruh tanggung jawab. At least memperjelas lah."
Tayra melotot. Kata-kata Minda terdengar seram di telinganya. Jujur saja, ia bukan jenis perempuan kulot. Tayra punya pikiran terbuka, termasuk soal seks. Meski ia bukan penganut paham seks bebas, tapi Tayra juga tidak sesuci itu yang akan menuntut pria yang menodainya untuk menikahinya.
"Tapi, Tay," Minda kembali menarik Tayra dari lamunan. "Ini tuh Erbian. Jangankan maksa dia buat tanggung jawab, dia mau tanggung jawab juga gue nggak ikhlas lepasin lo ke dia. Ya, itupun kalau dalam kepalanya ada niat mau tanggung jawab. Kemungkinannya sih 0%. Bahkan minus mungkin."
Tayra menghela napas. Minda benar. Tayra juga tidak berharap sama sekali. Berharap pada Abi? Lucu sekali. Tayra hanya akan ikhlaskan dan lupakan saja apa yang terjadi. Yang jelas, itu terakhir ia berurusan dengan Abi. Tidak lagi.
...
Mungkin ini yang disebut hukum alam. Tayra tidak ingin berhubungan lagi dengan Abi, tapi pikiran Abi sepertinya tidak sama. Hari ini, si pangeran kampus itu justru dengan santai menghampiri Tayra dan teman-temannya yang sedang bersantai di kantin kampus.
Jelas saja hal itu membuat seantero kantin gempar. Apalagi ini kasusnya Tayra adalah mahasiswa pindahan. Vanya, Karin dan Resha juga terlihat bingung. Mereka tidak tau apa-apa.
"Gue mau ngomong," kata Abi. Kali ini ia sendirian. Tidak ada teman-teman satu komplotannya.
Tayra tampak cuek. Tak begitu perduli.
"Lo ngomong sama siapa?" tanya Minda yang sudah agak sensi.
Alis Abi terangkat. Perhatiannya beralih cepat dari Tayra, Minda, lalu ke Tayra lagi.
"Lo nggak kenal sama gue?" tanya Abi. "Apa gue perlu perkenalan di sini?"
Tayra mendengus.
"Kita kenal, kok. Siapa sih yang nggak kenal sama lo," celetuk Vanya. Minda melotot. Vanya memang terlalu polos, kadang.
"Tapi kayaknya temen lo nggak kenal sama gue," kata Abi sarkatis, agak mengintimidasi. Tayra yang disindir masih tampak acuh tak acuh.
Ponsel Abi berdering. Ia melihat layar ponselnya. Pandangan Abi kembali tertuju ke Tayra.
"Gue akan cari lo lagi. Sebaiknya lo pikirin apa yang mau lo lakuin buat ketemu gue nanti." Setelahnya Abi berlalu. Meninggalkan kelima gadis itu dalam keterkejutan dan kebingungan. Mereka kemudian serempak memandang Tayra.
"Tay, lo ada apa sama Erbian?"
...
Kata-kata Abi hari itu sungguh tak Tayra gubris. Ia abaikan seperti mengabaikan angin yang tak sengaja berhembus di telinganya.
Dan... Abi itu memang the real defenition of s**t.
Baru dua hari lalu dia meniduri Tayra. Juga baru dua jam lalu ia menemui Tayra dan mengajak Tayra bicara. Bicara soal, hmmm, malam itu. Walaupun Tayra masih sama, tidak perduli.
"Kalau lo masih maksa, anggap aja malam itu kemenangan buat lo. Anggap aja itu satu trophy lagi yang lo dapet. Gampang kan?"
"Lo serius ngomong gitu?"
"Yap."
Abi menatap mata Tayra dalam. Tayra tak gentar dan balas menatap pria itu.
Abi kemudian menepis jarak di antara mereka. Itu berhasil membuat Tayra mundur selangkah hingga punggungnya membentur tembok.
"Lo lagi ng-test gue, ya?"
Kening Tayra mengerut.
"Lo harus tau, penolakan lo ini bikin gue jadi makin pengen. Pengen dapetin lo."
Tayra menatap Abi bingung. Kemudian ia tertawa tipis. "Fyi, gue udah puas main-main sama cowok tipe kayak lo. So, saran gue, mending lo mundur aja. Gue sama sekali gak tertarik."
"Wanna bet?"
Tayra menaikkan satu alisnya sementara sebuah senyum seringai muncul di wajah Abi.
Dan.... sekarang Tayra dapati Abi tengah berciuman panas dengan seorang cewek di dekat toilet. Kebayang, kan? Baru dua jam dan kini Abi sudah bersama perempuan lain.
Hebat.
...
"Kenapa nggak diangkat?" tanya Minda.
Tayra melirik lagi ponselnya, kemudian kembali mengabaikan. Ia melanjutkan membaca majalah sambil tiduran di kasur milik Minda.
"Siapa, sih?"
"Nggak penting."
Minda kemudian duduk dan mulai menghapus sisa make up di wajahnya.
"Nyokap lo? Bokap atau kakak lo?"
Tayra menghela napas.
"Atau, Erbian?"
Tayra mendengus kencang.
"Tay, mungkin buat lo ini sepele, tapi, gue cuma mau ngingetin lo. Di mata lo, Erbian itu mungkin sama kaya cowok-cowok bastard yang pernah lo temui. Tapi tetap aja, gue sebagai teman cuma mau ngingetin, lo harus tetap hati-hati. Karena sejauh yang gue tau, Erbian itu raja setannya cowok-cowok b******k. He is more dangerous than you know."
***