65. Aichmo Phobia

1253 Words
Slash "Kak Febri! Kak Febri!" "Kak Febri keren deh! Itu! Jago taekwondo!" Slash "Eh?! Kakak siapa? Maling yah?!" "Hik!" "Teman kakak, kamu ngapain disini? Naik sana," "Ish! Yah terserah Momok lah mau dimana saja, Momok punya diri ini," "Ck!" Tak "Awh! Kak Agil kenapa jitak-jitak Momok sih?!" "Yah kamu melawan," "Ish! Orang Momok mau minum s**u kok," Slash "Huuuuuhh!" Febrian menghembuskan napas panjang. Dokter muda yang baru saja lulus ahli bedah itu mengingat akan kenangan-kenangannya bersama Moti. Lima tahun lalu, Febrian Angta mengalami syok berat, dia bahkan hampir depresi kalau saja keluarganya tak kuat untuk menopangnya. Dia mengambil ahli bedah, mengingat Gilan saat ini masih dalam kondisi pengobatan. "Bagaimana perkembangannya?" Cika bertanya dari samping kanan Febrian. Febrian menoleh ke arah kanannya. "Sejak kapan kau disini?" Cika menaikan sebelah alisnya. "Jadi kau tak melihatku melambaikan tanganmu dari sana?" Febrian menarik napas susah. Cika memperhatikan tingkah Febrian. "Kau masih sama," ujar Cika. Febrian menoleh lagi ke arah kanannya. "Maksudmu?" Cika tersenyum tipis. "Masih belum ada penggantinya?" Febrian mendatarkan air mukanya, ia tahu apa yang dimaksud Cika. "Jangan seperti ini terus, kulihat kau selalu membawa gadis-gadis sana-sini, tapi tak ada satupun yang bertahan lebih dari seminggu," ujar Cika. Semenjak mendengar tragedi lima tahun lalu dan hilangnya Momok, Febrian menjadi agak berbeda dari sebelumnya, dokter muda itu paling sering membuat anak perempuan orang sakit hati dan kecewa. "Carilah penggantinya, Febrian," timpal Cika. "Jangan memaksaku Cika, siapa tahu saja dia akan datang dan menuju ke arahku," balas Febrian berharap. "Huuh!" Cika menghembuskan napasnya. "Lalu Randra akan mencekik dan membunuhmu kalau itu terjadi," "Heum...," Febrian mendengus sinis. "Keadaannya lebih parah dibandingkanmu dan Agil," ujar Cika. "Perjalanan bisnis kemana-mana selalu membawa suster dan bahkan dokter pribadi," ujar Cika lagi. Febrian memandang ke arah lain. "Dia tidak pernah menyerah mencari keberadaan adik sepupuku, bahkan disaat dia hampir gila pun dia sedang mencarinya," Cika mengingat tampang dan sikap Randra ketika hampir gila. "Kalau saja om Iqbal tidak kuat, mungkin anak lelakinya itu yang merupakan penerus Basri Group itu akan berakhir di dua tempat," "Antara liang lahat dan rumah sakit jiwa," Febrian menoleh cepat ke arah Cika. Cika tersenyum pedih. "Dia yang paling depresi diantara kita semua, hari yang seharusnya menjadi hari bahagianya berubah menjadi menyedihkan," Febrian menelan susah air ludahnya. "Momok kritis dan hampir mati ketika hari yang seharusnya bersuka ria itu datang padanya, dia berjuang untuk hidup meskipun aku sendiri tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang, apakah ia sudah sadar dari kritisnya ataukah dia sudah...sudah--," "Tidak usah diteruskan," sela Febrian. Cika menutup rapat bibirnya. Febrian tidak mau mendengar lagi lajutan kalimat yang diutarakan oleh Cika. Cukup lama mereka terdiam dengan pikiran masing-masing. "Ibumu datang kan?" Febrian mulai membuka pembicaraan baru. Cika mengangguk. "Sedang menemani Gilan, seperti biasa, anak itu akan memeluk erat ibuku dan memanggil-manggil nama tante Nulan," ujar Cika. Febrian mengangguk, ia mengetahui kondisi psikis dan fisik dari Gilan. "Ussy yang akan menanganinya," lanjut Cika. Febrian menoleh ke arah Cika. "Mengingat Gilan sukar bersosialisasi dan beradaptasi, Ussy lebih baik, setidaknya Gilan mengenal Ussy sebagai teman kakaknya yang sering datang ke rumah," jelas Cika. Febrian mengangguk mengerti. Tak Tak Tak "Dokter, tuan Gilan-," Tak Tak Tak Sebelum sang suster yang menjaga Gilan itu melanjutkan kata-katanya, Cika dan Febrian langsung berlari ke arah ruang rawat Gilan. "Gilan...ya Allah!" terdengar suara jeritan pilu dari Astri. Tak Tak Tak Ceklek "Ma, ada apa?" Cika memasuki ruang rawat Gilan. "Pergi! Pergi kalian!" Gilan menjerit histeris. Cika menoleh ke arah Gilan. "Gilan--," "Pergi! Jangan dekati aku! Jangan dekati aku! Jauhkan benda itu!" Gilan menjerit-jerit sambil memeluk dirinya sendiri. "Akhmmpph!" Astri membungkam mulutnya erat. Ia tak sanggup melihat ekspresi sang keponakannya. "Maafkan saya, saya hanya ingin memberikan obat suntik di dalam cairan infusnya, tapi--," dokter muda yang sedang dalam masa koas itu berhenti bicara. "Saya sudah bilang bahwa jangan berikan dia infus melalui jarum, ada cara lain, bisa berikan obat dalam bentuk tablet atau sirup!" Febrian menatap kurang suka. Anindya Fauziah Nayaka, dokter muda yang baru dalam masa koasnya itu mendunduk menyesal. "Maafkan saya," sesal Anindya. "Huuh!" Febrian menghembuskan napas gusar. "Bunda! Bunda suruh dia pergi! Dia ingin membunuhku!" Gilan menjerit. "Tenang Gilan, bunda disini! Dia akan pergi, ya kan sayang?" Astri memohon ke arah Anindya. Anidya mengangguk lesu. "Baik, bu." "Permisi," Anindya berjalan keluar dari ruang rawat Gilan dengan perasaan kecewa. Gadis yang baru menginjak usia 21 tahun itu hanya bisa menarik napas lesu. Putri tunggal Advaya Nayaka dan Linta itu berjalan dengan perasaan kecewa. "Aku salah lagi," gumamnya sedih. ♡♡♡ "Maafkan saya dokter Angta, saya melupakan ucapan dan peringatan dokter waktu itu," ujar Anindya menyesal. Gadis itu menemui Febrian dan mengungkapkan rasa bersalah dan menyesalnya akan tindakannya tadi sore. "Huuuh...," Febrian hanya bisa menarik napas gusar. "Lain kali hati-hati, dia trauma terhadap benda-benda tajam, pasien yang mengalami Aichmo phobia akan mengeluarkan ekspresi seperti itu," ujar Febrian. Anindya mengangguk mengerti. Satu keteledoran yang dilupakannya bahwa Gilan penderita Aichmo phobia, rasa takut berlebihan terhadap benda-benda tajam atau runcing. "Pulanglah lalu istirahat, kau sudah membantu sangat banyak hari ini," ujar Febrian lalu berbalik berjalan menjauh dari Anindya. "Baik, dokter Angta," sahut Anindya sambil mengangguk. Tak Tak Tak Entah apa yang terjadi dengan gadis 21 tahun itu, ia malah berjalan mendekati ruang rawat Gilan. Ada beberapa bodyguard disana, termasuk bodyguard Agri yang juga mengetahui siapa Anindya. Anindya tersenyum masam ke arah Maxi, sang bodyguard dari teman lama ayahnya. Maxi memberikan hormat pada Anindya. Pandangan Anindya melirik ke arah pintu rawat Gilan. "Bolehkah?" tanya Anindya ragu-ragu. "Maaf nona Nayaka, tuan Gilan baru saja beristirahat," Maxi menunduk menyesal. "Oh...aku mengerti," ujar Anindya sambil mengangguk lesu. ♡♡♡ "Ehm...mm...," Gilan baru saja bangun pagi. "Selamat pagi!" "Aaaa!" Brak Tak Tak Tak "Tuan Gilan, anda baik-baik saja?" tanya seorang bodyguard yang masuk. Anindya sang pelaku yang memberi sapaan selamat pagi tadi meringis bersalah. "Maaf, itu...saya hanya membawakan sarapan untuknya," ujar Anindya merasa bersalah. Maxi yang berada di belakang bodyguard tadi mengangguk mengerti. "Sedang apa kau disini?!" Gilan menjerit takut. "Ini, ayo sarapan," ujar Anindya. Gilan menggeleng-gelengkan kepalanya kuat. "Tidak mau! Bawa pergi!" Anindya cemberut. "Tapi kan ini hanya makanan pagi, nanti kamu bisa sakit lagi kalau tidak makan," ujar Anindya lesu. Gilan menggelengkan kepalanya. "Pergi dari sini aku bilang! Aku tidak butuh makanan itu!" "Kalau kamu tidak makan nanti mau latihan jalannya bagaimana? Kan harus butuh tenaga," ujar Anindya. Gilan menatap tajam ke arah Anindya. "Benarkah?" Anindya mengangguk. "Benar, ayo makan," Gilan terlihat berpikir. "Kalau aku makan aku akan latihan berjalan lagi?" tanya Gilan berharap. Anindya menelan susah salivanya, gadis itu melirik ke arah Maxi yang sedang berdiri bagaikan patung. "Hm," Anindya mengangguk. "Kau tidak bohong kan?" tanya Gilan tajam. "T-tidak b-bohong," ujar Anindya, gadis itu menggigiti lidahnya karena merasa berbohong. "Baiklah, mari makanannya!" "Eh!? Ini!" ♡♡♡ "Apa yang kau lakukan?" Febrian menatap tajam ke arah Anindya. Anindya menuduk. "Kau berjanji padanya agar dia dapat latihan berjalan lagi?" "Kau tahu, dia harus di operasi lagi baru bisa berlatih berjalan!?" Anindya berjinggat kaget, Febrian menyentaknya. ♡♡♡ "Kak Febri," Gilan memanggil Febrian ketika dokter muda itu selesai memeriksa tubuhnya. "Ya?" Febrian menoleh ke arah kanannya. "Kapan Gilan bisa latihan jalan lagi?" tanya pemuda itu dengan harapan tinggi. "Huuuhh," Febrian menghembuskan napas gusar. "Beberapa hari lagi, ya, beberapa hari lagi," ujar Febrian. Gilan melesukan wajahnya. "Tapi kata dia, aku bisa latihan jalan lagi kalau sudah makan," Febrian memijit pelipisnya. "Dasar ceroboh," batin Febrian merutuki tingkah Anindya. "Memang benar kau harus makan dulu baru bisa latihan berjalan, namun kau harus rajin makan dan jangan mengeluh," ujar Febrian. Gilan mencerahkan wajahnya. "Benarkah begitu?" Febrian mengangguk. "Hm," "Kalau begitu bawakan aku makanan sebanyak-banyaknya," ujar Gilan memerintah. Febrian menoleh cepat ke arah Gilan. "Untuk--," "Gilan akan rajin makan dan supaya bisa berjalan lagi," ♡♡♡ "Ran! Ran! Ayo sini!" Slash "Moti...," "Ran! Ran! Itu apa?!" Slash "Moti...Moti...," "Ran! Ran! Momok mau itu!" "Ran! Ran! Yang itu juga! Yang itu juga!" Slash "Moti...Moti...Moti...," peluh membasahi wajah tampan itu. "Ran, Momok salah, yah?" Slash "Motiiiiiii!" Brak "Randra!" Iqbal masuk ke kamar sang anak. Terlihat Randra dengan wajah ketakutannya sedang mencari kiri dan kanannya. Tak Tak Tak Laras dan Lila memasuki kamar sang anak. "Sadar nak, sadar," ujar Laras. "Ma, Moti, ma! Dia...dia dibawa, aku harus mencarinya," Randra membalikan badannya mencari-cari Moti. Slep "Akh!" "Tuan, tolong tahan tubuh tuan Randra," ujar Lila. Sret Hap Tubuh kokoh itu jatuh tertidur lagi. "Hiks...hiks...," Laras kembali terisak lagi seperti biasanya. Iqbal membaringkan tubuh Randra kembali di atas ranjang. "Lakukan sesuatu, Pa." Ujar Laras serak. "Anak kita terus begini, Pa." "Lima tahun! Lima tahun!" "Hiks...hiks...mama cuma punya satu anak laki-laki, Pa." Jerit pilu Laras sambil terisak. ♡♡♡ Tak Tak Tak Ceklek Seseorang masuk ke ruang putih dan bersih itu. Tak Tak Tak Sret Kain sekat pembatas di bukanya. "Bagaimana kondisinya?" tanya lelaki tadi. "Dia koma," Lelaki paruh baya yang rambutnya mulai banyak dihiasi uban itu hanya bisa mengepalkan erat kepalan tangannya. "Terbangkan dia segera," "Siap, komandan!" ♡♡♡
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD