Keinginan Keluarga Shaga

1512 Words
"Sudah soal perusahaan tidak usah di bahas lagi, lalu apa maksud kamu tentang mendapatkan cucu tanpa pernikahan. Apa itu serius?" tanya nyonya Mary menengahi. Shaga tidak langsung menjawab, dia bingung bagaimana harus memulai memberitahukan pada orang tuanya. Papa dan Mama Shaga saling tatap, mereka merasa ada yang tidak beres. Karena Shaga akan langsung menampiknya jika ucapan mereka tidak benar. "Jawab, Shaga! Siapa perempuan yang sudah kamu hamili, kenapa kamu tidak pernah mengatakan apapun pada kami?!" tanya tuan Surya mulai emosi. "Baiklah akan aku beritahu sekarang, tapi jangan disela. Biarkan aku menjelaskan semuanya," ucap Shaga memberikan syarat agar tidak disela. "Jadi bener kamu menghamili permainan, bisa-bisanya kamu begitu Shaga. Apa kata orang kalau sampai tau," keluh nyonya Mary sebelum Shaga menjelaskan. "Denger dulu, Ma. Ini semua tidak pernah aku prediksi apalagi pikirkan, semua juga karena aku sedang tidak sadar. Aku dalam pengaruh alkohol," jelas Shaga. "Ngomong yang jelas, siapa perempuan yang kamu hamili? Sudah berapa bulan? Apa bisa kamu kasih dia uang untuk mengugurkan kandungannya, sebelum orang-orang tahu kelakuanmu itu. Kamu bahkan tidak bisa menjaga nama baik keluarga," ucap tuan Surya kesal. "Apanya yang mau digugurin orang bayinya udah lahir," sahut Shaga dengan santainya. "Apa, sudah lahir? Bagaimana bisa Shaga, cepat kamu urus perempuan itu. Kamu kasih dia uang untuk tutup mulut, bila perlu suruh dia menjauh dari kota ini." "Apanya yang mau di urus, dia sudah kabur keluar negeri dan bayinya ada di sini. Dia meninggalkan bayinya di depan gerbang," terang Shaga. "Kamu benar-benar tidak bisa di percaya, terus kamu percaya kalau itu anakmu? Bagaimana bisa semudah itu kamu percaya, apa kamu sebodoh itu untuk dimanfaatkan. Apa itu benar-benar anakmu, kalau bukan bagaimana?" tanya tuan Surya. "Itu anakku, Pa. Aku sudah melakukan tes DNA," jawab Shaga. Tuan Surya menarik napas panjang, entah bagaimana lagi dia harus bicara. Dia tidak habis pikir dengan putranya satu itu, apalagi selama ini pacaran saja dia tidak pernah. Tapi sekarang dia malah punya anak, yang entah dari perempuan seperti apa. "Terus sekarang mana bayinya? Bagaimana kalau kita titipkan saja di panti asuhan, supaya tidak ada yang tau kalau kamu punya anak." Nyonya Mary langsung memberikan saran yang sudah terlintas dipikiran Shaga. "Aku sudah bisa menebak jika kalian akan melakukan hal itu, tapi aku tidak akan melakukannya. Aku akan merawat bayi itu, aku tidak perduli dengan nama baik atau apapun. Dia darah dagingku, aku ingin merawat dan membesarkannya. Tidak ada yang boleh menyentuh dia, apalagi sampai berpikir ingin membuang bayi itu." Shaga dengan tegas menolak keinginan Mamanya. "Kita bukan akan membuang bayi itu, kita hanya menitipkannya saja. Kamu masih bisa melihat bayi itu dan membiayai dia, yang penting jangan sampai orang-orang tau. Kita ini Keluarga ternama, Shaga. Jangan egois memikirkan dirimu sendiri," terang nyonya Mary. "Axel panggil Aldara, bawa bayinya ke sini. Biar mereka bisa lihat berapa lucu bayi itu, apa mereka masih tega untuk menitipkannya ke panti asuhan. Tapi jujur aku tidak akan pernah setuju," ucap Shaga setelah meminta Axel memanggil Aldara. "Baik, Tuan." Axel bergegas naik ke lantai atas untuk memanggil Aldara. Setibanya di kamar Aura, ternyata Aldara sedang menggendong Aura agar bayi itu nyaman dan tidak menangis seperti pesan Shaga. Axel pun mengajak Aldara untuk turun, agar memperlihatkan Aura pada keluarganya. "Apa keluarga bos mau menerima bayi ini, Pak?" tanya Aldara. "Dari apa yang saya dengan, sepertinya mereka belum bisa menerima. Malah mereka berniat menitipkannya ke panti asuhan, tapi tuan tidak setuju. Itu kenapa Anda di minta turun, agar menunjukkan nona Aura pada mereka." Axel menjelaskan apa yang terjadi di lantai bawah. "Duh, jangan dong. Masa Aura mau di titipkan di panti asuhan, ini kan anak kandung bos. Jadi beliau wajib untuk merawatnya," sahut Aldara. "Ya kita lihat saja nanti, yang jelas tuan tidak akan setuju juga. Ayo kita turun, jangan sampai mereka menunggu lama." Mereka pun akhirnya keluar dari kamar, Aldara berpikir untuk membantu memperjuangkan Aura agar tidak sampai dititipkan ke panti asuhan. Meskipun dia tau, mungkin suaranya tidak berarti apa-apa pada keluarga kaya itu. Setibanya di lantai bawah, Aldara langsung mendekat ke ruang keluarga. "Duduk Aldara, keluarkan dari gendongan biar mereka melihatnya." Shaga langsung meminta Aldara menunjukkan Aura, yang langsung turuti oleh Aldara. Aldara duduk dan mengeluarkan Aura dari gendongannya, dia pun menggendong Aura dalam posisi menghadap kedua orang tua Shaga. Bayi Aura yang memang suka tersenyum, meskipun dengan orang yang baru di kenal. Kecuali saat dia lapar dan tidak nyaman, dia akan menunjukkan kegemasannya. "Kalian lihat, apa mungkin bayi selucu dan secantik ini tega di titipkan ke panti asuhan. Sementara dia punya seorang ayah yang mampu menghidupinya," ucap Shaga. Kedua orang tua Shaga belum mengeluarkan suara, mereka menatap Aura cukup lama. Sebenarnya jika menuruti hati, mereka sangat bahagia karena memiliki cucu secantik Aura. Tapi, lagi-lagi harga diri mereka menahan untuk melakukan hal itu. "Tapi Shaga, bayi ini dilahirkan diluar pernikahan. Dia hanya akan menjadi aib bagi keluarga, apa kata orang-orang seseorang dari keluarga Syailendra memiliki anak haram. Apa kamu tidak memikirkan hal itu, jadi turuti apa yang mamamu katakan. Kita titipkan bayi itu, kita tidak membuangnya." Tuan Surya masih berusaha untuk menolak kehadiran Aura meskipun sudah melihatnya. "Kenapa pendapat orang begitu penting buat kalian, bayi ini darah dagingku. Sampai mati aku tidak akan setuju dia diberikan pada siapapun!" tegas Shaga dengan suara tinggi yang membuat Aura terkejut dan menangis. "Bos, jangan besar-besar suaranya. Aura kan paling takut kalau bos begitu," omel Aldara dan mencoba mendiamkan Aura. "Iya Maaf, habis aku emosi. Kamu tidak dengar mereka mau menitipkan Aura ke panti asuhan, memangnya kamu setuju?" tanya Shaga. "Ya gaklah, Bos. Tapi tetap saja Anda harus bicara pelan-pelan, kalau mau emosi sebaiknya tadi jangan minta kami turun. Luapkan dulu emosi Anda," jawab Aldara. "Ya kan mana tau bakal emosi, tadinya aku berniat memperlihatkan Aura agar mereka berubah pikiran. Tapi nyatanya mereka tetap ingin mengirim Aura ke panti asuhan," jawab Shaga. "Tunggu, kalian ini apa hubungannya? Kenapa kamu seperti menurut dengan perempuan ini, jangan-jangan bayi itu bukan dibuang. Tapi perempuan ini ibunya?" tanya nyonya Mary yang heran melihat interaksi antara Shaga dengan Aldara. "Tidak, Bu. Saya di sini hanya di minta untuk ikut merawat bayi ini, jadi tidak ada hubungan sama sekali dengan bos. Saya masih perawan bagaimana saya punya anak," sahut Aldara protes tanpa rasa takut sama sekali. "Tapi kamu bahkan tidak memakai pakaian baby sitter, jadi tidak mungkin kamu baby sitter." "Dia memang bukan baby sitter, dia karyawan di kantorku. Memang ada aturan yang mengharuskan hanya baby sitter yang boleh merawat bayi," sahut Shaga. "Ada apa ini? Bayi siapa itu Om, Tante?" tanya Sherly yang keluar karena mendengar keributan. "Itu anakku, kamu pasti tidak akan mau kan di jodohkan dengan pria yang susah punya anak, jadi berpikirlah lagi untuk menerima perjodohan itu. Karena terus terang aku tidak setuju," jawab Shaga. "Kok bisa, Om, Tante. Bukannya kalian bilang kalau Kak Shaga masih bujangan?" "Iya dia memang belum menikah, tapi ...." Nyonya Mary tidak bisa melanjutkan kata-katanya, dia tidak ingin malu dengan status Shaga yang masih bujangan tapi sudah punya anak. Dia pun menatap Shaga berharap Shaga sendiri yang menjelaskan, tapi Shaga malah diam saja. "Oh dia mengangkat anak asuh, aku tidak masalah kalau begitu. Aku akan ikut merawat bayi itu kalau kita menikah," ucap Sherly menyimpulkan. "Tidak, dia bukan anak angkatku. Dia anak kandungku sendiri, aku mendapatkan dia karena kesalahan. Aku bukan pria baik-baik yang pantas jadi suamimu, jadi kamu harus pikirkan lagi," jelas Shaga. "Terus mana ibunya, apa perempuan ini?" tanya Sherly. "Ngapain kamu pengen tau, mau siapapun ibunya. Yang jelas aku bukan pria baik-baik seperti yang kamu pikirkan," sahut Shaga. "Dia bukan ibunya, Sherly. Ibu anak itu meninggalkan bayinya di depan gerbang, maaf kalau kamu kecewa. Tapi om dan Tante juga tidak tau kejadian ini," timpal nyonya Mary menjelaskan. "Oh gitu, kalau begitu tidak masalah. Aku tidak masalah jika kamu punya anak, asalkan kamu tidak punya istri. Karena sejak dulu aku sudah suka kamu, Kak Shaga." "Apa kamu gila? Aku tidak setuju, aku belum memikirkan untuk menikah. Aku ingin membesarkan bayiku dahulu, aku sama sekali tidak memikirkan untuk menikah sekarang." Shaga langsung menolak Sherly, karena dia tidak mau menikah tanpa perasaan. "Shaga! Kurang apalagi dia, perempuan mana yang masih mau terima pria yang punya anak tapi tidak menikah. Tapi dia mau terima kamu, apalagi yang kamu pikirkan?" tanya tuan Surya tidak habis pikir dengan putranya itu. "Terserah kalian mau, berpikir bagaimana. Tapi aku belum siap menikah," ujar Shaga. "Maka aku akan menunggu sampai Kak Shaga siap, aku tidak perduli sampai kapan. Aku juga akan menunjukkan padamu, kalau aku bisa menyayangi anak itu. Supaya kamu yakin kalau aku serius," ungkap Sherly keinginannya membuat Shaga menarik napas panjang. "Kamu dengar, dia tidak perduli dengan apapun. Jadi belajarlah menerima dia, agar kamu bisa mengenal lebih jauh bagaimana Sherly. Maka dia akan tinggal di sini," ucap tuan Surya. "Tidak, Pa. Kalian takut kehadiran anak ini jadi omongan orang, tapi kalian malah mau aku tinggal satu rumah dengan perempuan yang bukan istriku." "Apa masalahnya, kamu saja saat ini tinggal dengan perempuan asing. Dia pasti menginap di sini, kan. Jadi lebih bagus kalau ada Sherly di sini, jadi tidak akan ada gosip tidak sedap. Pokoknya Papa mau Sherly tinggal di sini, atau serahkan kembali perusahaan!" tegas tuan Surya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD