Pengganggu Kencan

1062 Words
Dan akhirnya mereka memutuskan belanja dahulu sebelum makan malam di sebuah restaurant. Karena ini pertama kalinya Mega belanja, maka dia menuliskannya dahulu di apartement seperti saat ini. Radit sedang memeriksa kembali beberapa file dalam laptop, sementara Mega masih menulis. Ada sedikit penurunan saham di perusahaan yang membuat Radit harus membantu Papahnya secara ekstra. Apalagi ada beberapa petinggi perusahaan yang menolak atas mundurnya Tom, padahal pria itu hanya ingin istirahat dan menghabiskan waktunya di rumah bersama sang istri. Jadi, karena balas budi kepada kedua orangtuanya, Radit siap memegang semua kendali dan mencoba meyakinkan para petinggi itu bahwa dia mampu dan bahkan lebih baik. Kali ini Radit sedang mencari celah untuk memperluar daerah ekpor tembakau. Dia juga ingin datang langsung ke perkebunan tembakau dan melakukan pembuktian bahwa tembakau mereka adalah kualitas terbaik. Di sisi lain, Mega sedang kebingungan apa yang harus dia tulis di sana. Dia tidak tahu bahan apa saja yang dibutuhkan, jadi dirinya hanya menuliskan itu berdasarkan resep yang tertera di youtube mengingat kakaknya sangat suka masakan suda. “Kakak butuh apa?” Tanya Mega sambil menengok ke arah suaminya. Namun suaminya malah menggeleng, dia tidak bisa berbicara jika sedang focus pada sesuatu. “Kakak…..” “Bentar.” Mega menghela napasnya dalam, dia menatap Radit yang masih mengetik. Dilihat dari banyaknya dokumen yang sedang dia kerjakan, pastinya akan memakan waktu cukup lama. Dan Mega mulai mencari cara supaya pria itu kembali terfokus hanya padanya saja. yakni dengan cara menjatuhkan gelas. CRAAAAAAIIIIII! (Suara gelas jatuh, bukan orang cerai ya.) Dan benar saja, hal itu membuat Radit berpaling menoleh ke arahnya. “Mega? Kamu gak papa?” Radit langsung mendekat, sebagaimana kepeduliannya kepada seorang adik seperti sebelumnya. Dan saat sadar itu adalah tipuan, Radit menatap Mega dengan penuh tanda tanya. Dia menghela napasnya dalam, kemudian memejamkan matanya sesaat. “Jangan melakukan hal yang bahaya, Mega. Meski kamu ingin mendapatkan perhatian, gak gini caranya. Jangan sakiti diri kamu sediri, ngerti?” “Kakak gak bisa kerja bagai kuda gitu, nanti sakit. Mending belanja yuk, list nih yang kakak butuh apa aja, kerjanya nanti lagi.” Radit menarik napas dalam, dia membersihkan dulu pecahan kaca itu. “Nanti aja dibersihinnya, minta tukang bersih datang.” “Cuma gini doang masa nyuruh orang,” ucap Radit membuang pecahan kaca itu ke tempat sampah. “Ini listnya diliat dulu, ada yang kurang gak?” Dia menatap kertas di tangannya kemudian menggeleng. “Di sana aja belinya nanti.” “Mendingan di list biar gak lupa.” “Nanti aja,” ucap Radit malas, dia memberikan kembali kertas itu kepada Mega. Mega cemberut, dia diam menatap Radit yang menahan marah. Radit mematikan laptop sampai akhirnya siap dengan memakai jaket, raut wajahnya memperlihatkan garis marah. Ketika keluar dari pintu apartemen, tangan Mega otomatis melingkar di tangan suaminya. Membuat Radit menengok sesaat sebelum akhirnya kembali focus berjalan melewati koridor. “Kakak marah?” “Kesel sama kamu.” “Maafin sih, aku juga gitu biar dikasih perhatian sama Kakak.” “Ya kalau mau perhatian jangan gitu juga, Mega,” ucap Radit dengan menekankan nama istrinya. “Itu bahaya. Ngerti?” “Kalau Kakak selalu di samping aku, selalu perhatiin aku, pasti aku gak akan lakuin hal yang bahaya kok.” Dan Radit tahu, dia tidak akan bisa menang berdebat dengan Mega. Jadi dia memilih untuk diam saja. “Jangan marah lagi dong, Kak. Ngomong kek, biasanya juga dulu ngomel ngomel aku gak boleh ini itu sama Kakak.” Posisi dulu ketika dirinya masih menjadi kakak dari Mega, sekarang Radit bingung sendiri. Karena kenyataannya dia masih belum bisa menerima tindakan Mega yang begitu ekstrem untuk mendapatkannya, bahkan dengan menyakiti Mila dan Tom. Dua orang yang telah menyayanginya sejak kecil. “Kak? Jangan marah.” Radit tetap diam, membuat Mega kembali kesal. “Kakak ih.” Bahkan dalam mobil pun hanya ada keheningan yang mendominasu. “Kak?” Sampai akhirnya Mega kalah. “Oke fine, aku gak bakalan lakuin hal itu lagi. Aku gak bakalan ganggu Kakak kalau lagi kerja kecuali mendesak. Udah jangan diemin aku kayak gini, nyebelin banget tau.” Dan akhirnya Radit mengeluarkan napasnya. “Janji?” “Iya.” “Bagus, bisa bisa gelas sama piring di apartemen abis kalau kamu gitu terus.” “Tapikan aku cuma mau perhatian Kakak doang.” “Masih mau cari alasan? Silahkan, nanti Kakak diemin kamu lagi.” “Kok gini sih? Dulu juga Kakak lucu suka ngomen ngomel sama aku.” “Dulu posisinya Kakak adalah saudara kamu, sekarang Kakak adalah suami kamu. Jelas akan ada banyak perbedaan.” ********************* “Kakak gak mau beli apa apa?” Radit yang sedari tadi mendorong trolli itu menggeleng, dia hanya menatap banyaknya barang yang dibeli oleh Mega. “Banyak amat belinya. Ini keju kok banyak sih?” “Kan beda jenis, Kak. Kalau yang ini cheedar, ini mozzarella, ini⸻” “Oke oke,” jawab Radit memotong perkataan istrinya, dia membiarkan Mega melakukan hal yang disukainya. “Mau masak? Belajar masak?” “Iya besok sama Mamah, katanya tiap hari Mamah bakalan datang. Boleh?” “Sama Papah?” tanya Radit sedikit was was. Mega tertawa mendengar pertanyaan itu. “Enggak lah, kan sibuk katanya? Mau keluar perusahaan juga susah ya?” Radit mengangguk angguk, sebenarnya dia masih sedikit tidak nyaman dengan Tom. Apalagi jika Mega menjadi topic pembicaraan, seolah dirinya telah menghianati kedua orang yang telah memberinya kasih sayang. Namun menjelaskan pun tidak akan guna, Mega akan melakukan hal lain yang lebih mengerikan. Meskipun Radit tahu, suatu saat orangtua nya akan mengetahui kebenaran itu. “Mamah tau kok, Kak.” “Hah?” “Mamah tau kalau aku jebak Kakak.” Seketika langkah Radit terhenti. “Iya, aku yang ngomong, jadi jangan khawatir kalau ketemu sama Papah sama Mamah lagi. Mereka gak akan benci kamu, orang aku yang mau sama kamu. Kalau Mamah gak ngasih tau Papah, nanti aku yang kasih tau sendiri.” Saat itulah Radit tidak paham dengan isi otak dari Mega. Dia membalikan tubuh istrinya hingga menghadapnya. “Apa yang ada dalam pikiran kamu? Kenapa bisa ngelakuin hal semacam itu?” Dan tanpa ragu Mega menjawab, “Karena aku cinta sama Kakak.” Sebelum Radit mengatakan sesuatu, Mega lebih dulu melihat sosok yang tidak asing dan juga yang sangat dia benci. Itu adalah mahasiswa yang pernah disukai oleh Kakaknya. Yang tidak lain adalah Freya. “Kenapa ada ulat bulu di sini?” tanya Mega dengan nada kesalnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD