Anin dan Samsiah sibuk menyiapkan makanan buat semua keluarga besar Haji Sanusi. Dibantu juga oleh Hainun termasuk istri Hamdan dan Zaini, sementara para bapak asik ngobrol sambil menikmati secangkir kopi yang sudah dihidangkan sejak tadi.
“ Sugara, sebaiknya kamu yang membujuk Anin agar mau pisah dengan si Dimas. Karena menurut abah, selama si Anin masih menjadi istrinya si Dimas, hidupnya tidak akan ada kemajuan, dan tetap saja akan susah. Beda dengan hidup Reva yang bersuami seorang pegawai tetap kaya Rangga, hidupnya pun tidak susah seperti si Anin,”
“ Apa yang dikatakan abah itu betul kang, kami sudah sering menasehatinya, tapi tidak pernah didengar. Tapi kalau kang Sugara yang bicara dengan Anin dan membujuknya untuk pisah dengan Si Dimas, Hamdan yakin Anin akan nurut. Kasian kang, kalau tetap dipertahankan maka hidup Anin akan terus – terusan susah,”
Sugara hanya menggeleng kepala mendengar perkataan Haji Sanusi dan juga Hamdan yang terus – terusan ingin memisahkan Dimas dengan Anin. Sugara pun sudah mengerti, kalau mereka memang ingin menjodohkan Anin dengan Romi, namun sampai saat ini tujuannya belum terwujud, karena Anin selalu menolak dan juga Sugara selalu mendukung Anin dan Dimas.
“ Ternyata sifat kalian masih belum berubah juga, Seharusnya abah itu lebih bijak dalam menyikapi urusan rumah tangga Anin, walau bagaimana pun juga pernikahan Anin mendapat restu dari kang Ghozali dan juga ceu Rukmi. Almarum kedua orang tua Anin tidak pernah mempermasalahkan pernikahan mereka bedua, dan tidak pernah mempermasalahkan tentang harta yang dimiliki Dimas.”
“…Bah, abah itu sudah tua, sebaiknya perbanyak ibadah jangan terus – terusan mengusik Rumah Tangga Anin dan Dimas. Biarkan mereka menjalani kehidupannya sendiri. Kita sebagai orang tua seharusnya bersyukur karean hidup mereka terlihat Bahagia, hidup mereka tidak pernah mengeluh walau pun serba kekuarang, walau pun apa yang didapat oleh Dimas tidak seberapa dengan gaji Ramdhan. Tapi, mereka gak pernah mengeluh dan mencari pinjaman sama saudara. Karena Anin pandai mengatur keuangan yang dihasilkan oleh suaminya.”
“…Dan kamu juga Hamdan, Zaini, sebaiknya kamu urus keluarga kamu sendiri, tidak perlu mencampuri urusan rumah tangga Anin. Apakah Reva sudah benar hidupnya? Katanya memiliki menantu pegawai tetap, tapi hampir tiap minggu terus merasa kekurangan, memangnya gaji Ramdan tidak cukup untuk kebutuhan hidup berdua? Belajar pada Anin, sesusah apa pun belum pernah mengeluh, apa pernah Anin datang meminta beras pada kamu, Hamdan, atau pada Abah?”
Hamdan hanya tertunduk mendengar perkataan Sugara yang begitu tajam. Tak ada sepath kata pun yang mampu terucap untuk membantah apa yang dikatakan Sugara. Karena apa yang dikatakannya semua benar. Reva selalu mengeluh setiap hari, bahkan gaji suaminya tidak pernah cukup, bahkan Reva pun terlilit hutang yang cukup besar. Sementara Anin yang selalu dianggap memiliki suami tidak berguna, sampai saat ini belum pernah mengeluh bahkan datang meminta atau meminjam hanya sekedar satu kilo beras saja. Anin selalu bersyukur dengan apa yang diberikan dan dihasilkan suaminya.
“ Kamu jangan salah paham, Sugara. Abah dan kedua adik kamu melakukan ini demi kebaikan dan kebahagiaan Anin, karena kalau masih menjadi istri si Dimas, maka hidupnya tidak akan Bahagia. Mungkin dia menutupi rasa sedihnya Ketika didepan kita, tapi kita gak tahu apa yang dirasakan hati kecil Anin saat sendirian, jadi wajar kalau abah merasa peduli pada Anin, karena di aitu cucu abah yang paling besar,”
Protes Haji Sanusi tidak terima dengan perkataan Sugara yang mencoba menasehatinya, dan mengatakan kalau tindakannya itu salah.
Mendengar jawaban dari Haji Sanusi, Sugara hanya menarik nafas, tentunya percuma kalau terus mencoba menasehati ayahnya itu, karena sikap egois Haji Sanusi sangat tinggi dan selalu merasa dirinya yang paling benar.
“ Terserah abah mau melakukan apa pun juga, tapi ingat jangan libatkan aku bah, karena sampai kapan pun aku tidak akan pernah mau mencampuri urusan rumah tangga Anin. Cuma Aku mengingat abah satu hal, kalau sampai abah terus – terusan memaksa Anin untuk pisah dengan Dimas, dan pada saat itu Dimas tidak terima begitu juga dengan Anin, maka mereka berhak melaporkan abah ke Polisi dan siapa pun yang dianggapnya mencampuri terlalu jauh rumah tangga mereka, maka aku tidak akan menolong yang salah,” jawab Sugara setengah kesal karena Haji Sanusi susah untuk diberi penjelasan.
“ Itulah yang membuat si Anin semakin keras kepala dan berani melawan abah serta yang lainnya karena mendapat dukungan dari kamu Sugara, Seharusnya kamu mendukung keinginan abah untuk memisahkan si Anin dengan Si Dimas, dan mengusir Si Dimas keluar dari kampung ini selamanya, sehingga tidak akan bisa lagi mengganggu Si Anin,” ucap Haji Sanusi dengan nada kesal karena Sugara sama sekali tidak merespon keinginan Haji Sanusi.
Sugara tidak menjawab lagi karena dirasa percuma kalau harus terus berdebat dengan Haji Sanusi. Karena apa pun yang dikatakannya tidak akan pernah didengar dan hanya akan membuat Haji Sanusi semakin salah paham.
******
Sementara itu, Dimas tengah sibuk mencuci mobil Sugara di halaman depan, ditemani oleh Saffa yang juga sibuk main air. Bocah tiga tahun itu begitu gembira saat bertemu dengan air yang dipakai mencuci mobil Sugara.
Dimas pun harus terus mengawasi putrinya agar tidak terjatuh saat berlarian kesana kemari karena lantai sangat licin akibat terkena busa sabun bekas mencuci mobil.
Setelah beberapa lama, Dimas pun sudah selesai mencuci mobil Sugara, dan kini tingga mengeringkannya dengan kanebo agar sisa – sisa airnya tidak membuat bodi mobil berkarat.
Sementara itu, dari luar tampak masuk sebuah mobil mewah jenis Toyota Alfard memasuki halaman rumah Haji Sanusi dan berhenti tepat disamping mobil Sugara yang tengah dicuci oleh Dimas. Dan Dari dalam mobil turun sepasang muda – mudi yang tiada lain adalah Afifah dan calon suaminya Andrian Putra Winatara yang merupakan anak kedua Angga Winatara sekaligus adik kandung Dimas Adhita Winatara.
Melihat kedatangan adiknya, tentu saja membuat Dimas kaget setengah mati. walau bagaimana pun juga Andrian pasti akan mengenalinya, dan kalau sampai itu terjadi, penyamarannya akan terbongkar.
“ Loh kok Bang Dimas masih disini?” tanya Afifah sambil menyalami Dimas dan mencium punggung tangannya.
“ IYa Afi, soalnya tadi mang Sugara meminta abang untuk mencuci mobilnya,” jawab Dimas sambil mencoba menyembunyikan wajahnya agar tidak dikenali oleh Andrian yang juga menghampirinya.
“ Jadi ini bang Dimas yang sering di bicarakan itu? bang Dimas suaminya kak Anindya,” tanya Andrian sambil menyalami Dimas dan memeluknya “ Gua mau ngomong penting sama lo bang,” bisiknya ditelinga Dimas.
“ Ok, Tapi lo jangan bongkar identitas gua disini sekarang,” jawab Dimas sama dengan berbisik.
“ Itu soal gampang asal lo setuju dengan syarat gua,” jawab Andrian sambil melepaskan pelukannya.
“ Sayang, kamu masuk duluan, abang mau ngobrol lebih lama dengan bang Dimas dulu sebentar, nanti abang nyusul,” ucap Andrian sambil tersenyum sama Afifah yang dibalas anggukan Afifah.
Setelah Afifah pergi, Andrian pun mengajak Dimas untuk masuk kedalam mobil.
“ Kita jangan ngobrol disini bang, sebaiknya lo ikut gua sekarang,” ajak Andrian sambil membuka pintu mobilnya.
“ Ok, tapi kita ke rumah gua dulu sebentar, soalnya anak gua kaisan bajunya basah semua, gua takut nanti dia masuk angin,” jawab Dimas.
“ Ya Allah, gua jadi lupa kalau gua sudah punya keponakan,” ucap Andrian sambil menepuk jidatnya, “ Hallo, Namanya siapa?” ucapnya sambil mencuil hidung Saffa yang terlihat menyembunyikan tubuh munglinya dibelakan Dimas.
Medengar pertanyaan Andrian seperti itu, Saffa hanya diam, bahkan tubuhnya semakin disembunyikan dibelakan Dimas. Sepertinya Saffa agak sedikit takut, karena memang jarang bertemu dengan orang asing.
“ Saffa, kenapa takut nak, ini itu om Andrian, omnya Saffa,” ucap Dimas sambil jongkok dan memegang kedua Pundak Saffa yang langsung memeluknya dan minta digendong.
“ Sorry Dek, sepertinya keponakan lo masih takut, karena baru kali ini ketemu mungkin. Maklum selama ini gak pernah diajak melihat dunia luar,” ucap Dimas sambil membawa Saffa masuk kedalam mobil.
Adrian hanya tersenyum, dia pun paham dengan situasinya. Mungkin apa yang dikatakan oleh Dimas itu benar, kalau Saffa mungkin takut karena baru ketemu dan belum saling mengenal satu sama lain.
Setelah siap semuanya, Andrian pun menjalankan kendaraannya menuju Rumah Dimas untuk mengganti pakaian Saffa dulu yang basah karena main air saat Dimas mencuci mobil tadi.