POV ANINDYA Aku terkejut mendengar perkataan Papa Angga, bahkan lebih terkejut lagi saat lampu sorot mengarah pada kami berdua, disusul dengan beberapa orang berlari kearah kami “ Ada apa ini, bang?” tanyaku gugup, dan belum mengerti apa sebenarnya yang sudah terjadi. “ Ini adalah imbalan dari semua kesabaran dan ketulusan eneng mecintai abang, menerima abang apa adanya, bahkan eneng egitu gigih mempertahankan dan membela kehormatan abang selama ini,” jawab suamiku sambil tersenyum dan menelangkup kedua pipiku yang mulai terasa hangat. “ M-Maksud abang? Abang adalah…?” Aku tidak sempat bisa mengatakan hal itu, lidahku terasa kaku karena rasa tidak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar dari papa Angga. Aku masih belum percaya kalau papa Angga itu adalah mertuaku. “ Tuan Dimas, u