Theo mengantar Alila dan Dio pergi ke taman sebelum sore—sebelum suami Alila datang menjemput.
"Dio kenapa dipangku mommy? Duduk di belakang, ya!" Theo modus.
Dio menggeleng. "Mobilmu tidak ada seat untuk balita. Tidak aman."
Jawaban Dio sukses membuat Theo cemberut kesal. Alila tertawa keras dibuatnya.
"Tapi, kan, Dio udah lima tahun, udah nggak perlu pakai seat khusus." Theo ngeyel.
"Tapi aku tidak mau."
Theo akhirnya diam. Anak kecil zaman sekarang semuanya pintar sekali bicara.
Theo mengantar Alila masuk sampai ke area bermain balita. Meskipun Alila sudah menolak. Untuk pertama kalinya Theo ke taman ini tanpa seragam SMA. Memakai busana kasual seperti itu, membuatnya terlihat lebih dewasa. Sekilas saat berjalan bersama Alila seperti ini, mereka terlihat seperti sepasang suami istri muda dengan anak yang lucu.
Dio meronta memaksa turun dari gendongan mommy - nya. Alila kaget dengan tingkah spontan anaknya. Rupanya anak itu melihat balon Pororo di antara kerumunan penjual. Ia lari menuju penjual itu.
Alila tertawa karenanya. Anaknya begitu terobsesi dengan tokoh kartun penguin itu. Theo terlihat tertawa bersamanya. Meskipun mungkin tawanya lebih disebabkan karena rasa senangnya melihat Alila ceria.
Perlahan Theo mendekatkan jemarinya pada jemari Alila, mulai menggenggamnya. Alila memandang Theo. Theo pun melakukan hal sama. Memastikan Alila tidak keberatan dengan apa yang dilakukannya.
Dengan canggung mereka bertahan dalam posisi seperti itu beberapa saat. Berusaha membuat diri mereka nyaman. Sebelum Alila melepaskan genggaman Theo. Alila kemudian bergegas duluan menyusul Dio.
~~~~~ I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~
Malam hampir mencapai puncaknya. Di atas sebuah panggung dengan cahaya terbatas, beberapa lampu sorot dari atas, menerangi figur yang sedang berdiri di atas panggung.
Pengunjung bertepuk tangan meriah ketika lampu sorot menyala lebih terang, dan memperlihatkan sosoknya dengan lebih jelas.
Seorang pemuda tinggi dengan postur yang apik. Rambutnya yang hitam terlihat kontras dengan kulit putih bersihnya. Warna putih polos kemeja yang dipakainya, membalut tubuh itu dengan begitu baik. Skinny jeans warna hitam juga sepatu yang berwarna senada. Satu ciri khasnya yang tak pernah ketinggalan, ia memakai topeng. Malam ini topengnya berwarna emas.
Ketika melodi mengalun ... ya ... hanya melodi tanpa lirik. Melodi yang menyiratkan isi hati si pemuda. Ia mulai menggerakkan badannya menyesuaikan ritme. Tarian beraliran classic modern itu begitu memanjakan mata, di sisi lain juga menyayat hati.
Gerakan - gerakan lantang penuh penjiwaan, mewakili pesan penarinya. Suasana hening. Semua mata memperhatikan dengan khidmat.
Mereka memberinya julukan Mysterious Man. Mewakili seseorang di balik topeng yang tak pernah mau menyebut identitasnya.
Ada juga yang memanggilnya Artistic Zorro. Mewakili seni tingkat tinggi yang disuguhkannya dengan begitu indah setiap malamnya. Tentang Zorro di sana, kita tentu tahu sosok Zorro yang juga menyembunyikan identitasnya. Dengan topeng sebatas mata yang menyamarkan wajah.
Suasana riuh segera terdengar ketika akhirnya melodi berhenti mengalun. Tepuk tangan para pengunjung memenuhi seluruh isi café.
Penyanyi café mulai kehilangan peminat. Semenjak si Mysterious Man mulai populer, café yang mengundang penyanyi akan sepi. Sebaliknya, begitu mereka tahu bahwa suatu cafe mengundang si Artistic Zorro, maka café itu akan segera dipenuhi reservasi sejak siang.
Pemuda di balik topeng itu tak monoton menyuguhkan penampilan sama. Ia cukup kreatif menciptakan gerakan lain. Dengan lagu yang mengikuti perkembangan selera pengunjung. Namun tak meninggalkan sisi classic - nya.
Begitu sempurnanya si Mysterious Man di mata mereka. Membuat mereka begitu penasaran dan gemas ingin tahu siapa sebenarnya dia. Sayang tak pernah bisa.
Seperti saat ini, begitu tugasnya selesai, ia akan langsung pergi. Masih dengan menggunakan topeng. Bahkan pemilik café yang mengundangnya juga tak tahu siapa ia sebenarnya.
~~~~~ I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~
Theo melepaskan topengnya di dalam mobil. Ia melempar topeng itu ke dashboard. Kedua tangannya mulai mengendalikan kemudi. Jalanan begitu lengang di tengah malam. Tidak berlebihan jika menyebut bahwa hati Theo pun selengang itu. Pandangannya terlihat fokus ke depan, namun kosong.
Memang benar bahwa dalam setiap gerakan tarinya, terdapat jiwanya.
Ia tak pernah mampu mengungkapkan bebannya pada siapa pun. Oleh karena itu ia menyiratkan segalanya lewat gerakan.
Dua tahun yang lalu tepatnya, ketika ia mulai memanfaatkan hobi menarinya untuk melakukan sesuatu yang baik. Meskipun hanya sekali, setidaknya Theo ingin mengetahui bagaimana rasanya membahagiakan orang tuanya.
~~~ I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa ~~~
Alila terkejut ketika Jo tiba - tiba memeluknya dari belakang. Alila bisa mencium aroma mint yang menguar dari tubuh suaminya. Juga kesegaran khas orang baru mandi.
Alila tersenyum. Ia berbalik, membalas pelukan suaminya. Namun Alila merasakan ada yang aneh dari pelukan Jo kali ini. Sedikit lebih erat, dan lebih lama dari biasanya.
"Ada apa, hm? Apa ada masalah di rumah sakit?" tanyanya.
Jo menggeleng. "Biarkan seperti ini. Aku hanya rindu istriku."
Alila pun menurut, mempertahankan pelukannya selama yang Jo mau.
"Istriku juga merindukan suaminya, kan?" tanya Jo.
Pelukan Alila sedikit mengendur. Jo merasakannya. Namun ia berusaha tenang di sana. Jo sengaja mengucapkan pertanyaan itu. Harapannya ... setelah ia mengatakan itu, tidak akan ada perubahan sikap dari Alila. Apa pun itu, termasuk pelukannya yang mengendur.
Jo mengeratkan pelukannya kembali, membuat Alila merasa sesak. Jo hanya sedang menahan rasa kesal. Tak ingin meluapkannya melalui kata - kata kasar. Apa lagi pukulan. Jo pantang melakukan itu semua. Terlebih pada wanita yang sangat ia cintai. Wanita yang sudah melahirkan keturunannya.
Pelukan Alila yang mengendur, sebuah perubahan sikap yang diartikan Jo sebagai akibat dari rasa bersalah. Rasa bersalah karena telah menduakannya. Berarti Alila benar - benar menganggap lelaki itu istimewa. Jo tidak terima, namun juga tak sanggup memprotes Alila terang - terangan.
Alila bukannya tak merasakan pelukan Jo yang begitu erat, sehingga membuatnya sulit bernapas. Rasa sesak itu seperti tak mengganggunya. Ia lebih terganggu dengan rasa tak pasti di hati.
Kenapa saat Jo berkata seperti itu, rasanya seperti sedang menyindirnya? Alila mulai bingung. Apa yang membuatnya merasa seperti ini? Apa ini rasa bersalah? Tapi kenapa ia merasa bersalah?
Alila takut. Apakah ini karena Theo? Pemuda it tanpa sadar sudah membuatnya begitu bahagia. Bahkan rasa bahagianya ketika bersama Jo tak sebesar ketika bersama Theo. Alila bingung. Sebenarnya perasaan macam apa yang ia rasakan untuk Theo?
~~~ I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa ~~~
-- T B C --