"Pa, Theo mabuk," kata Tere.
Tere menarik napas lalu menghembusnya. Matanya menatap Toto, suaminya yang begitu terkejut mendengar anak mereka mabuk.
"Lalu apa lagi yang dilakukan anak itu? Dia ada di mana?" tanya Toto.
"Itu Pa, si Theo baru aja pulang dan temannya yang cewek ikut juga. Katanya di rumah cewek itu tidak ada orang," kata Tere dengan raut cemas.
"Temannya itu, yang cewek tidur di kamar tamu kan, Ma?" tanya Toto.
"Iyalah, Pa. Mana mungkin mereka tidur bareng, jangan ngadi-ngadi deh," jawab Tere.
"Oh, ya udah, yuk ke kamar aja. Ini udah malam banget, mending kita tidur aja, Ma" balas Toto.
Tere menggeleng-gelengkan kepalanya, kadang suaminga itu tidak terprediksi. Akhirnya mereka berdua berjalan bersama menuju kamarnya.
***
Matahari perlahan mulai memasuki sela-sela jendela kamar Tamara membuat Tamara yang masih tertidur perlahan membuka mata dan memegang kepalanya yang terasa berat seperti diduduki gajah. Ia melihat sekelilingnya. Ia menyadari sekarang dirinya sudah berada di kamar tersentak kaget, ditambah ada tangan yang memeluk tubuhnya. Mata Tamara mengarah ke pria yang berada di sampingnya.
"Kamu baru bangun mencari apa?" tanya Justin dengan nada ketus sambil menatap tajam Tamara.
Tamara yang kesal melihat wajah kakaknya berusaha melepaskan pelukan Justin hingga terlepas, lalu ia bangkit dari ranjang tapi tiba-tiba tubuhnya ditarik oleh Justin hingga dirinya jatuh kembali ke atas ranjang.
"Kamu sudah mulai melawan Kakak hmm? Mulai sekarang Kakak akan memperketat penjagaan kamu supaya kamu tidak pergi ke tempat begituan lagi atau ke tempat yang tidak seharusnya kamu datangi!" teriak Justin sambil mencengkram kuat bahu Tamara.
Tamara meringis karena cengkraman Justin yang begitu kencang. Tamara mendengar pernyataan kakaknya memutar bola matanya.
"Tamara, Kakak tidak suka ya kamu memutar bola mata kamu seperti itu," kata Justin.
Tamara yang sudah sangat kesal melawan Justin. Ia berusaha melepas cengkraman tangan Justin dari bahunya lalu ia beranjak dari ranjang.
"Kakak tidak perlu ikut campur urusan Tamara lagi, setelah lulus SMA aku mau menjadi seorang pramugari!" teriak Tamara.
"Kakak tidak akan mengizinkannya, dan pastinya Kakak akan membuat kedua orang tua kita menentang keinginan kamu itu," balas Justin.
"Kak Justin egois!" teriak Tamara dengan emosi memuncak.
Tamara yang sudah sangat kesal dengan Justin membalikkan badan dan berniat berjalan menuju lemari tapi kepalanya yang masih terasa pening membuat dia hampir terjatuh dan untungnya Justin segera menahannya.
"Kamu masih pusing, kamu mau ke mana?" tanya Justin.
Tamara berusaha berdiri sendiri, kemudian menatap tajam Justin.
"Tentu saja aku mau sekolah, memang aku mau ke mana lagi. Apa sih yang Kakak pikirkan?" jawab Tamara dengan nada ketus.
"Tamara, kamu duduk dulu ya. Kamu masih pusing dan aku mau meminta Bi Lauren untuk membuatkan air lemon untuk kamu supaya kamu tidak pusing," kata Justin lembut.
Walaupun Justin sangat marah dengan Tamara tapi di dalam hatinya ia sangat menyayangi adiknya apalagi kalau Tamara sedang sakit. Orang pertama yang akan menolong Tamara adalah dia.
"Kak, aku sudah mau terlambat. Kepalaku juga sudah tidak terlalu pusing," balas Tamara dengan nada ketusnya.
"Baiklah, Kakak tidak akan memaksa. Kakak tunggu di bawah ya," kata Justin sambil membelai lembut pipi Tamara.
Tamara hanya menganggukkan kepalanya saja. Dia mengambil pakaian dan langsung masuk ke dalam kamar mandi sedangkan Justin pergi ke kamarnya dulu untuk bersiap-siap juga.
"Aduh, kepalaku masih terasa pusing tapi aku tidak suka kalau harus bolos," gumam Tamara.
Tamara memejamkan mata lalu membuka kembali. Ia mulai membersihkan dirinya. Setelah tubuhnya sudah bersih, Tamara memakai seragam. Tamara keluar dari kamar mandi lalu ia mengambil ransel, kemudian memakainya di pundak.
"Semoga enggak telat," gumam Tamara.
Tamara dengan langkah cepat keluar dari kamar berjalan menuju ruang tamu. Sampai di ruang tamu, ia melihat kakaknya sudah menunggu dengan pakaian santai mengernyitkan dahinya.
"Kamu kenapa lihat Kakak begitu? Kakak ganteng, ya," goda Justin dengan senyum lebar.
"Biasa aja, selalu jelek kalaupun ganteng dilihat dari sedotan kali," balas Tamara ketus dengan wajah memerah.
"Ayo jalan sekarang. Ini ada sandwich, Kakak siapin buat kamu makan di mobil ya. Soalnya mama dan papa lagi pergi ke luar kota ternyata hari ini," kata Justin sambil memberikan bungkusan berwarna coklat.
Tamara menerima bungkusan tersebut. Mereka berdua berjalan bersama menuju mobil. Saat sudah di dalam mobil, Justin mulai mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang melintasi jalanan yang terlihat mulai macet.
"Kamu kenapa kemarin berani sekali ke tempat itu? Itu tempat tidak baik untuk kamu, apalagi kamu kemarin pakai baju pendek banget, Kakak tidak suka," kata Justin ketus.
Tamara hanya diam saja dan menikmati sandwich yang diberikan oleh Justin tadi. Tidak lama mobil berhenti di depan Trinity School, Tamara langsung membuka pintu mobil lalu ia keluar dari mobil. Saat mau berjalan tiba-tiba tangannya digenggam oleh Justin.
"Tamara, Kakak minta sama kamu jangan ke tempat begitu lagi. Maafkan Kakak karena tadi pagi marah sama kamu. Kakak hanya tidak mau kamu pergi menjauh dari Kakak," kata Justin dengan wajah memelas.
Tamara menatap Justin. Ia merasa kasihan sebenarnya pada Justin tapi dia tidak boleh luluh begitu saja.
"Sudah ya, Kak. Keinginanku sudah bulat dan aku tidak peduli dengan pendapat kalian, ini hidup aku," balas Tamara.
Tamara menepis tangan Justin lalu ia menutup pintu mobilnya, kemudian ia berjalan menuju kelasnya. Saat sudah sampai di dalam kelas, Tamara mendudukkan dirinya di samping Tina dan di belakangnya ada Theo. Ya mereka selalu duduk bersama.
"Tamara, kamu gimana semalam? Apa dimarahi sama kakak kamu?" tanya Tina heboh.
"Biasa, dia marah sama aku tapi nanti juga baik sendiri," jawab Tamara.
"Tamara, maaf ya. Kemarin seharusnya aku menjaga kalian malah aku juga ikut mabuk," kata Theo.
"Iya, enggak apa-apa kok. Wajar sih kita langsung mabuk, kan kita tidak biasa minum begituan," balas Tamara.
"Oh iya, kemarin kayaknya aku ingat sedikit kalau kakak kamu mukul orang di club itu. Apa kakak kamu terluka?" tanya Tina.
"Waduh, aku enggak tahu kalau dia mukul orang. Tadi sih aku lihat tidak ada luka di wajahnya," balas Tamara.
"Tamara, kita kan bentar lagi udah mau lulus nih, kamu berniat lanjutin di mana?" tanya Tina.
"Aku sih mau lanjut di sekolah pramugari," jawab Tamara.
"Loh, emang kakak dan orang tua kamu bakal setuju?" tanya Theo.
"Kalau tidak diizinin, mungkin aku akan nekat dan kabur dari rumah. Aku kan juga butuh menentukan pilihanku sendiri. Buat apa ambil jurusan yang aku tidak sukai, yang ada nanti malah bikin beban pikiran," balas Tamara.
"Tina, kalau kamu mau lanjutin di mana?" tanya Theo.
"Aku sih mau ikut Tamara jadi pramugari aja deh, biar selalu bersama," jawab Tina.
"Idih selalu bersama? Udah kayak kamu pacarnya Tamara aja," kata Theo dengan nada mengejek.
"Iyalah, kita akan selalu bersama, kan kita teman seumur hidup," balas Tina.
"Theo, kalau kamu mau lanjutin di mana?" tanya Tamara.
"Aku sih kayaknya bakal ambil jurusan IT," jawab Theo.
"Wihh, mantap mau jadi programer, Bambang," balas Tina.
"Nama aku theo bukan bambang, Inem," kata Theo.
"Hadeh, kalian cocok deh berdua, jadi pacaran aja deh," kata Tamara.
"Aku mah maunya sama kamu, Tam Tamku sayang," balas Theo.
"Idih, sayang sayang, mau dibacok kamu sama kakaknya, hahaha," kata Tina terbahak.
"Akhirnya nama kita udah didaftarin nih di sekolah di China, hehehe," kata Tamara.
"Di China?" tanya Tina dengan mulutnya menganga.