Barcelona, Spain.
VANESSA mengemudikan mobil bugatti veyron-- yang baru saja dihadiahkannya-- dengan kecepatan yang membuat pengguna jalan lainnya memaki kasar kepadanya melalui mobil mereka. Seolah tidak peduli, Vanessa hanya tersenyum dan semakin meningkatkan kecepatannya. Begitu ia berhasil melewati jalanan besar kota Barcelona, ia segera menelusuri jalanan sepi yang besar dan hanya dikelilingi tumbuhan yang menjulang tinggi.
"Vanessa O'brian, hentikan mobilmu sekarang juga atau aku akan menyitanya!"
Suara teriakan dari mobil yang sedang berada di sampingnya tidak mengganggu konsentrasi Vanessa untuk terus meningkatkan kecepatan mobilnya.
"Vanessa," teriak pria itu lagi.
"Jangan mengikutiku, Kak," balas Vanessa sembari berteriak dan semakin meningkatkan kecepatan mobilnya. Vanessa tersenyum bahagia untuk saat ini. Kakaknya Jayden adalah pengemudi yang baik, tapi untuk sekarang Jayden tidak akan bisa menang karena mobil yang kakaknya itu gunakan berbeda dengan yang Vanessa kemudikan.
Memikirkan fakta itu semakin membuat Vanessa bersemangat. Ia terus melajukan mobilnya mengikuti jalanan dan tidak memerhatikan GPS yang ada di mobilnya. Hingga akhirnya ia jauh dari Jayden. Menyadari hal itu, Vanessa tidak terkejut dan terus mengemudikan mobilnya sampai seketika ia terkejut melihat sebuah mobil dengan seorang pria berdiri di hadapan mobil dan membuat ia otomatis menginjak rem.
"s**t," maki Vanessa kesal. "Kenapa harus dia lagi?"
"Keluar," ucap pria itu memberi tanda supaya Vanessa segera keluar dari mobil.
Vanessa tidak bisa kabur. Percuma saja. Ia tidak akan menang melawan pria itu. Akhirnya ia melepaskan sabuk pengamannya dan turun dari mobil. Kaki mulusnya yang dilapisi high heels mulai menginjak jalanan aspal dan ia keluar dengan memperlihatkan gaun hitamnya yang ketat dan pas di tubuh indahnya. Ia segera berjalan ke depan dan berdiri di hadapan pria yang sedang bersedekap.
"Bagaimana bisa kau kabur dari Jayden dan membuat kami semua kewalahan, apa kau benar-benar ingin dihukum, Vanessa?"
"Aku hanya menikmati mobil baru," jawab Vanessa enteng seraya duduk di depan mobilnya dan bergaya layaknya penguasa. "Lagipula aku baik-baik saja, kalian yang terlalu berlebihan melindungiku."
"Ingat Vanessa, ini Barcelona dan kau berada di jalanan sepi yang bisa saja menjadi tempat di mana kau akan dihadang oleh penjahat dan sebagainya. Apa kau bisa jamin akan baik-baik saja?"
Vanessa tersenyum simpul merespon perkataan pria bernama Rafael tersebut. Pria berusia 28 tahun yang seharusnya berada di panti jompo untuk beristirahat dan tidak bekerja untuk melindunginya hanya karena ayahnya yang meminta, ia tahu perkataannya berlebihan untuk seorang pria tampan yang belum berkepala 3, tapi ia suka itu.
Tidak ingin berlama-lama, ia berjalan dengan santai ke pria itu dan tangan kanannya dengan cepat mengambil pistol yang ada di samping celananya. "Aku bahkan bisa mengambil pistolmu dalam hitungan detik, jadi apa yang harus kutakutkan?" Vanessa kembali tersenyum simpul dan mulai menodongkan pistolnya ke wajah Rafael yang masih memasang wajah tenangnya.
"Ini adalah hal yang berbeda dari pikiranku," ucap Rafael.
Vanessa tidak peduli. "Tapi ini semua sesuai dengan pikiranku dan tidak menakutkan sama sekali."
"Benarkah?" Rafael seolah mengejeknya. "Haruskah kubuktikan?"
Vanessa mengerutkan keningnya dan pegangan tangannya pada pistol mulai melemah. Kedua matanya melihat Rafael yang sudah bergerak ke arahnya dan dalam hitungan detik, pria itu sudah mengunci pergerakan Vanessa, lalu mengambil pistol itu dengan keras dari tangan Vanessa.
Kini posisi mereka begitu dekat. Kedua tangan Vanessa terhimpit di antara tubuh mereka dan tangan Rafael menahan bagian belakang tubuh Vanessa.
"Seharusnya aku sadar kau akan melakukan ini," ujar Vanessa.
"Seharusnya begitu, Vanessa," balas Rafael. "Sekarang kau masuk ke dalam mobilku dan kita akan pulang ke rumah."
"Aku masih memiliki waktu sampai jam makan malam," bantah Vanessa.
"Sayangnya hari ini aku memotong waktumu." Rafael melepaskan cekalannya dan membuat Vanessa bernapas lega. Lalu ia sendiri membalikkan badannya dan berjalan untuk masuk ke mobil.
Namun, Vanessa tidak selemah itu saat ini. Usianya sudah 18 tahun sekarang dan ia bisa melakukan apa yang ia inginkan dan tidak melakukan apa yang tidak ia inginkan. Akhirnya ia memilih untuk berbalik kembali ke mobilnya dan langkah kakinya membuat Rafael teralihkan.
"Vanessa O'brian!"
Vanessa tidak berhenti dan langsung membuka pintu mobilnya, akan tetapi Rafael berlari ke arahnya dan pria itu dengan cepat mulai memutar tubuh Vanessa menghadapnya serta langsung menodongkan pistol tepat ke wajah Vanessa yang membuat gadis itu membeku di tempatnya.
"A-apa yang kau lakukan?!" teriak Vanessa tidak percaya dengan apa yang saat ini Rafael lakukan.
"Aku memang dibayar Ayahmu, tapi aku tidak akan segan melakukan sesuatu yang berbahaya ketika kau tidak pernah menuruti segala perkataanku. Ingat, Vanessa, tahun lalu orangtuamu sudah menyerahkanmu dan segalanya kepadaku. Sekarang ini kau hanyalah boneka yang mengikuti perintahku demi keamananmu."
Vanessa benci mendengar hal itu lagi. Ia menggigit bibirnya dan tidak peduli dengan ancaman seperti ini lagi. Ia menyingkirkan pistol Rafael dari hadapannya dan berbalik.
Dor
Vanessa berhenti. Tubuhnya kembali kaku dan ia dengan cepat menoleh tak percaya ke Rafael. "Kau benar-benar ingin melukaiku?"
"Jika itu bisa membuatmu mengikuti apa yang kukatakan," jawab Rafael enteng.
Vanessa benar-benar tidak percaya dengan hal ini. "Kau hanya suruhan Daddy dan kau berani melakukan ini kepadaku?!"
Tepat saat itu, suara mobil lainnya datang dan berhenti di samping mobil Vanessa.
"Apa itu suara pistolmu?" tanya Jayden terburu-buru kepada Rafael setelah keluar dari mobilnya.
Rafael tidak menjawab.
"Berhenti melindungiku mulai sekarang," ucap Vanessa tegas.
"Bukan kau yang membayarku," balas Rafael.
Vanessa tidak menyerah. Ia berjalan ke arah Rafael dan menatap tajam pria di hadapannya ini dengan emosi yang membara. "Aku akan membayarmu," ucapnya pelan tepat di wajah Rafael. "Entah itu menggunakan tubuhku atau apa pun, akan kubuat kau menyingkir dari hidupku secepat mungkin!"
Setelah mengatakan hal itu, Vanessa berbalik ke mobil Jayden dan duduk di tempat penumpang dengan wajah yang masih kesal.
"Kau sudah melewati batas. Sudah kuperingatkan untuk tidak menggunakan pistol di hadapan Vanessa," ujar Jayden memperingatkan.
"Jika aku tidak melakukannya, maka Vanessa akan berada dalam bahaya karena berusaha menentangku," balas Rafael, lalu kembali ke mobilnya dan melajukannya dengan kencang.
Sedangkan Jayden mulai menghubungi seseorang untuk mengambil mobil Vanessa dan ia masuk ke dalam mobilnya untuk menanti orang yang akan membawa mobil Vanessa.
"Aku benar-benar membencinya," ucap Vanessa dengan bahasa Indonesianya ketika Jayden duduk di sampingnya.
"Kamu harus menurutinya dengan baik, Ane," ucap Jayden.
"Tidak bisakah Kakak meminta Daddy untuk menggantinya? Aku benar-benar tidak suka dengan sikap dan aturan yang dia buat," pinta Vanessa dengan kesal.
"Tidak bisa. Rafael adalah yang terbaik dari yang paling terbaik," jawab Jayden.
Mendengar hal itu, Vanessa hanya memutar matanya jengah.
TBC