Part 5

1079 Words
Barcelona-Spain VANESSA termangu melihat pria tampan dengan kacamata hitam yang membingkai wajahnya tengah tersenyum ke arahnya. Ia buru-buru berjalan ke hadapan James dan tersenyum ke arah pria itu. "Kenapa kau di sini? Kau bilang seminggu lagi?" Pria itu bernama James, atau lebih tepatnya James Alexander Philip Theo Mountbatten-Windsor Viscount Severn. James merupakan anak kedua dan putra satu-satunya dari Edward, Pangeran Wessex dan Sophie, istri Pangeran Wessex, serta cucu dari Ratu Elizabeth II dan Pangeran Philip, Adipati Edinburgh. "Aku hanya ingin memberimu kejutan," jawab James. "Lalu ada apa ini?" tanya Vanessa seraya memerhatikan kekacauan yang terjadi. "Aku mengetahui kau ada di sini karena Josh dan mobilmu, akhirnya aku mengerahkan pengawalku untuk menghentikan mereka karena tembakan yang mereka perbuat. Aku sudah menghubungi Putri Leonor dan akan kubawa mereka ke pemerintah," jawab James. "Sebaiknya kita pulang, Putri dan Pangeran lainnya sudah menunggu." "Vanessa akan pulang denganku," sela Rafael seraya menahan tangan Vanessa. "Apa ada masalah denganmu, Rafael?" balas James. Vanessa menghela napasnya. Ini terjadi lagi. James dan Rafael selalu saja seperti ini jika mereka berdua sudah bertemu. Ia harus segera melerai sebelum Rafael membahayakan James. "James, aku akan pulang bersama Rafael." "Kenapa tidak denganku?" "Karena dia memilihku," jawab Rafael, lalu menarik tangan Vanessa dari hadapan James dan membuat keduanya berlari ke arah mobil. "Kau seharusnya bersikap hormat pada James," ucap Vanessa ketika dirinya dan Rafael berada di mobil. "Apa aku harus melakukannya kepada suksesi ke-11 yang bahkan sulit untuk naik tahta?" "Rafa!" bentak Vanessa tak suka. "James adalah calon tunanganku dan dia keluarga kerajaan Inggris. Kau harus menghormatinya karena bagiku kau hanya pesuruh. Apa kau terlihat terhormat karena bersikap seperti tadi?" "Calon tunangan? Semua bisa terjadi Vanessa, mungkin saja kau akan dinikahkan dengan Pangeran George oleh kerajaan karena kontribusi keluargamu untuk pemerintahan Inggris." "Buang asumsi gilamu itu, aku lebih mengharapkan Pangeran George menikah dengan Putri Ingrid." "Oh astaga, Vanessa, itu tidak akan terjadi. Mereka berdua adalah Raja dan Ratu masa depan untuk kerajaan masing-masing." "Bisa kita hentikan pembicaraan menyebalkan ini?" Vanessa tampak kesal, lalu ia memalingkan wajahnya ke luar jendela.          Setelah itu, tidak ada lagi pembicaraan atau satupun suara yang keluar dari bibir mereka berdua. Hingga saatnya mereka tiba di rumah Vanessa yang mana keduanya sudah disambut oleh Jayden dan semua orang. "Apa kau baik-baik saja?" tanya Jayden. Vanessa mengangguk. "Kami sangat khawatir," ucap Pangeran Christian, Pangeran dari Denmark. Ia adalah anak pertama dari Putra Mahkota Frederik dan Putri Mahkota Mary dari Denmark. Seperti yang rakyat Denmark ketahui, Pangeran Christian berada di urutan kedua garis suksesi takhta Denmark setelah ayahnya. "Aku baik-baik saja," balas Vanessa. "Bagaimana dengan James?" tanya Putri Estelle. Putri Estelle adalah anak pertama dari Putri Mahkota Victoria dan Pangeran Daniel, Adipati Vastergotland. Putri Estelle juga berada di posisi kedua dalam garis suksesi takhta Swedia. Sama halnya dengan Pangeran Christian. "Dia segera menyusul." "Bagaimana mereka bisa menemukanmu? Apa kau berkeliaran?" tanya Putri Ingrid. "Guys, I am okay," ucap Vanessa akhirnya. Teman-temannya selalu saja menanyakan banyak pertanyaan sebelum ia bisa menjawab satu. Semua mata kini tertuju ke arah Vanessa. "Rafael melindungiku dan James juga melindungiku, aku ke kamar dulu." Vanessa merasa aneh saat ini. Ia pun memilih untuk ke kamarnya. Sebenarnya ia merasa tidak enak sejak dirinya mendengar suara tembakan dan 3 orang yang terkapar lemah di hadapannya. Ia membuka pintu kamarnya, menghirup aroma segar dan melepasnya dengan perlahan. Ini belum seharian ia meninggalkan kamarnya, tapi ia begitu rindukan. Entah mengapa, tapi Vanessa sangat suka dengan desain kamar yang sudah ditempatinya selama satu tahun ini. Warnanya membuat dirinya tenang dan selalu ingin berada di sini dalam beberapa hari. Ia pun berjalan ke ranjangnya dan merebahkan dirinya di sana. Ia menghela napas, mencoba untuk menenangkan diri. Matanya ia pejamkan dan mencoba untuk memikirkan hal indah demi ketenangannya. Ia merasa tenang untuk beberapa saat sampai akhirnya pintu kamarnya diketuk dan memperlihatkan sosok Rafael. Seketika saja ia merasa mood-nya dihantam ke bumi. Jika Rafael berada di dekatnya, mungkin saja ia akan merasa kesal setiap detiknya. "Kau tidak ingin keluar? Semua orang sedang menunggumu, termasuk calon tunanganmu." Vanessa mengambil napasnya dan bangkit dari tempatnya, lalu berjalan ke arah Rafael untuk mendorong pria itu keluar dari kamarnya. "Katakan kepada mereka ak---" Perkataan Vanessa terhenti ketika tubuhnya tiba-tiba saja ambruk dalam dekapan Rafael. "Kau tidak apa-apa?" "Aku tidak apa-apa, sebaiknya kau keluar." Vanessa mencoba untuk melepaskan diri, tapi Rafael terus menahan tubuhnya hingga akhirnya pria itu menggendong Vanessa dan membaringkannya ke ranjang. "Kau merasa tidak enak karena perlakuan di kampusmu atau apa?" Rafael mulai bertanya. "Jangan tanya aku," ucap Vanessa seraya menaikkan selimut sampai menutupi setengah wajahnya dan mulai memejamkan matanya sedikit demi sedikit. "Jika kau keluar, tutup pintu rapat-rapat dan jangan biarkan siapapun masuk." Setelahnya ia pun tertidur. Disaat Vanessa terlelap, Rafael mulai mengeluarkan ponselnya dan membaca pesan yang Victor kirimkan. Aku memeriksa CCTV yang ada di kampus dan menanyakan semua orang di fakultasnya. Yang membulli Vanessa adalah Lauren Velasco, putri bungsu dari Franklin Velasco, pengusaha dalam bidang teknologi dan fashion. Dari yang kudengar, Lauren begitu iri dengan Vanessa karena gadis itu berteman dengan bangsawan. Aku juga mendapatkan informasi bahwa Lauren sangat menyukai Pangeran Christian, tapi Vanessa malah meminta Lauren untuk menjauhi Pangeran Christian. Seorang mahasiswa berkata kepadaku bahwa Vanessa pernah mengagungkan Pangeran Christian di hadapan Lauren. Ini alamat dan semua datanya. Selamat bekerja, Raf ;) Rafael membaca pesan itu. Ia merasa ingin tertawa. Jadi ini semua hanya masalah ketenaran dan lelaki. Mereka begitu kekanakan. Selama ini Rafael memang melindungi Vanessa di kampus, tapi setelah gadis itu masuk ke dalam kelas, Rafael selalu meninggalkannya ke kafe kampus sembari menunggu Vanessa. Hal itu dilakukannya karena Vanessa meminta dengan sangat agar dirinya menjauh ketika ia sedang belajar. Rafael mendadak menyesal mengikuti perkataan Vanessa sampai akhirnya ia mengaaikan musuh Vanessa di dalam kampus. "Enghh.." Rengkuhan Vanessa membuat perhatian Rafael teralihkan. Ia menurunkan sedikit selimut Vanessa dan membuat seluruh wajah Vanessa yang tengah tertidur tampak jelas. Ia pun tersenyum. Vanessa selalu cantik dalam apapun. Aroma bayi yang selalu Vanessa gunakan membuat ia merasa damai. Vanessa begitu berbeda dengan gadis lain yang selalu menggunakan aroma menyengat dan membuat dirinya pusing. Inilah salah satu yang ia sukai dari Vanessa. Sejak setahun yang lalu, ketika ia melihat Vanessa untuk pertama kalinya, ia sudah mengklaim gadis ini sebagai miliknya. Meskipun keluarganya sudah menjodohkan Vanessa dengan James yang memiliki darah bangsawan, tapi Rafael tidak akan menyerah. Ia sudah bersumpah dalam hidupnya bahwa ia akan membuat Vanessa menjadi miliknya. "Aku mencintaimu," ucap Rafael seraya memberikan kecupan manis di kening Vanessa yang hangat. "Aku sudah menduga kau mencintainya." Rafael menoleh, melihat pria menyebalkan itu berdiri di belakangnya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD