Penuh Rahasia

1200 Words
    Setelah menyelesaikan pembicaraan mereka. Deddy dan Meggie berdiri lalu berjalan keluar restoran.     "Aku berharap semoga besok kau masih menganggapku sebagai teman mu Meggie,” kata Deddy ketika dia sudah sampai di mobilnya sementara mobil Meggie berada tidak jauh darinya.     Meggie menghentikan langkahnya dan berbalik memandang ke arah Deddy.     "Tentu saja mengapa tidak?”     Meggie melihat Deddy seperti ingin mengatakan sesuatu. Tetapi kemudian dia berubah pikiran. “Oh. Tidak apa-apa. Hanya saja aku sempat mempunyai firasat tentang sesuatu yang tidak menyenangkan,” jawabnya. “Sampai bertemu lagi.”     Meggie membalas lambaian tangan Deddy dan tidak berapa lama kemudian dia sudah keluar dari area parkir dengan mobilnya.     Dalam perjalanan kembali ke kantornya Meggie memikirkan kembali usul atau tawaran yang diberikan oleh Deddy. Dan ia merasa aneh meskipun Dia merasa bersemangat dan b*******h dengan tantangan tersebut dan itu adalah tugas yang membuatnya menjadi seorang jurnalis foto.     Meggie mendapatkan penghasilan dari laporan-laporan komersial serta foto-foto industrial. Tetapi semuanya mulai terasa menjemukan. Bahkan pemotrettan yang dilakukan dengan foto model serta mengisi artikel untuk majalah-majalah yang di kelola Bram untuknya mulai hilang glamournya dan Meggie merasa kurang gregetnya.     Meggie berharap semoga pria yang serba rahasia yang akan dia wawancari bukanlah seorang tokoh yang menjemukan dan juga menyebalkan yang dapat menggagalkan rencananya untuk membuat hasil wawancara yang memukau.     Deddy mengatakan bahwa dia akan segera mengenal pria itu dan berharap bisa bersikap obyektif dan tidak menaruh prasangka terhadapnya.     "Siapa pria itu dan mengapa Deddy sepertinya memberikan peringatakan padaku. Dan sepertinya sangat jelas saat dia memintaku untuk tidak berpikir berlebihan dan hanya bekerja saja?” katanya sambil memijat dahi dengan sebelah tangannya.     Deddy adalah pria hangat dan Meggie yakin sudah banyak wanita yang tertarik dan terjerat dengan pesona seorang Deddy Imran. Tetapi buat Meggie yang dia rasakan terhadap Deddy tidak lebih dari hubungan bisnis dan entah mengapa Meggie berpikir kalau pria itu tidak tenang dan seperti menyembunyikan sesuatu dan merasa bersalah terhadap dirinya.     "Kau sudah berhasil membuatku penasaan Ded. Dan kau tahu dengan jelas bahwa seorang jurnalis pasti akan tertantang saat di minta untuk mewawancarai tokoh yang misterius dengan reputasi yang membuat wanita tidak tenang,” tawa Meggie terdengar di dalam mobil saat dia memikirkan sosok yang tiba-tiba melintas di depan matanya.     Meggie tiba di studionya dan dia segera menyelesaikan pekerjaannya kemudian dia melihat email yang berisi kontrak kerja yang dikirim oleh Cahaya Magazine yang harus dia tanda tangani.     "Aku menyukai cara kerja yang cepat seperti ini. Dan aku yakin kalian tidak bisa melakukan apapun kaena semuanya sudah jelas di kontrak yang kalian kirim,” ucap Meggie dalam hati sebelum dia mengirim kembali ke Cahaya Magazine setelah dia menandatanganinya.     Hari ini Meggie sangat lelah dan dia sangat membenci Deddy yang telah membuat janji makan malam tanpa berunding lebih dulu dengannya dan juga pada dirinya sendiri karena rasa ingin tahunya sangat besar untuk mengetahui siapa tokoh yang akan dia wawancarai.     Meggie sudah berada di rumahnya dan memutuskan untuk berendam di bathtub dengan aroma therapy yang menenangkankan saat teleponnya berbunyi.     Meggie segera mengambil dan memegang gagang teleponnya dengan jengkel. “Meggie Dirga,” Katanya singkat.     “Hm, ternyata hari ini suasana hatimu sedang ceria ya,” kata Bram tertawa menyindir.     “Halo Bram. Aku tidak tahu harus mengatakan apa karena mendapat kehormatan dalam seharian ini aku bisa dua kali mendengar suaramu,” kata Meggie ketus yang tidak disadarinya.     Meggie tahu untuk mendengar suara seorang Bramasta sangat sulit apalagi untuk bertemu bahkan banyak karyawannya yang tidak pernah tahu siapa yang menjadi pimpinan mereka. Dan Meggie adalah satu-satunya wanita yang selalu menghindari pria bernama Bramasta Wijaya.     “Wah, sepertinya kau baru melewati hari yang melelahkan. Bagaimana pertemuanmu dengan Deddy Imran? Aku pikir kau akan bersemangat setelah makan siang dengannya.”     “Kau tahu mengenai wawancara dengan Tuan X?” tanya Meggie meneggakkan tubuhnya.     “Ya. Deddy mengatakannya padaku. Menurut pendapatku. Sebaiknya kau menemui dan berbicara langsung dengannya.”     “Terima kasih Bram. Aku senang sekali. Apakah Deddy tidak mengatakan padamu siapa pria itu?”       Bram tidak cepat mengatakannya dan ada jeda sebelum terdengar suara Bram menjawab pertanyaannya. “Menurut anggapanku. Aku sangat mengenalnya, seperti setiap orang mengenalnya.”       “Bram! Kenapa kau ikut-ikutan bermain rahasia denganku. Kau tahu aku sangat gugup dengan segala rahasia mengenai tokoh itu,” dengus Meggie putus asa.       “Hahaha … Menurutku lebih baik seperti itu. Obyektifitas adalah tindakan terbaik dan sangat penting dalam hal ini.”       “Kau meragukan obyektifitasku?” tanya Meggie marah. “Aku akan bersikap sedingin es Bram. Kau dapat mempertaruhkan provisi mu atas ini.”       “Aku gembira mendengar hal itu, Meggie,” sahut Bram tenang.       “Berbicara mengenai provisi, mengapa kali ini kau tidak mau mengusahakannya?” tanya Meggie sarkatis. “Jika aku melakukan hal itu dan aku memang sudah berniat untuk melakukannya meskipun hanya untuk membuatmu kesal. Aku pasti akan mendapatkan banyak uang dan aku yakin akan menjengkelkan mu karena kau tidak akan mendapatkan keuntungan sesen pun.”       “O, aku akan mendapatkan banyak sekali kepuasan untuk itu,” katanya dengan berteka-teki Bagaimanapun aku gembira sekali karena kau menanggapi pekerjaan ini dengan sangat positif … Setidaknya untuk saat ini.”        “Apa maksudmu? Aku tidak mengerti dengan maksud dari ucapanmu sejak kau meneleponku?” Meggie curiga dengan ucapan Bram yang di katakan padanya.        “Tidak perlu berpikir macam-macam!” selanya cepat.       “Apakah kau menghubungiku hanya untuk menyampaikan rasa puasmu karena aku berada di posisi yang membingungkan atau ada sesuatu yang lain?” entah mengapa Meggie tidak menyukai nada suara Bram.       “Wah, apa yang terjadi dengan wanita yang belum lama mengatakan akan bersikap sedingin es? Aku hanya mau tahu bagaimana pendapatmu dan berharap kau bersikap obyektif,” Bram tertawa setelah mengucapkan kata-katanya.       “Hanya itu saja Bram? Kau yakin tidak ada yang lainnya? Kalau begitu aku harus mengatakan padamu bahwa telepon mu sudah mengganggu waktu berendam ku,” sungut Meggie yang langsung menutup teleponnya tanpa menunggu jawaban dari Bram.        Meggie tidak tahu bagaimana keadaan Bram setelah mendengar ucapan Meggie yang mengatakan dirinya sedang berendam.       “b******k kau Meg. Mengapa kau harus mengatakan kalau kau sedang berendam!” umpatnya kesal dan Bram segera meraih minumannya berharap dengan tindakannya tersebut dapat menghapus bayangan Meggie yang sedang berendam.       Bayangan Meggie yang berendam dengan tubuh polos dan hanya tertutup busa membuatnya tidak mampu berpikir lain selain menyalahkan mata nya saat pagi tadi dia menyelusuri bentuk garis leher Meggie saat dia mengenakan blus tipis dan berleher rendah sehingga bentuk dua gunung kembar yang tertutup begitu menggodanya.       “Kau harus bertanggung jawab dengan yang aku rasakan sekarang Meggie Dirga.” Dan Bram segera menghabiskan minumannya sebelum dia terjun ke dalam kolam dan untuk meredakan rasa panas di tubuhnya. Dan Bram baru melampiaskan marah dan prustasinya dengan berenang mondar-mandir hingga rasa lelah membuatnya menghentikan gerakannya.       Di rumahnya Meggie sedang memilih pakaian mana yang akan dia kenakan. Dan Meggie memutuskan untuk mengenakan celana panjang sutra berwarna hitam serta blus yang di design secara khusus sehingga bisa dikenakan dengan atau tanpa bra. Dan Meggie mengenakan hiasan mutiara di telinganya serta sepatu highels sewarna dengan celananya.       Meggie menatap dirinya di depan cermin dan merasa puas dengan penampilannya. Bagaimanapun ini hanyalah pertemuan bisnis dan tidak ada hal yang lainnya.       “Aku yakin pertemuan ini hanya awal dari pendahuluan dan semoga orang yang akan aku temui tidak memberikan kesempatan yang bisa membuatku tidak tertarik. Karena aku membutuhkan uang dari ini agar aku bisa membangun biro iklan yang sudah lama aku impikan,” Meggie segera meraih tas dan jaket wolnya yang lembut sebelum keluar dari kamarnya.       Meggie berjalan keluar menuju mobilnya dan terlihat dia memakai jaket nya untuk melindunginya dari udara dingin yang mungkin akan dirasakannya nanti.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD