Makan siang itu berjalan tidak baik, Petra terus saja diam. Setiap Alanis berceloteh tentang Karina, Petra selalu diam dan Karina pun hanya menanggapi dengan senyum dipaksakan.
Sesampainya di apartemen, Petra langsung saja memberondong Alanis dengan berbagai pertanyaan.
"Apa-apaan tadi itu?!" Tanya Petra menggeram marah.
"Apa maksudmu?" Alanis bingung.
"Apa yang kau pikirkan sehingga berkata seperti itu pada wanita tadi?"
"Aku hanya mengeluarkan pendapatku, bukankah itu ide yang bagus? Kau bisa menikah siri dengan Karina tanpa sepengetahuan keluarga kita. Dan Karina yang akan mengandung anakmu." Jelas Alanis seolah tanpa beban, padahal jauh di dalam hatinya yang terdalam. Dia merasa berat dan tidak rela mengatakan itu semua.
Petra mendengus sinis. "Mengulang kejadian yang dulu, eh?"
Jawaban Petra seketika menyentil Alanis, ia jadi teringat masa lalunya. Masa lalu yang sulit dia lupakan, bahkan mungkin selalu mengganggu tidur malamnya.
"Yeah, kau benar. Ini semua semata-mata untuk menyenangkan orangtuamu dan juga kamu! Aku bahkan tidak peduli pada perasaanku, apakah perasaanku sakit atau tidak, yang ada dipikiranku hanyalah. Bagaimana caranya agar aku tidak bercerai denganmu, dan kedua orangtuamu tidak terus menyudutkanku setiap harinya!"
Petra terdiam membisu mendengarkan semua keluhan Alanis.
Alanis berjalan ke arah Petra, memandang suaminya itu dengan segala kesakitannya. Tangan kanan Alanis menusuk d**a bidang Petra dengan pandangan mengabur.
"Aku juga tidak ingin seperti ini, menyuruhmu harus menikah dengan wanita lain, karena itu seperti mengulang kembali masa laluku, mengulang kembali rasa sakitku. Tapi aku bisa apa? Kau sekarang hidupku, Petra aku tidak bisa hidup tanpamu," ujar Alanis dengan menangis sambil meremas kemeja yang dipakai Petra.
Petra yang melihat wanitanya itu begitu rapuh seketika mendekapnya, tangis Alanis pecah. Tangis pertama yang dilihat Petra selama dirinya dan Alanis bersama. Jika Alanis telah menangis seperti ini, itu berarti dia sudah begitu sakit dan lelah. Karena selama ini, selama dia mengenal Alanis. Wanitanya itu adalah wanita terkuat yang ditemuinya, melihat Alanis seperti ini membuat dirinya sakit juga.
"Aku mohon, Petra. Demi pernikahan kita, bukankah kau mencintaiku?"
"Tapi tidak dengan menikahinya, sayang."
"Ini hanya untuk sementara."
Petra tidak menjawab tapi Petra melepaskan dekapannya.
"Kamu bisa menjelaskannya kepadaku? Sejujur-jujurnya Lani?"
Alanis mengangguk, lalu mengajak Petra untuk duduk di atas ranjang.
"Ini hanya sementara, mungkin setahun. Pernikahan ini mungkin hanya pernikahan siri."
"Tidak, aku tidak menyetujuinya. Tapi mungkin jika pernikahan di atas kertas aku setuju, aku tidak bisa mengucapkan janji kepada Tuhan untuk menikahinya, sayang. Tidak, itu sangat berat dan hatiku melarangnya,"
Alanis terdiam, dia benar-benar bodoh. Seharusnya dia menawarkan pernikahan kontrak, bukan siri. Tapi mendengar perkataan Petra, membuat Alanis menyadari satu hal. Jika Petra benar-benar mencintainya, dan ini juga membuktikannya untuk mencoba mencintai Petra.
"Tolong Petra, ini hanya nikah siri dan kontrak. Aku juga tidak memintamu untuk menggauli Karina, tidak. Aku tidak akan pernah sudi untuk berbagi kehangatanmu dengan wanita lain."
Petra tersenyum mendengar ucapan Alanis, terlihat sekali jika wanitanya kini mulai menerimanya.
"Lalu, jika aku tidak meniduri Karina. Bagaimana wanita itu bisa hamil?"
"Aku sudah mencari sebuah rumah sakit untuk mewujudkan keinginan kita. Rumah sakit itu milik kenalanku, ada beberapa kasus yang menerima Ibu pengganti." Jelas Alanis.
"Jadi maksudmu?"
"Kamu tidak usah berhubungan dengan Karina, dia hanya tempat yang pas untuk anak kita. Umur dia masih muda, dan aku yakin dia sehat."
"Lalu bagaimana dengan prosedernya? Kamu sudah mengetahuinya?"
Alanis mengangguk semangat.Membuat Petra diam-diam berpikir, istrinya itu benar-benar sudah merencanakan hal ini dengan matang sepertinya.
"Ini seperti bayi tabung pada umumnya, bedanya Karina yang akan mengandung bukan aku," jelas Alanis.
Petra terdiam mencerna perkataan sang istri.
"Apakah ini legal?"
"Hmm, banyak yang menentang mengenai hal ini jika di sini. Tapi kita bisa melakukannya di luar negri, aku sudah berbicara mengenai hal ini dengan temanku di sana. Jika aku setuju, aku akan meneleponnya dan mengatakan jika kita siap melakukan hal itu."
"Apa wanita itu setuju dengan permintaanmu?"
"Tidak, maksudku belum. Dia belum menyetujuinya, tapi aku yakin jika Karina akan setuju."
"Mengapa kau seyakin itu?" Tanya Petra sambil memeluk tubuh Alanis dari belakang, dengan wajah yang ia tenggelamkan pada rambut panjang sang istri.
"Entah lah, mungkin aku tahu kelemahan dia." Balas Alanis dengan seringainya memandang Petra.
Petra mendengus melihat seringai Alanis.
"Lalu, jika dia setuju. Dia akan tinggal di mana?"
"Tentu saja di sini."
Petra menarik Alanis ke samping agar dia semakin jelas bisa melihat wajah cantik istrinya itu.
"Mengapa?"
"Tentu saja agar aku bisa mengawasinya, dan mungkin mengawasimu?"
Petra tidak terima mendengar tuduhan Alanis, seolah dirinya suka bermain gila.
"Mengapa kau mengawasiku?"
"Karena bisa saja kau diam-diam menemui Karina dan bermain gila dibelakangku."
Petra mendengus lalu mendorong kening Alanis dengan jari telunjuknya.
"Otak cantikmu ini terlalu mendrama." Balas Petra masih tidak terima dengan ucapan Alanis.
"Bukan seperti itu, tapi bisa saja terjadi bukan? Maka dari itu dia harus tinggal bersama kita di sini."
"Lalu jika orangtua kita kemari bagaimana?"
"Tentu saja kita sembunyikan."
"Kau ini yah, benar-benar. Tidak kehabisan segala cara untuk menanggapi perkataanku,"
Alanis kembali menyeringai mendengar jawaban Petra yang seolah takjub padanya.
"Lalu, jika dia sudah melahirkan anak kita. Apa yang akan dia lakukan?"
"Aku akan menyuruhnya untuk keluar kota atau mungkin keluar negri. Agar dia bisa mencari kebahagiaannya diluar sana, karena aku tidak ingin dia memiliki rasa padamu dan anak kita nanti."
"Ternyata kau over protective juga, yah." Seru Petra yang kali ini tersenyum menggoda.
"Tentu saja, jika kau bisa mengapa aku tidak?" Balas Alanis dengan memainkan dasi yang dipakai Petra.
"Aku penasaran, apakah jika matamu tanpa kacamata masih bisa menciumku dengan benar?" Tanya Alanis kembali dengan seduktif.
"Kau ingin mencobanya?" Balas Petra balik yang semakin merapatkan tubuhnya.
"Jika kau tidak keberatan."
Seringai setan muncul di wajah tampan Petra, dan detik kemudian Alanis telah jatuh di atas ranjang dengan Petra yang mengukung tubuh indahnya.
***