When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Saat Leon menerima telepon dari Piter wajahnya kali ini lebih tenang dari biasanya, walau ia marah cemburu kesal tetapi saat Piter menyebut Hara istrinya ia tenang. “Apa kamu bilang?” “Nona Hara. Pak Leon, Bagaimana menurutmu jika aku menikahi Hara?” Untuk beberapa sesaat, Leon diam menyimak, tangannya terkepal kuat menahan perasaan panas di dadanya, ‘Calon istri ? bukannya kamu hanya pengawalnya, sejak kapan pengawal jadi calon suaminya, dasar bodoh’ ucap leon dalam hati. Tapi sudah pasti ia cemburu. “Aku ingin tahu dimana di mana dia? Bagaimana keadaanya?” “Kamu khawatir dengan ibunya atau kamu khawatir dengan bayi yang dia kandung?” tanya Piter lagi, wajah Leon semakin merah . Leon menarik napas panjang, seandainya saja orang itu ada di depannya, mungkin ia sudah memberinya satu