When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Saat dalam kamar, Jovita tidak bisa tidur, ia hanya duduk tiba-tiba suara ketukan terdengar. Jovita membuka pintu, ternyata Leon yang datang, penampilannya sangat memprihatinkan wajahnya terlihat sangat menderita , rambutnya lepek dan sangat berantakan seperti habis dijambak, Leon membuka pakaiannya hanya menyisahkan kaos singlet berwarna putih. “Ada apa?” Leon tidak menjawab, ia melonggos masuk ke dalam kamar dan membuka laci di samping ranjang, ia mengambil beberapa obat sejenis Eximer yang ia yakini mampu menghilangkan efek perangsang. Lalu ia masuk ke kembali ke dalam kamar yang ada di sebelah kamar Jovita. Leon ingin merendahkan reaksi obat itu dengan meminum obat tersebut ia berharap bisa mengurangi penderitaannya. Bukannya reda Leon merasa kepalanya ingin pecah. “Aaa .... b**