Happy Reading.
Siska sudah merapikan meja kerjanya dan saatnya dia pulang. Tadi Gazelle juga sudah menyuruhnya untuk pulang karena memang tidak ada lembur.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah lima sore dan rencananya Siska akan ke rumah sakit melihat perkembangan kesehatan sang ayah.
"Siska, ayo pulang sama-sama, aku antar," ujar Gazelle saat keluar dari dalam ruangannya.
"Ah, maaf Pak. Saya akan pergi ke rumah sakit dulu, gantian sama Mia. Kata Mia perkembangan kesehatan ayah sudah ada kemajuan," jawab Siska.
"Bagus kalau gitu sekalian aku juga mau jenguk ayah kamu, ayo kita ke rumah sakit sama-sama." Siska tidak bisa menolak Gazelle karena pria itu langsung menarik tangannya dan menggenggamnya erat.
Akhirnya keduanya sama-sama pergi ke rumah sakit dan Siska sama sekali tidak bisa menolak. Sebenarnya Gazelle ingin mengatakan pada Siska jika Gisella telah kembali dan dia sekarang bekerja di rumah sakit milik keluarganya yang juga rumah sakit di mana ayah Siska di rawat. Akan tetapi, Gazelle urungkan, besok pasti mereka juga akan bertemu, lagian Gisella mungkin tengah sibuk.
***
Di sebuah rumah sakit, dua orang berbeda jenis kelamin baru saja datang. Sang pria langsung membawa sang wanita ke berangkat pasien dengan wajah yang was-was. Beberapa perawat mendorong brankar itu ke dalam IGD.
"Nathan, sakit!"
"Iya, Via, tahan sebentar, ya? Dokternya sudah mau datang," bisik Nathan lembut di telinga wanita itu.
"Tapi aku sudah tidak kuat, rasanya sakit sekali." Silvia menarik tangan Nathan yang memegang perutnya.
"Kamu harus tahan, bentar lagi dokternya datang," ujar Nathan.
Tiba-tiba pintu ruangan terbuka, menampilkan sosok perempuan berjas putih masuk ke dalam dengan penampilan yang sangat mempesona. Terkesan berwibawa dan ramah.
"Dokter, tolong!" suara Nathan tercekat saat melihat siapa yang ada di hadapannya saat ini.
"Mari, silahkan menyingkir terlebih dulu, saya akan memeriksa istri Anda, Pak!" ucap Gisella tersenyum. Dia sama sekali tidak menunjukkan raut wajah yang terkejut.
Meskipun dia memang tidak tahu siapa pasiennya ini, yang tidak lain adalah Silvia. Wanita yang dicintai oleh mantan suaminya. Nathan sendiri hanya bisa melongo menatap ke arah mantan istrinya itu.
Sudah hampir 4 tahun berlalu, dia berusaha mencari keberadaan mantan istrinya, tetapi sia-sia karena Gisella telah pergi ke luar negeri. Nathan tidak tahu di Negeri mana tepatnya.
Setelah pernyataan cintanya waktu itu, setelah sidang putusan cerai berakhir, Nathan tidak pernah bisa tidur dengan nyenyak, dia merasa sangat bersalah pada Gisella. Bahkan ada sebuah rasa kehilangan yang mendalam di sudut hatinya.
"Gisella."
Nathan sejak tadi menyaksikan Gisella yang sedang memeriksa kondisi Silvia. Dengan wajah yang serius seperti itu, membuat Nathan menatapnya tanpa berkedip, mantan istrinya itu semakin terlihat dewasa dan cantik.
Ya, kata cantik memang sangat patut untuk di sematkan pada Gazelle, pandangan Nathan tidak pernah lepas dari wajah Gisella dan hal itu di sadari oleh mantan istrinya.
Sebenarnya Gisella merasa heran dengan kelakuan Nathan, tetapi dia masih bersikap profesional dan menahan diri untuk tidak bertanya. Gisella menghela napas setelah mengecek beberapa titik di perut bawah sampai ke daerah intim.
"Apa yang Anda rasakan saat ini, Nona?" tanya Gisella menatap Silvia.
"Diare, mual dan muntah, nafsu makan hilang, nyeri saat buang air kecil, terkadang terdapat darah dalam urine, dan tubuh mudah lelah, jadi intinya saya sakit apa, dok?" tanya Silvia yang memang baru pertama kali memeriksakan kondisinya meskipun sudah lama dia mengalami sakit.
"Apakah Anda mengalami perdarahan di luar masa menstruasi atau setelah berhubungan intim keluar cairan berbau tidak sedap dari area pribadi Anda yang kadang bercampur darah? lalu timbul rasa sakit tiap berhubungan intim?" pertanyaan Gazelle benar-benar membuat Nathan merasa sedikit terkejut.
Pasalnya dia belum pernah melakukan hubungan intim bersama Silvia selama ini, tapi kenapa pertanyaan Gisella mengarah ke hal-hal yang seperti itu.
"Dokter? memangnya apa yang terjadi dengan Silvia? bagaimana kondisinya saat ini?" tanya Nathan dengan wajah serius.
"Kondisi istri Anda–"
"Maaf, Silvia bukan istri saya, kita belum menikah!" sela Nathan seakan mempertegas hubungannya dengan Silvia. Membuat wanita yang sedang berbaring di atas ranjang pasien itu langsung menoleh seketika.
Silvia merasa sedikit aneh dengan penuturan dan sikap Nathan, memang dia akui jika dialah yang membatalkan rencana pernikahan mereka karena masih terikat kontrak dengan salah satu agensi model di Milan, Italia.
Tetapi, bukankah saat itu Nathan juga menerimanya? bahkan Nathan sama sekali tidak pernah menanyakan rencana itu lagi meskipun dia masih mau menemani seperti sekarang ini, yang artinya ia tidak marah.
Sedangkan Gisella mengangkat kedua alisnya, sedikit terkejut dengan pengakuan Nathan, apakah benar mereka belum menikah? Bukankah dulu, Nathan akan segera menikahi Silvia saat wanita itu pulang ke Indonesia.
Ah, apakah ada cerita yang tidak di ketahui oleh Gisella?
Gisella mengerjabkan matanya demi menetralkan kembali perasaan ingin tahunya tentang hubungan mantan suaminya itu dengan wanita yang di cintainya. Gisella berdehem untuk mengurangi rasa canggung yang tiba-tiba hadir begitu saja.
"Jadi, kondisi Nona Silvia sepertinya sudah lumayan parah, kita akan memeriksanya lebih lanjut, untuk saat ini saya akan memberikan obat pereda nyeri di perut bagian bawah, sebentar." Gisella berjalan ke arah mejanya dan menuliskan beberapa resep yang harus Nathan tebus.
"Dari gejalanya, Nona Silvia mengalami Kanker serviks, memang umumnya tidak menimbulkan gejala pada stadium awal. Gejala baru muncul saat kanker memasuki stadium lanjut. Pada kondisi tersebut, gejala yang muncul bisa berupa beberapa gejala yang sudah saya sebutkan tadi," lanjut Gisella menjelaskan.
Tentu saja hal itu membuat Silvia dan Nathan sangat terkejut. Nathan berjalan mendekat ke arah meja kerja Gisella.
"Kanker serviks? kok bisa?" tanya Nathan penasaran, karena setahu dia penyakit itu biasanya di sebabkan karena berhubungan intim, sedangkan selama berpacaran dengannya, Nathan sama sekali tidak pernah melakukan hal itu.
"Semuanya bisa terjadi, Pak, tapi Anda tenang saja, nanti saya juga akan menyuntikkan vaksin untuk mencegah penyakit itu menyebar," jawab Gisella tanpa melihat ekspresi wajah Pria itu.
"Sayang, sakit!" rengek Silvia pada Nathan, membuat pria itu mengalihkan pandangannya ke arah Silvia, karena sejak tadi Nathan sibuk curi-curi pandang kepada Gisella, mantan istrinya.
"Oh, iya, aku akan menebus obat dulu, nanti di minum obatnya agar tidak sakit," ucap Nathan menatap khawatir wajah Silvia.
Gisella menatap layar ponselnya, dia membaca pesan dari seseorang dan tersenyum senang. "Baiklah, nanti saya akan melakukan pemeriksaan kembali, sekarang saya permisi sebentar dan ini adalah daftar obat-obatan yang harus segera dikonsumsi oleh Nona Silvia," ucap Gisella menyerahkan resep obat kepada Nathan. Kemudian ia berpamitan untuk menemui seseorang yang baru saja tiba di rumah sakit.
***
Nathan melepaskan kemejanya dan membuangnya asal, hatinya berkecamuk tidak tenang saat melihat sang mantan istri yang kini sudah berubah.
Padahal sejak Empat tahun lalu, setelah Gisella mengatakan perasaannya, Nathan selalu tidak bisa tidur, apalagi nomor Gisella sudah tidak bisa di hubungi sama sekali setelah itu.
Sempat menanyakan kepada kakaknya Gisella tetapi jawaban Gazelle tidak memberikan jalan dan titik terang. Ya, Gazelle menyembunyikan di mana adiknya itu berada.
Bagaimana Nathan bisa menemukannya kalau ada seseorang yang sengaja membuatnya tidak bisa bertemu dengan mantan istrinya itu.
"Kenapa kamu jadi berubah, Gisell? kenapa kamu menolak untuk bicara denganku? Aku hanya ingin memastikan apakah perasaanmu masih ada untukku atau sudah hilang?" gumam Nathan.
Tadi saat di rumah sakit, Nathan ingin berbicara secara pribadi dengan Gisella, tetapi mantan istrinya itu menolak dengan halus dan hal itu justru membuat Nathan ingin sekali menculik Gisella dan membawanya kembali pulang ke rumah mereka yang dulu.
"Apakah rasa itu masih ada, Gisell?"
Bersambung.