DENTA beranjak turun dari atas motor ninja milik Gasta, saat tiba di gerbang megah SMA Sevit. Pagi tadi, Gasta tiba-tiba sudah datang ke rumah. Pemuda itu membujuknya atau lebih tepatnya memaksa Denta untuk berangkat sekolah bareng. Awalnya, Denta berhasil menolak sebelum papanya memberi perintah agar Denta berangkat bersama Gasta saja.
“Nanti gue jemput!” kata Gasta tegas, membuat Denta mendelik, “Kalau nggak mau, gue balik sama Lavina.”
Denta mendengus jengkel, “Ngancem. Siniin hp lo!”
Denta merebut ponsel Gasta, hingga membuat cowok itu terkejut. Dengan gerakan cepat, gadis itu menukar ponsel Gasta dengan miliknya. Ponsel dengan cassing warna pink, bergambar Hello Kitty.
“Mau ngapain?” tanya Gasta bingung sambil membolak-balikkan ponsel ber-cassing pink di tangannya, heran.
“Tukeran!” balas Denta ngegas. Gasta mendelik, lalu tertawa pelan saat memandang ekspresi kecut gadis itu. Kemudian mengangguk paham.
“Password?” tanya Gasta dengan alis terangkat sebelah.
“Tanggal lahir gue.”
Gasta mengangguk. “Entar, jadi gue jemput, kan?” tanyanya menahan senyum geli.
“Hm.” Denta hanya berdehem. Menunduk membenarkan resleting jaket, yang sejak tadi belum selesai-selesai. Gadis itu mendecak, mulai lelah sendiri.
“Ngapain?”
Gadis itu mendongak, ekspresi wajahnya langsung lesuh. Bibirnya maju beberapa senti, sambil mencebik pelan. “Resletingnya rusak. Gue lagi kedinginan banget.”
“Oh!”
Gasta langsung menarik tangan Denta lalu meraih resleting jaket di badan Denta. Saking dekatnya, Denta sampai agak termundur. Sedikit mendongak, saat melihat wajah pemuda yang masih duduk di atas jok motornya, begitu serius. Denta akui, Gasta itu benar-benar karismatik. Rahang tegasnya, serta tatapan tajamnya, membuat siapa pun itu, langsung menoleh dua kali, jika berpapasan dengannya. Denta makin membeku, ketika Gasta semakin agak menunduk, fokus benerin resleting.
Denta menggeram, ingin mengumpat dan berkata keras-keras. Mau ngamuk, tapi baper. Jantungnya saja berdebar tidak karuan. Namanya juga cewek ya, Denta tidak heran. Diperhatiin dikit, pasti langsung meleleh. Sampai gadis itu mendengar suara heboh, membuat Denta jadi menoleh kaget. Banyak siswi ternyata sudah ngomongin mereka berdua dari tadi. Tatapan mereka melongo, antara iri bercampur dengki.
Gasta tersenyum sekilas, sambil menarik resleting. Dengan wajah tak berdosanya, cowok itu sengaja menarik resleting sampai menutupi wajah Denta, membuat gadis itu refleks menjerit, tidak bisa napas.
“Rese banget sih?” amuk Denta, ketika sudah menurunkan resletingnya.
Gasta terkekeh, mencubit pipi Denta yang gembul lalu berdehem. “Gue berangkat ya!”
“Jangan bolos!”
“Oke.”
Denta melengos, mengangguk saja sampai cowok itu benar-benar pergi dari hadapannya. Barulah Denta bisa bernapas lega. Sejak tadi, dia olahraga jantung terus gara-gara makhluk terkutuk itu.
“Ngapain lihatin? Bubar!” kesalnya pada para siswi yang masih mengamati kepergian Gasta. Dan setelahnya tanpa banyak tingkah, Denta melangkah ke arah gedung. Suasana di dalam sama ramainya seperti tadi. Tatapan orang-orang jelas tertuju padanya. Bisik-bisikan tak lagi dapat dicegah.
“Bukannya cowok tadi bos geng SMA Dharma ya? Temen gue, ada yang satu sekolah sama dia. Katanya terkenal kejam,” kata salah satu orang siswi, saat Denta berjalan melewatinya.
“Walaupun kejam tapi kalau ganteng, gue juga mau kali,” celetuk yang lain.
“Itu cewek yang habisin Alicia minggu kemarin di kantin? Pantas sih, pacarannya aja sama bos geng, pasti ketularan,” oceh yang lainnya lagi.
“Tapi keren loh. Siapa coba yang bakal berani sama Alicia selain itu anak baru?” timpal gadis berambut pirang.
“Kayaknya, dia bukan siswi biasa deh.”
“Ya iyalah, emang lo nggak tau? Dia itu queen bee SMA Dharma Wijaya dulu, sebelum pindah ke sini.”
“Dia selebgram juga.”
“Bukannya dia lagi didekatin Aryan juga ya? Ah, semua aja yang cogan diratain sama dia.”
“Jangan kenceng-kenceng, entar dia denger.”
Telat! Denta sudah mendengar semuanya. Membuat gadis itu mendecak sebal. Dia pikir, jadi terkenal di Sevit bakal susah. Ternyata tidak. Baru berangkat sama cowok ganteng saja, sudah heboh satu sekolah. Padahal yang ganteng ngelebihi Gasta di sekolah ini ada banyak.
***
DENTA menopang dagu di meja kelas sesekali memperbaiki tatanan rambutnya lalu menatap layar ponsel milik Gasta yang dirampasnya tadi. Diam-diam meneguk ludah sendiri, masih terbayang saat pemuda itu membenarkan resleting jaket yang masih dia kenakan. Dia memang tidak berniat melepas, bahkan sampai sengaja tidak mengikuti upacara. Selain karena tidak enak badan, karena ketularan penyakitnya Gasta, dia juga enggan melepas jaket ini, takut resletingnya macet lagi.
Jempol kanannya mulai bergerak lincah begitu membuka akun i********: pemuda itu. Gadis itu ingin tau postingan Gasta dengan caption koishiteru yang sempat bikin gegar satu sekolah.
❤9236
GastaAlvredo_ Koishiteru
Diam-diam, pipi Denta jadi bersemu malu. Ternyata, cowok itu tidak bohong. Foto itu, memang dirinya, ketika rambutnya masih panjang. Rasanya dia ingin loncat ke udara, tapi tengsin juga dilihatin orang. Jari Denta bergerak semakin ke bawah. Melihat-lihat foto berjumlah lima belas. Sampai dia agak mengerjap melihat foto masa kecil Gasta. Dilihat dari fotonya, umurnya Gasta saat itu masih tiga tahunan. Menggemaskan, tapi sekarang kenapa nyeramin?
“Woi Denta! Diam-diam aja. Sini gabung dangdutan,” kata Oky nyaring tanpa dosa.
“Kenapa? Nggak ada Gasta ya?” ledek Alka, yang tak lain bukan adalah kakak sepupu Gasta.
Denta langsung sewot.
“Sama Aryan aja nih! Mumpung lagi nganggur anaknya,” timpal Hauri, membuat Aryan mendelik sinis.
“Sejak ada Denta ya, Aryan nggak pernahposting foto ciwi-ciwi lagi. Takut Denta ngambek,” kekeh Dzaky.
Aryan melotot. “Apa sih? Kok malah jadi gue?” semprotnya.
“Gasta di mana, Nta?” Dengan wajah tidak berdosanya Raghil bertanya.
“Di sekolahnya. Gobl*k banget sih pertanyaannya,” cebik Denta sebal.
“Eh, Nta, pinjem HP lo bentaran dong!” perintah Adiba, membuat Denta menoleh.
“Bakal apaan?”
“Mau numpang promosi i********: gue, di akun elo. Lumayan, gue mau nambah followers. Denger-denger lo kan selebgram,” celotehnya.
“Entar malam aja gue promosiin.”
“Lah, kenapa nggak sekarang aja?”
Denta mendecak. “Gue nggak bawa HP kalau hari ini,” sahutnya.
Hauri jadi mendelik. “Terus, HP yang ada di tangan lo punya siapa?”
“Punya Gasta.”
“Oh, pantes. Gue kira cassing lo ganti. Dari Hello Kitty jadi robot,” sahutnya.
“Sekalian aja tukaran memori,” sahut Adiba meledek.
“Apa sih lo bacot!” tukas Denta galak.
Aryan diam, memperhatikan gerak-gerik Denta yang sibuk dengan ponsel sebelum berniat menghampiri gadis itu.
“Nta, tugas seni budaya gimana?” seru Aryan bertanya, mengabaikan ledekan anak-anak sekelas.
Denta menoleh. “Hah, tugas apaan?”
“Yang disuruh bikin lukisan. Lo lupa tugas minggu lalu?” omel Aryan membuat Denta mengerutkan kening.
“Tugasnya Bu Mila. Lo pasangan gue kalau lo lupa,” kata Aryan lagi.
Denta mengangguk, baru ingat. “Dikumpul kapan emangnya? Gue nggak bisa lukis. Bayar orang ajalah,” celetuk Denta tanpa beban.
“Cih, enak aja. Nggak mau tau, entar sore, kita mulai bikin,” balas Aryan.
“Ini udah mepet banget, Nj*r. Emang lo mau kita telat sama anak-anak yang lain?” sambungnya mengomel.
“Gue nggak punya kuas sama cat air. Lagian, lo bisa lukis emang?” celoteh Denta, malas sekali harus mendapatkan tugas sesulit itu.
“Lumayan,” balas Aryan dengan gaya yang sengak dan sombong.
Mata gadis itu berbinar. “Ajarin gue kalau gitu!”
“Gampang!”
“Eh, ngomong-ngomong kita lukis apa ya enaknya?” tanya Denta berpikir.
“Tema bebas. Lukis muka lo juga nggak masalah,” balas Aryan enteng.
“Mending kita lukis yang-- hachi!” Ucapan Denta terpotong akibat dirinya yang tiba-tiba bersin.
“Kita lukis hachi?” tanya Aryan sibuk menahan tawanya. Denta merenggut sebal dan menaboki Aryan keras.
“Bukanlah! Ya kali,kita ngelukis yang begituan. Gila lo,” omel cewek itu. “Kita lukis pemandangan aja. Biar dilihat tuh lebih seger.”
“Muka lo juga seger,” celoteh Aryan sambil menaik turunkan alisnya.
“Jidat lo tuh seger,” semprot Denta jadi langsung galak, membuat seisi kelas sampai kaget.
“Lukis muka lo aja lah,” kukuh Aryan.
Denta menggeleng cepat. “Nggak, kita ngelukis pemanda--” Lagi-lagi ucapan Denta terpotong akibat bersin. Aryan tidak bisa menahan tawanya lagi. Denta menggeram, mengumpat kasar, dan akhirnya memutuskan untuk menjambak rambut cowok itu lagi dengan bringas.
“Fix ya? Entar sore kita bikin. Entar, lo baliknya sama gue aja.”
***