24 | Karrel Berantem

2154 Words
“Nta, ikut!” kata Gasta langsung berlari menyusul cewek itu. Melihat Denta dan ketiga temannya berlari, sontak saja semua murid langsung rusuh, berlari menyusul mereka. Bahkan, Aryan yang baru meneguk Aqua gelasnya, jadi langsung bergegas mengekori Leo dan Galang. Nafa terlihat sedikit kesusahan berlari mengingat ukuran tubuhnya yang mungil, ditarik paksa Rafka agar tidak ketinggalan. Naufan yang baru hendak makan, langsung melompat meraih ayam gorengnya lebih dulu. Mereka sudah heboh tidak karuan, dengan Dira dan Gista berlari memimpin di depan. Leo dan Alex justru tertawa ngakak, melihat Nugraha sempat salto gara-gara kesandung. Denta sudah berteriak- teriak rusuh, dengan tangan yang sudah ditarik oleh Gasta sekarang. Tidak berbeda jauh dengan Hauri dan Raghil yang kini malah bergandengan tangan, ala picisan. “Eh, wilayah kemah anak Cendrawasih, ramai, Nyet!” “Itu kayaknya beneran ada yang berantem deh.” Denta langsung membelalak, melihat gerombolan murid SMA Cendrawasih membentuk lingkaran penonton. Dia mengeryit, mendengar seperti suara keributan dan u*****n kasar yang agak samar. Secara naluri, gadis itu semakin mempercepat larinya. Benar saja, saat Denta menerobos barisan penonton, sudah ada Karrel dan Jayden yang saling mencengkram kerah seragam mereka dan mencoba menyerang satu sama lain. “Rel!” teriak Denta histeris. Dia melesat tanpa pikir panjang bahkan menghempaskan tangan Gasta yang sedari tadi menggenggamnya. Dia berlari ke tengah dan mencoba memisahkan mereka. “Eden, udah!” pekiknya lantang pada Jayden yang sudut bibirnya sudah robek. Denta termundur, karena terdorong ke belakang. Tapi dia kembali maju, berusaha menarik baju Karrel yang sudah seperti orang kesetanan agar menjauh. Dia juga ikutan menendang Jayden, agar pemuda itu tidak lagi memukul Karrel. Kedua pemuda itu masih fokus menyerang satu sama lain. Denta berkali-kali terlempar, dan terjatuh. Lumayan terengah, namun dengan sekuat tenaga tetap maju. Sampai ada saat di mana, pukulan Jayden salah sasaran mengenai lengan Denta, membuat gadis itu meringis ngilu. Retha--gadis berkacamata, yang sudah menangis sejak tadi, langsung melotot. “Bangs*t!” pekik Gasta lantang. Netra semua anak Cendrawasih langsung melebar bersamaan kala itu juga, saat melihat sesosok pemuda bertubuh jangkung, berlari ke tengah. Satu pukulan keras dari kepalan tangan Gasta, mendarat telak di wajah masing-masing. “Lo berdua gila? Kena cewek gue, b**o!” amuk Gasta marah. Karrel tersentak, menyadari kehadiran Denta. Gadis itu meringis tapi sama sekali tidak menangis. Sementara Jayden, yang tsusah payah untuk bangun sambil membenarkan letak kaca mata minus-nya, tidak kalah kagetnya seperti Karrel. “Nta, lo nggak apa?” tanya Gasta khawatir, melihat lengan gadis itu yang kena pukul. Denta melengos kasar. “Lo nggak lihat sampai biru begini? Udah tau sakit, pakai acara nanya lagi,” gerutunya. Gasta yang tadinya khawatir, langsung mendecak sebal. “Nta, lo kena pukul tadi? Mana yang sakit?” Karrel yang panik langsung berlari ke arah cewek itu, namun dengan cepat didorong Gasta. Jayden menciut kecil. “So-sorry, Nta. Gue nggak tau kalau tadi yang gue pukul itu lo,” katanya pelan. Denta memandang keduanya secara bergantian. “Kenapa pakai acara berantem segala?” “Nggak usah sok jagoan! Dikit-dikit mukul, dikit-dikit tendang,” sambungnya sewot, sambil berkacak pinggang. “Kalian lupa, kalau ini lagi ada acara kemah? Acara penting, Nyet, nggak usah ngerusak momen deh!” katanya lagi. Dengan geram, Denta mendekati Jayden, menjewer telinga adik sepupunya itu. “Nta, sakit! Dia yang mukul gue duluan, Nta. Sumpah gue nggak bohong,” kata Jayden bersungguh-sungguh. Tatapan tajam Denta kali ini beralih pada Karrel. “Lo ngapain mukul adik sepupu gue sih, Rel?” Karrel melotot. “A-adik sepupu lo?” “Menurut lo?” Tangannya turun setelah puas menjewer telinga Jayden. Pemuda itu menahan tawa. “Si cupu ini adik lo? Sumpah, Nta, nemu di mana? Adik sepupu modelan kayak tupai ini?” “Ngomong apa lo?” teriak Denta sudah melotot galak, membuat Karrel jadi langsung menciut takut. “Dia godain cewek gue, Nta. Gue nggak terima lah,” balas Karrel. “Lo godain Retha?” tanya Denta pada Jayden, membuat pemuda itu langsung menggeleng panik. “Retha temen sekelas gue doang, Nta, sumpah. Nggak ada hubungan apa-apa. Karrel aja yang main asal ngamuk. Gue udah punya cewek. Ngapain masih dekatin Retha coba?” sahut Jayden. “Halah, lo kira gue nggak tau kalau lo tadi mau nyium Retha?” balas Karrel langsung sengit. “Lo salah paham, Rel! Gue sama Jayden nggak ngapa-ngapain,” sahut Rethajengah juga. “Tuh dengerin!” kata Jayden ngegas. “Apa sih lo, ngegas banget. Diem dulu kek!” ucap Denta langsung menabok kepala Jayden. Karrel mendecak. “Kok lo belain dia mulu sih, Tha? Gue tau pasti, itu cuma akal-akalan si cupu, biar dia bisa dekatin lo,” kata Karrel galak pada Retha. “Sekali lagi lo bilang Eden cupu, abis lo, Rel!” ancam Denta. “Nta, jangan mentang-mentang dia adik lo dong, makanya lo belain dia sampai segitunya? Lo lupa, gue ini mantan gebetan lo? Gue berasa dikhianati, Nj*r, nggak ada yang mihak ke gue sekarang,” celotehnya sensi. Retha mencibir, “Alah drama!” “Mantan gebetan pala lo?” sinis Gasta. “Nggak usah ikut-ikutan lo, Gas. Apa sih, nyamber aja,” balasnya sewotan. “Udah sih, Nj*ng, maafan aja sono! Salah paham doang ini mah.” Tiba-tiba saja Aryan sudah menyelatuk keras dari barisan penonton. “Najis!” kata Karrel dan Jayden kompak. Denta melengos saja, sampai matanya bertubrukan dengan manik mata Retha yang terhalang oleh kacamata bening gadis itu. “Tha, pawangin dulu peliharaan lo! Obatin luka dia,” katanya. Karrel yang baru hendak protes, langsung tertarik pasrah begitu saja, ketika Retha menarik tangannya pergi. “Pergi lo yang jauh!” kata Jayden sengak. Masih tidak terima, karena Karrel asal menghajarnya. “Masih berani lo?” teriak Karrel, padahal sudah agak jauh. Dia bahkan berniat menghampiri Jayden lagi, tapi langsung didorong-dorong Azka dan Vian agar menjauh. Denta menatap sinis Jayden. “Sini lo ikut gue!” katanya kemudian menarik tangan Jayden. “Nta, mau ke mana?” teriak Gasta. “Mau ngobrol empat mata sama adik gue. Nggak usah ikut!” Gasta hanya bisa mengumpat saja. Entah kenapa, dia panas sendiri melihat tangan Jayden ditarik oleh Denta seperti itu. Dia baru tau, kalau Denta punya adik sepupu cowok, seumuran sama dia. Gasta pikir, cuma Sandy saja. “Cie ... ditinggal. Panas ya, Gas? Butuh parasetamol kagak? Sini, gue ada banyak!” itu suara Aryan, terdengar meledeki. Sungguh, manusia sejenis Aryan itu, tabokable banget. “Bacot lo!” “Cia ... asik nih ngegas!” *** TIDAK ada bintang yang menari-nari. Rembulan pun tidak juga menemani. Langit di atas Yogyakarta, gelap. Meski begitu, acara pentas seni pada acara kemah gabungan, sebagai bentuk kerukunan empat sekolah berjalan dengan semestinya. Banyak dari kalangan siswa maupun siswi yang berpartisipasi, memeriahkan acara pensi ini. Bahkan anak jurusan TKR dari SMK Bima, sempat tampil temon holic, dalam artian lain, joget massal dengan satu orang pemimpin joget di depan. Dan sekarang, giliran seorang siswi dari SMA Cendrawasih, menyanyikan lagu berjudul Polisi. Semua murid sudah loncat-loncatan mengikuti semangat lagu. Denta bersama Dira, Ivon, Gista di tambah Hauri dan Fina, sudah berjoget gila. Malahan Aryan, Naufan, Karrel, Azka, Alka, dan di tambah ke-tiga inti Arvata, sudah ikutan berjoget, bergabung dengan mereka. Tapi tidak ada adegan di mana Denta naik ke atas pundak salah satu dari mereka. Dari semua murid gabungan empat sekolah ini, memang cuma Gasta dan Nezar yang paling jaga image. Jayden yang setau Denta, tidak pernah neko- neko saja, sudah berjoget aktif dengan teman-teman sekelasnya. “Nta, hati-hati! Nanti jatuh,” tegur Gasta, ketika melihat Denta kembali loncat-loncatan dengan si rusuh Dira. Sebenarnya hawa di tempat ini sejak tadi sudah panas. Karena Gasta bisa melihat Aryan sengaja sekali, berjoget dengan mendempet Denta. Namun, saat melihat Denta tertawa ngakak sambil asik berjoget, Gasta tidak tega menarik cewek itu keluar, seperti yang pernah dia lakukan dulu. Denta yang sudah kelelahan, memutuskan untuk mendekati Gasta, Retha dan Nezar. Meninggalkan teman-temannya yang masih asik berjoget dengan sangat rusuh. Gasta melirik. “Kenapa udahan?” “Capek gue,” balas si cewek, sambil mengipasi lehernya yang lumayan berkeringat. “Tumben capek? Biasanya lo paling semangat kalau urusannya ginian,” kata Gasta seolah tengah menyindir cewek itu. Denta melengos kasar. “Ye, lo pikir gue bukan manusia apa yang nggak punya capek?” “Lanjutin sana! Tuh, mumpung masih ada Aryan sama Karrel,” sahutnya. Gadis itu mendecak. “Berisik banget sih lo?” protesnya judes. Retha yang diam-diam menguping, cuma mendelik saja, melihat Denta yang judes abis ke cowoknya sendiri. Pemuda itu tertawa pelan. Kemudian menegak minuman Pocari Sweet kemasan botol yang sejak tadi di genggamnya. Melihat itu, mata Denta jadi langsung berbinar. “Minta dong, Gas! Jangan dihabisin semua. Gue juga mau.” “Mau?” “Iya, gue haus. Bagi elah!” “Serius mau?” tanya Gasta sengaja ingin bermain-main dengan Denta. “Iya, Nyet!” umpatnya. “Nggak gratis!” balas cowok itu, sambil tersenyum miring. “Apaan sih lo? Sama cewek sendiri aja pelit banget. Gimana kalau nanti, gue beneran nikah sama lo,” omelnya. Denta menghela napas saat melihat Gasta justru menyeringai tipis. Tangannya bergerak berniat merebut botol itu dari tangan Gasta. “Cium pipi gue dulu dong!” perintah Gasta, berhasil membuat Nezar dan Retha terlompat, kaget. Denta mendesis jengkel. “Dih, najis banget sih. Lo pikir harga diri gue seharga minuman lo?” “Gue nggak bilang gitu. Gue cuma nyuruh lo minum, tapi ada syaratnya. Biar adil,” balasnya tenang. “Sumpah ya, lo nggak malu apa, banyak orang di sini?” Gasta menggeleng. “Nggak.” “Nggak jadi minta kalau gitu,” katanya sambil menatap ke arah panggung. “Yakin?” tanya pemuda itu sambil menaikkan sebelah alisnya. “Iya,” balasnya ngegas. “Ya udah.” “Ya udah ap-- eh,” Belum selesai Denta menyelesaikan kalimatnya, gadis itu dibuat memekik kaget, ketika sebuah benda kenyal mendarat tepat di pipinya. “Kok lo nyium gue sih?” protesnya sambil menaboki Gasta yang kini justru tertawa. Nezar dan Retha yang melihat kejadian itu, cuma diam saja. Walau sebenarnya ingin sekali mengumpati pasangan tidak tau diri itu. “Gila!” pekik Denta. “Pocari Sweet dulu, Nta!” kata Gasta dengan wajah tidak berdosanya, justru menyodorkan minuman dari tangannya pada cewek itu. Gadis itu membuang muka. Meski gondok setengah mati, tidak memungkiri wajahnya sudah panas sekarang. Tangannya bahkan sudah bergerak merebut minuman dari tangan Gasta lalu meneguknya. Gasta jadi tidak tahan untuk tidak menyemburkan tawanya sekarang. Gemas sekali melihat Denta yang sok ngambek, tapi nggak tau malu tetap menegak minumannya. “Lo jadi tampil nge-band?” Gasta menoleh, sedetik kemudian mengangguk pelan, “Jadi.” “Ngomong-ngomong, mau nyanyi lagu apa?” tanya cewek itu. “My heart,” jawabnya cepat. “Yang lagunya punya Irwansyah kan? Bukannya itu lagu udah lama banget ya? Pernah jadi soundtrack sinetron Heart series loh,” oceh Denta heboh. Waktu dia masih SD, sinetron itu yang menjadi salah satu sinetron favoritnya. Di mana Farel si pemeran utama cowok, punya sahabat yang bernama Rahel. Di sinetron itu mereka sempat terjebak friendzone. Lama-lama buyar jadi cinta sepihak, lantaran kehadiran gadis kecil bernama Luna, yang selalu dipanggil peri cantik. Sebenarnya Denta agak gondok dengan sinetron itu. Gimana nggak gondok, kalau pemeran utamanya itu f*ckboy, padahal masih SD. Rahel juga bodoh banget, padahal yang naksir banyak, tapi maunya cuma sama Farel. Belum lagi Luna, masih kecil udah jadi pelakor. “Iya. Lo hafal lagunya?” “Hafal bangetlah.” “Syukur deh kalau hafal.” Kening Denta mengerut. “Bukannya yang harus nyanyi cowok cewek ya? Lo duet sama siapa? Siti?” tebaknya sambil mengangkat jari telunjuknya, menghadap ke arah Gasta. Gasta melengos. Dia diam sejenak dan menoleh sebelum bicara. “Duet sama gue mau?” tanyanya dengan kerlipan penuh harap. Sebenarnya, sudah sejak kemarin-kemarin mau ngomong soal ini, mengingat Gasta paling anti kalau harus duet sama orang, apalagi bareng cewek. Setidaknya, kalau Denta--lain lagi ceritanya. “Hah?” Denta mengerjap dan balas menoleh. “Gue?” “Iya.” “Nyanyi berdua maksudnya?” “Iya, berdua,” balas Gasta mantap. “Gas, kenapa nggak ngomong dari kemarin-kemarin coba? Kan biar gue bisa latihan. Kalau tiba-tiba di atas panggung, gue lupa liriknya gimana? Yang ada gue malu,” cerocos-nya. Gasta mendecih. “Buka Google! Habis itu search liriknya! Simple!” “Simple ndasmu? Lagian nih ya, suara gue itu jelek. Serius!” “Kata Sandy--waktu SD, lo pernah tuh ikutan lomba paduan suara. Berarti suara lo bagus kan?” Denta jadi mendelik sensi. “Astaga. Lo b**o banget ya? Paduan suara kan ramai-ramai, Gasta. Lo belum tau aja, suara gue tuh cempreng,” katanya kesal. “Pede aja!” sahutnya tenang. “Iya, Nta, pede aja! Nggak papa kali kalau semisal lo mau nemenin Gasta nyanyi di depan,” sahut Nezar dengan tiba-tiba, “Kelas kita kan, tampilnya masih belakangan.” “Tapi kan--” Seakan tak mendengar, pemuda itu langsung memotong, “Jadi ya? Fix? Habis ini, lo temenin gue nyanyi.” Denta membelalak mata. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD