05 | Murid Baru

1460 Words
SEORANG siswi dengan kemeja putih yang dibalut rompi v-neck warna abu dan rok kotak-kotak hitam yang diketatkan, berdiri bersandar pada badan mobil sedan putihnya sambil mendekap d**a. Sepatu Nike hitam bercorak putih dan kaus kaki warna putih dengan panjang hampir mencapai lutut menjadi ornamen di kakinya. Sementara kedua telinga gadis cantik itu tersumpal earphone, melantunkan lagu Don’t wanna crydari Seventeen K-pop. Denta Kalla Nayyira, begitulah ukiran pada badge nama yang tertempel di rompi. Pagi ini, sekolah baru menyapa gadis berkulit putih itu. Dipandangnya bangunan tinggi sekolah swasta elit ini. Jujur saja, Denta sebenarnya cukup malas, pasti tidak jauh dari pamer barang branded dan bullying. Layar ponsel di tangan kanannya memperlihatkan sebuah foto dua orang remaja di lapangan indoor sekolah lama. Foto dirinya bersama Gasta. Gadis itu tersenyum kecut, selalu mengucap mantra yang sama setiap kali melihat foto ini. Dia sudah mencoba mematikan rasa itu. Ya, Gasta Nismara Alvredo hanyalah masa lalu dan tidak akan berarti apa-apa untuknya lagi. Untuk itulah, alasan yang paling kuat dia berani mengambil keputusan ini. Apalagi kalau bukan pindah sekolah. Denta melengos, mulai memasuki bangunan. Bel tanda masuk sebenarnya berbunyi sudah sejak dua puluh menit yang lalu. Tapi, gadis itu baru ada niatan untuk beranjak sekarang. Melihat seorang siswa berpenampilan khas pelanggar aturan. Buru-buru Denta mempercepat langkah, menghadang pemuda berkulit putih dengan tinggi jangkung. “Stop dulu!” seru Denta dengan kedua tangan terentang menahan. “Hah?” Pemuda itu cengo. “Lo tau nggak ruang tata usaha di mana? ” Denta menarik napas sebentar. “Kasih tau gue dong! Dari tadi, gue muter-muter nggak jelas doang.” Sejenak, pemuda itu dibuat terpaku ketika mata beriris coklat itu berhasil mengunci pandangannya. Aryan sadar, dia kehilangan tarikan napas. Apalagi jarak yang teramat dekat, membuatnya merasakan aroma vanilla pada gadis di depannya. “Woi! Kok bengong? Ruang tata usaha di mana?” desaknya lagi. Aryan mengerjap pelan, jadi salah tingkah. “L-lo murid baru?” “Iya, ini hari pertama gue masuk,” katanya sambil nyengir. “Tata!” panggil seseorang dari belakang punggung Aryan. Pemuda tampan bermata sipit dan pipinya yang bulat, melambai riang menyapa. “Oky!” balas Denta tak kalah riang. Cowok di antara keduanya melongo. Pacarnya Oky? Secepat mungkin Aryan menggeleng. Yaelah, gini amat ya nasib jomlo. Baru mau nyepik, tapi kok punya temen. Aryan melengos. Diam-diam mengumpat saat si keturunan Korea itu ternyata memiliki pacar secantik ini. “Lo kok bisa di sini? Bukannya di Dharma ya? Jangan-jangan ... lo di-drop out?” teriak Oky langsung kencang. Denta terloncat sampai termundur kaget, karena cowok di depannya ini tiba-tiba histeris sendiri. “Masalah apa sampe bikin lo di-drop out? Lo sih bandel.” Denta mendelik. “Apaan sih, ngegas amat. Siapa yang di-drop out? Gue bosen tenar aja, makanya pindah ke sini,” balas gadis itu cepat. “Syukur, deh. Gue kira lo di-drop out, kan nggak lucu,” sahut cowok bermata sipit itu. Denta menabok Oky spontan. “Mulut lo di-filter dulu!” “Eh lo mau nyari apa, sampe nanya ke Aryan tadi?” tanya Oky. “Ruang TU.” “Ayo deh, gue aja yang antar.” *** KELAS 12 IPS 3rusuh. Oky berdiri di kursi sambil menyanyikan lagu Alamat Palsu milik Ayu Ting-Ting. Galang, Rafka dan Sony, dibawabersorak heboh. Tidak jarang juga ikutan goyang dumang. Salma si ratu MOS ikutan bergabung bernyanyi riang walau dengan suaranya yang cempreng. Rana, si juara umum dari jurusan IPS, sibuk menikmati kebab mini dengan Adiba yang sudah molor di sebelah. Di bangku pojok kelas paling belakang, ada Nezar, Raghil dan Naufan tengah rusuh, padahal hanya bermain game perang-perangan. Aryan malah melamun mengingat gadis di koridor tadi pagi. Dengan kedua headset yang menyumbat telinga, kini ia melantunkan lirik lagu Shane Filan. Tidak jauh darinya, Hauri--cewek tergalak di kelas ini, sibuk mengomeli Dzaky karena nunggak bayar cicilan baju yang dibeli cowok itu di olhshop-nya. Alka--crocodile 12 IPS 3, sedang sibuk modusin Fina yang duduk di bangku bersama alat make up yang terjajar rapi di meja. Alvaro--ketua kelas yang duduk mendekat ke meja anak-anak cewek, kini memandangi Aina yang pasrah dijadikan percobaan make up oleh Nafa, siselebgram mungil itu. “Fin, tau nggak bedanya waktu aku ketemu setan, sama waktu ketemu kamu?” oceh Alka tiba-tiba. “Nggak tau, Al. Emang apa bedanya?” “Kalau ketemu setan, aku nggak bisa lari dari perasaan takut. Kalau ketemu kamu, aku nggak bisa lari dari perasaan cinta JIAKHHH,” gombalnya membuat Fina tertawa geli, sementara Aryan duduk di bangku pojok mendelik. Pun dengan Nezar yang mendelik, gebetannya dimodusin sama Alka. “Fina, bahasa inggrisnya aku cinta kamu apa ya?” tanya Alka sungguh-sungguh. Fina jadi menoleh. “Hah? I love you, kan?” Alka nyengir. “I love you too!” Nafa dan Aina yang duduk di sebelah meja Fina jadi tersedak. Tidak peduli dengan kericuhan teman-temannya yang ampas itu, Aryan memilih menopang dagu. Seakan tersadar, matanya jadi membulat seketika. “Lah, kenapa nggak gue tanya aja tadi namanya? Kan bukan ceweknya Oky juga.” Aryan memutar tubuh menghadap ke arah Naufan yang masih mabar. “Fan! Cewek yang temennya Oky tadi siapa namanya?” tanya Aryan penasaran. Tidak hanya Naufan. Bahkan Nezar dan Raghil jadi ikutan mendelik saat Aryan bertanya soal cewek. “Denta?” “Pindahan sekolah mana, sih?” tanya Aryan lagi. Percuma tanya ke Oky langsung. Anak itu sedang sibuk bikin mini konser dengan Salma. “SMA Dharma Wijaya,” katanya tenang. “Cantik?” Pertanyaan Raghil langsung dilempari bolpoin oleh Aryan, membuat cowok berahang tirus itu mengumpat. “Mau gue sepik. Nggak usah macem-macem lo!” ancamnya, membuat Raghil mendelik. Aryan memasang wajah serius. “Eh, Fan.Lo kayak nggak asing sama mukanya nggak?” “Kenapa?” “Gue kayak ... nah kan! Gue ingat! Dia yang pernah ngomelin gue pas acara puncak Ripu Cup waktu itu,” katanya jadi berteriak, membuat teman-temannya jadi melotot kaget. “Lah, iya. Dia yang pernah berantem sama Gasta, sampai diseret waktu itu,” kata Naufan cepat. “Gasta siapa?” “Bos gengnya Dharma. Adik sepupunya Alka,” sambungnya. “Iya woi! Gue beneran pernah lihat, Gasta sama Denta kayak berantem juga waktu itu puncak RIPU Cup. Malah si Denta nangis kencang.” “Masa sih mereka pacaran?” tanya Aryan. Bahu cowok itu jadi melemas. “Udah mantan kayaknya. Soalnya malam itu gue lihat mereka berantem hebat di parkiran,” tutur Naufan menjelaskan. Meja dihentak sesaat. Seluruh murid berlari menuju bangku. Nah, gara-gara terlalu nafsu larinya, Oky sampai terjengkang dan ambruk ke lantai. Tidak punya banyak waktu untuk meminta tolong dan merengek, cowok imut itu bangkit sendiri. Pak Jaelani datang tidak sendirian, seorang gadis cantik melangkah tenang di belakang dan disambut desas-desus para murid, juga siulan iseng para anak laki-laki. Aryan terdiam. Bibirnya agak terbuka dengan mata membulat. Tak berkedip menatap gadis cantik yang tadi pagi bertemu dengannya di koridor. “Nah, kalian dapat temen baru. Pindahan dari Dharma Wijaya,” ujar Pak Jaelani, mempersilakan Denta memperkenalkan diri. Gadis itu tersenyum tipis. “Hai, nama gue Denta Kalla Nayyira. Kalian bisa panggil gue Denta.” “Kalau dipanggil Sayang boleh nggak ya?” celetuk Galang tak tau malu, langsung ditabok oleh Dzaky. “Dia senyum, gue yang ambyar,” kata Tian meleleh. “Udah punya pacar belum?” pekik Naufan kencang, membuat Aryan jadi mendelik sewot. “Nta, nama gue Rafka Malik Al-Husein, terserah mau manggil apa aja. Rafka, Afka, Malik, Husein atau babe juga boleh,” ucap Rafka teramat percaya diri, langsung ditoyor oleh Nezar. “Incerannya Aryan, Sat!” kata Nezar pelan, membuat Rafka melongo. “Panggil Al-Hu aja!” pekik Naufan terbahak kencang. Pak Jaelani tak peduli banyak. Dia mempersilakan Denta duduk di sebelah gadis berpipi bulat, Fina. Gadis itu mengangguk, berjalan ke kursi kosong di depan Aryan yang posisinya di belakang bangku Fina. “Cie... Denta duduk di depan Aryan,” ledek Galang. “Gampang nih kalau mau modus,” ejek Raghil ikutan. “Lancar nih ngegasnya,” Naufan berseru nyaring. Oky yang tak tau menahu, cuma mendelik. “Awas, Yan! Takutnya bukan malah dapat Denta, malah dibacok sama Gasta gara-gara mereka masih pacaran,” ledek yang lain. “Berisik lo pada,” balas Aryan galak. Sampai saat dia membalikkan tubuh lagi ke depan, Aryan tersentak kaget saat mata keduanya bertemu. Garis wajah Aryan berubah dari yang tadinya bersungut kini justru matanya melebar melihat Denta lebih dekat. “Hai!” sapa Aryan mengangkat tangan. “Hai juga! Yang tadi, kan?” seru Denta masih dengan senyum yang belum hilang. “Eh, nama lo siapa?” “Aryan,” balas Aryan dengan merona. “Salam kenal ya, gue Denta,” balas Denta lalu memutar tubuhnya menghadap depan. Mata Aryan masih berbinar ketika gadis itu sudah tidak menghadap ke arahnya lagi, saat pelajaran akan di mulai. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD