Dea
“ De, liat dong tugas minggu lalu.” Aku mendongak begitu Rinda datang lalu duduk tepat di depanku. Rinda ini teman satu angkatan dan bisa dibilang kami cukup dekat.
“ Tugas yang mana Rin? Tugas kita banyak.”
“ Struktur Aljabar. Yang nomor lima aku nyerah, asli.”
“ Bentar, aku cari dulu.”
“ Beruntung bener aku, punya temen kaya kamu. Udah pinter, nggak pelit lagi.”
“Emang ya, nasib banget kalau orang baik berteman sama orang nggak tau diri.”
“ Bangke!”
Aku terkekeh. Rinda menyambar kertas dari tanganku lalu dia menyalin tugas nomor lima.
“ Kamu sibuk bener sih De? Ngerjain apa?”
“ Tugas pengantar topologi. Sama habis ini aku mau nyetor ini ke Pak Pram.” Aku menunjuk setumpuk kertas di samping laptopku.
“ Koreksian?”
“ Yuhu...”
“ Gila ya kamu, nggak capek apa jadi asdos tiga mata kuliah sekaligus? Heran aku.”
“ Buat pengalaman aja sih, dari pada aku jadi mahasiswa kupu-kupu.”
“ Njir, nyindir nih ceritanya?”
“ Enggak lah. Kamu kan ikut banyak organisasi. Mana ada aku nyindir kamu. Maksud aku, aku kan nggak bisa ikut banyak organisasi kaya kamu, jadi mending aku nyari kesibukan yang lain.”
“ Hm, iya juga sih. Eh De, kamu tau nggak--”
“ Nggak.”
“ Aku belum ngomong, Dea!”
“ Iya, apa?”
“ Kamu masih inget nggak, waktu kita study tour ke Jakarta?”
“ Hm?”
“ Inget sama salah satu perusahaan IT yang kita kunjungi?”
“ Yang gedungnya gede itu?”
“ Iyap, bener.” Rinda menggeser duduknya sehingga kini kami hampir nggak berjarak. Ini anak satu mau ngapain sih?
“Kenapa emang?”
“ Kamu tau nggak sih, anak dari pemilik perusahaan itu satu kampus sama kita. Aku denger dia lagi ngambil S2. Katanya dia udah tesis atau kalau nggak malah udah selesai.”
“ Oh.”
“ Oh doang?”
“ Ya aku harus ngomong apa, Rin?”
“ Dia cowok, Dea.”
“ Ya terus kenapa kalau dia cowok? Apa urusannya sama aku?”
“ Ah Dea mah. Kamu emang nggak ada asik-asiknya kalau aku ajak bahas beginian.” Rinda langsung menjauhkan dirinya dan menatap kesal ke arahku.
“ Kamu udah tau aku nggak asik buat bahas begituan, masih aja ngasih informasi receh begitu.”
“ Masalahnya dia satu jurusan sama kita. Dia ambil matematika juga, anjir.”
“ Aku ulangin lagi ya Rin, terus kalau dia ambil matematika juga, atau dia mau ambil apapun itu, apa urusannya sama aku?”
“ Deaaa! Males ah, ngomong sama kamu.”
“ Bodo.”
Rinda mencebik sebelum akhirnya dia melanjutkan menyalin tugas punyaku. Dasar ini anak satu, kalau urusan cowok aja, dia nomor satu. Giliran tugas, nomor ke seribu. Ckck!
***
Danish
“ Thank you Dan! Aku balik dulu ya.” Aku mengangguk. Adib melambaikan tangan sebelum akhirnya dia pergi dengan motor matic merahnya.
Aku menyeruput sisa air mineral dalam botol kemudian mematikan laptop di depanku. Cukup sudah revisi hari ini. Aku harus punya waktu untuk mengapresiasi diri karena sudah bekerja terlalu keras satu minggu terakhir ini.
Hai, perkenalkan namaku Danish Emran Maherwara, umur dua puluh empat tahun dan aku barusaja menyelesaikan tesisku. Aku telah dinyatakan lulus minggu lalu dan saat ini aku sedang disibukkan dengan revisi. Sebenarnya tidak terlalu banyak yang harus aku revisi, hanya saja karena aku juga mengerjakan banyak hal dalam waktu yang bersamaan, akhirnya revisi tesisku sedikit terbengkalai. Oh iya, aku memiliki seorang adik perempuan umur sembilan belas tahun dan dia ada di Jakarta bersama kedua orang tuaku.
Hampir enam tahun ini hidupku aku habiskan di Yogyakarta, kota kelahiran mama. Aku kuliah di Yogyakarta karena selain aku memang ingin, mama juga merekomendasikan aku kuliah disini. Lingkungan di Yogyakarta tentu sangat kondusif untuk kalangan pelajar dan mahasiswa. Di Yogyakarta banyak sekali universitas dan letaknya rata-rata hampir berdampingan. Hal itu membuat setiap sudut kota Yogyakarta hampir semuanya ramai dengan pelajar maupun mahasiswa. Benar-benar nggak heran kalau Yogyakarta pernah dijuluki Kota Pelajar.
Kembali ke aktifitasku saat ini, setelah menutup laptop dan merapikan beberapa buku, aku berjalan menuju perpus fakultas untuk mengembalikan buku yang aku pinjam.
Buk!
Aku menoleh ketika mendengar suara buku terjatuh di belakangku. Mataku memicing begitu melihat seorang mahasiswi sedang jongkok mengambil beberapa bukunya yang jatuh. Ini anak bawaannya banyak banget. Udah bawa beberapa bendel kertas di tangan kirinya, masih ada tiga buku di tangan kanannya. Dia mahasiswa skripsian atau gimana?
“ Danish Emran.” Aku maju dan menyerahkan KTM (kartu tanda mahasiswa) kepada petugas. Aku tersenyum berterimakasih begitu pengembalian buku berhasil.
Buk!
Sekali lagi aku mendengar suara buku terjatuh. Dan lagi-lagi mahasiswi yang sama menjatuhkan buku yang sama juga. Aku berjalan mendekat dan mengambil tiga buku sekaligus miliknya.
“ Hati-hati dek.” Kataku sambil menyerahkan ketiga buku itu. Aku nggak salah kan, manggil dia ‘dek’? Aku yakin seratus persen dia mahasiswi S1. Wajahnya masih imut-imut gitu.
“ Oh makasih mas.” Dia mendongak dan tersenyum. “ Loh? Mas yang tadi kan?”
“ Hm?”
Aku diam ketika mahasiswi itu tampak mengamati wajahku.
“ Oh bener. Danish Emran M.” Mahasiswi itu menunjuk d**a kiriku, tepat pada nama yang tertera disana. Dia siapa sih?
“ Saya yang tadi pagi nggak sengaja nabrak masnya di tangga. Hehe.” Dia nyengir.
“ Oh.” Hanya itu tanggapanku sebelum berjalan melewatinya tanpa mengatakan sepatah katapun. Lah memangnya apa yang harus aku katakan? Dia kenalanku saja bukan.
Dddrrrt!
Satu pesan masuk ke kolom whatsappku.
Om Farel
Dan, kita berangkat sekarang..
Om udah sampai di kampusmu.
Oke om, tunggu di gerbang fakultas
Om Farel ini adik kandung mama yang menikah dengan orang Magelang, tapi akhirnya buat rumah dan usaha di Yogyakarta. Jadilah selama di Yogyakarta aku tinggal bersama Om Farel dan istrinya.
Karena aku terlalu buru-buru, aku nggak sadar kalau KTM yang tadi aku genggam ikut terjepit diantara buku milik mahasiswi tadi. Benar-benar ceroboh!
***