Bagian 9

1158 Words
Di kantor Darren sedang menandatangani semua laporan dari para direksi. Tak lama kemudian sekretarisnya datang. "Tn.Hilston, seorang wanita ingin menemui anda," katanya. "Siapa? Apa kau tak lihat aku sedang sibuk?" Darren membentak sekretarisnya karena sudah berani mengusiknya ketika ia sedang bekerja, dan sekretarisnya menunduk karena telah melakukan kesalahan. "Tapi, Tuan, dia memaksa untuk menemui anda, dia adalah teman anda, " katanya dengan kepala menunduk. "Teman saya?" "Iya, Tuan. Namanya Kirey Seword." Darren tersenyum ketika mendengar nama Kirey. "Suruh dia masuk." Perintah Darren. Darren menghentikan pekerjaannya sejenak sampai Kirey masuk ke ruangannya. "How are you, Dear?" tanya Kirey seraya memeluk Darren dan mengecup kedua pipinya. "Fine. Bagaimana bisa kau datang tanpa memberitahuku?" "I just want to give a surprise." "Bagaimana pekerjaanmu di Yunani?" "Sudah selesai, dan mulai hari ini aku menetap di New York." "Benarkah? Itu berita bagus." "Sampai di bandara aku langsung kemari karena ingin bertemu denganmu, how is your work?" "Semuanya lancar dan sesuai rencana," jawab Darren seraya berbicara lewat interkom agar sekretarisnya membawakan minum. Kirey adalah teman kuliah Darren. Dirinya, Leduardo serta Kirey adalah sahabat, karena hanya mereka yang selalu mengerti ketika Darren mendapatkan masalah atau sedang galau memikirkan Maria. "Ruanganmu banyak perubahan, lebih besar dari sebelumnya, Darren, lebih ramai banyak poster unik," kata Kirey dengan mengedarkan pandangan melihat setiap sudut ruangan Darren. "Ya begitulah. Karena biasanya aku sering mengadakan rapat di sini dan kamu juga tau kan, aku suka dengan hal yang unik apalagi terkait dengan barang," kata Darren. "Kamu memang orang unik, bukan?" Darren tertawa mendengar apa yang dikatakannya. "Dimana kamu akan menginap malam ini? Kamu bisa ke hotel milikku jika belum memiliki tempat tinggal.” Darren sengaja menawarkan. "Apa bisa untuk sementara waktu aku tinggal di penthouse milikmu? Aku malas jika harus sendiri lagi di hotel seperti pada saat di Yunani." "Hem …." "Ada apa? Do you live with someone?" "Di penthouse hanya ada 2 kamar. Jadi–" "Whats Wrong?" "Aku tinggal bersama seseorang.” "Siapa?" "Seorang wanita." "Kekasihmu?" "Dia teman Maria." "Oh … begitu? Ya sudah, aku biar ke hotelmu saja," kata Kirey, ia mengerti apa yang dikatakan Darren, meski sedikit kecewa. "Well. Kau memang mengerti" Kirey hanya tersenyum dan diam saja. "Kamu sudah menelpon Leduardo?" Kirey menggeleng. "Baiklah, aku akan menelponnya, supaya kita bisa ngobrol di hotel." Darren beranjak dan mengambil ponselnya yang ada di atas meja kerjanya dan mendial nomor Leduardo dan berbicara dengan Leduardo yang ada di seberang telpon. ****   Sampai di penthouse, Darren masuk kedalam lift, setelah lift sampai di kamarnya ia terkejut ketika melihat Nancye sedang berjalan menuju dapur dengan pakaian yang agak tipis. Gaun yang begitu tipis yang memperlihatkan lekukan tubuhnya. Darren membulatkan matanya penuh dan tetap berdiri di dalam lift, ia begitu terkesan karena baru pertama kali ia melihat Nancye dengan pakaian tipis seperti sekarang ini. Nancye terkejut ketika melihat Darren sedang menatapnya. "Kenapa kau melihatku? Dasar pria m***m!" Nancye berjalan menaiki tangga, dan masuk ke dalam kamarnya. Darren tertawa kecil. **** Ponselnya berdering. "Helo?" jawab Darren. "......" "Apa? Bagaimana keadaannya sekarang?" "......" "Aku akan pulang sekarang," kata Darren sembari mengakhiri telpon. Darren terkejut mendengar berita tentang ayahnya. Darren duduk di atas sofa dan memanggil Nancye. "Nancye!" panggil Darren. Nancye berjalan menuruni tangga. "Apaan, sih?" tanya Nancye yang sudah mengganti pakaiannya. "Ikut aku," kata Darren kembali memasuki lift, namun Nancye masih tetap berdiri di samping sofa. "Kenapa kau masih berdiri?" "Kau mau membawaku kemana?" "Kau ikut saja, aku tak akan membunuhmu." Nancye lalu berjalan memasuki lift, meski agak ragu mengikuti langkah kaki Darren. "Ada apa? Kenapa kau terlihat khawatir?" tanya Nancye. "Kau diam saja." "Aku bertanya baik-baik dan jawabanmu seperti itu. Dasar." Sampai di depan gedung penthouse sudah ada supir yang bernama Poy sedang berdiri menunggu mereka, Poy lalu membuka pintu mobil untuk majikannya. Setelah Darren masuk ke mobil, Nancye lalu menyusul masuk kedalam mobil dan duduk di kursi depan samping kemudi. Di dalam Perjalanan Nancye sering kali melihat Darren lewat kaca spion dengan beberapa pertanyaan, namun tak berani menanyakannya ketika wajah Darren terlihat begitu serius. "Ada apa dengannya? Kenapa dia terlihat sangat khawatir? Dia akan membawaku kemana? Dia tak lagi berniat menjualku, ‘kan? Jika itu terjadi, aku lebih baik mati tepat dihadapanny," batin Nancye, sembari sesekali melihat ke arah kaca spion. **** Sampailah mereka di sebuah rumah bak istana dengan interior klasik, yang semua orang menamakannya mansion. "Ini di mana? Apa ini rumah temannya? Tempatnya akan menjualku?" Nancye membatin sembari melihat sekeliling mansion yang begitu mewah. Semua maid serta bodyguard menyambut Darren serta Nancye dengan menundukkan kepala, mereka berjejer begitu rapi seakan tau jika Darren akan kemari. Di sebuah pintu kembar yang begitu besar dan tinggi, kedua bodyguard itu membuka pintu dengan melebarkannya, mempersilahkan Darren serta Nancye untuk masuk. "Ini dimana? Istana ini, istana siapa?" batin Nancye. Nancye terkejut ketika melihat beberapa perawat dan seorang pria seumuran ayahnya sedang terbaring lemah dengan beberapa selang yang di pasangkan ke tubuhnya. Darren mendekati ayahnya dan duduk di samping ranjang. "Daddy, kenapa bisa seperti ini?" tanya Darren. "Oh ... jadi pria ini adalah ayahnya?" Nancye membatin. "Kamu sudah datang, Nak?" tanya seorang wanita dengan gaya yang begitu modern. "Beliau pasti ibunya, namun dia begitu muda." batin Nancye. "Kenapa bisa Daddy seperti ini? Selama ini Daddy baik-baik saja, tapi kenapa seperti ini sekarang?" tanya Darren dengan tatapan mengintimidasi, kepada wanita bak model itu. "Mom---" Belum juga Rosaline menyelesaikan perkataannya Darren sudah dengan tegas menunjuk ke arahnya. "Aku sudah sering katakan, kau bukan ibuku!" Darren menunjuk ke arah wanita itu yang bernama Rosaline. "Kau memang tak becus, tidak bisa menjaga Daddy," kata Darren. Tiba-tiba tangan Hilston menggenggam tangan Darren. "Daddy sudah sadar?" tanya Darren kembali duduk di sampingnya. Hilston menggelengkan kepalanya. Nancye saat ini hanya bisa menyimak saja dan melihat apa yang terjadi di keluarga kaya ini. Hilston lalu memberikan amplop coklat kepada Darren yang saat ini merasa begitu keheranan dengan sikap ayahnya. "Apa ini?" tanya Darren. Tiba-tiba napas Hilston begitu cepat, Darren begitu panik melihat keadaan ayahnya, tak ada yang bisa ia lakukan. "Panggil dokter sekarang juga!" teriak Darren. "Daddy kenapa? Sadar, Daddy ... Daddy tak boleh seperti ini, aku hanya punya Daddy," kata Darren. "Di balik sikapnya yang bak iblis, ternyata dia punya hati yang lemah juga." Nancye membatin. Dokter lalu memeriksa keadaan Hilston yang sudah tak sadarkan diri. Dokter menatap Darren penuh gugup. "Ada apa? kenapa anda menatapku seperti itu?" "Beliau sudah tak ada," kata dokter dengan menunduk. Mendengar hal itu, Rosaline langsung mendekati suaminya dengan tangis yang memecah, Darren melihat hal itu dan hanya bisa diam saja, ia tak tau apa air mata Rosaline tulus atau tidak dan kepergiaan ayahnya membuatnya senang atau tidak. Darren memijat pelipis matanya karena begitu tak menyangka dengan kepergiaan ayahnya. Nancye lalu memegang kedua punggung Darren dengan lembut, Darren tak bergeming sama sekali walaupun ia merasakan genggaman tangan Nancye di kedua punggungnya. BERSAMBUNG. . . Jika kalian suka jalan ceritanya jangan lupa tekan like / love ya, karena dari love / like kalian, saya bisa berkarya dan memberikan cerita-cerita yang lebih baik lagi. Salam cintaku. Irhen Dirga
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD