Siang menunjukkan pukul 11, Nancye mendapati dirinya sedang berada di kamar Darren dengan selimut yang menutupi tubuh telanjangnya.
Sedangkan Darren sudah tak berada di kamar saat ini.
"Apa yang ku lakukan?" tanya Nancye kepada dirinya sendiri.
"Kemana dia?" tanya Nancye lagi.
Nancye turun dari ranjang dan masuk ke dalam kamar mandi, ia bingung harus keluar mengenakan pakaian apa, sedangkan pakaiannya sudah di sobek Darren semalam.
"Aku harus memakai apa? Nyonya Ursten pasti sedang berada di luar, aku harus mengatakan apa? Aku sangat malu, kenapa bisa aku tak sadarkan diri dan bangun di jam begini?" Nancye berperang dengan pikirannya sendiri.
Nancye berjalan ke kamar ganti Darren yang berada di dekat kamar mandi, dan mencari apa yang akan dipakainya yang bisa menutupi sebagian tubuhnya. Nancye mengambil kemeja putih milik Darren dan memakainya.
Nancye menarik napas dalam-dalam dan keluar dari kamar Darren.
Nancye bingung harus mengatakan apa ketika melihat Nyonya Ursten sedang membereskan meja dapur.
"Apa semalam tak ada yang ketinggalan di meja itu? Bagaimana jika ada yang tertinggal? Itu hanya akan membuatku sangat malu," batin Nancye sembari berjalan menghampiri tangga.
"Aku sudah siapkan sarapan untuk kamu," kata Nyonya Ursten.
Nancye memejamkan matanya karena ia akhirnya ketahuan ketika ia hendak menaiki tangga dan masuk ke kamarnya.
"Iya, Ny. Ursten, saya akan memakannya, saya ke atas dulu," kata Nancye, ia begitu malu terlihat dengan pakaian seperti ini.
"Baiklah," kata Nyonya Ursten.
"Kenapa Nyonya Ursten tak bertanya aku dari mana? Dan tidur di mana? Apa dia sebenarnya sudah tau? Tapi ‘kan dia memang sudah tau aku bekerja sebagai p*****r pria iblis itu," batin Nancye.
Nancye masuk ke kamar dan mengunci kamarnya, ia lalu mandi dan bersiap-siap ke kampus karena banyak yang harus ia urus untuk menunggu hari wisudanya.
Nancye melihat tubuhnya lewat cermin, ia kini terbalut kemeja Darren, ia mencium aroma wangi yang begitu mewah yang ada di kemeja itu. Ia membuang kemeja Darren, lalu mengambil handuk.
Setelah bersiap dan selesai sarapan, Nancye turun ke loby, sampai di bawah banyak wanita yang begitu sinis memandang ke arahnya, tentu saja mereka sangat cemburu melihat Nancye setiap hari harus naik turun ke kamar Darren dan melewati lift pribadi milik Darren.
"Ada apa dengan para wanita itu? Apa mereka hendak memakanku hidup-hidup?" batin nancye sembari melangkah keluar apartemen.
****
Sampai di kampus, Nancye seperti artis yang baru saja tiba dari luar negeri, semua anak kampus melihatnya dan menatapnya sedikit sinis dan sedikit menyinggung perasaan Nancye.
Awalnya Nancye tak perduli tapi ketika masuk di dalam gedung kampus seorang wanita sengaja menyindirnya.
"Ternyata selama ini dia simpanan orang kaya. Lucu sekali ya, sedangkan dia yang sering ngajarin kita ini itu, tapi ternyata dia yang berbuat. Menjijikkan!” Hal itu terdengar menyedihkan.
"Mungkin kekurangan dana buat nyusun proposal kali, Key," kata salah satu temannya.
"Ayo kita pergi, aku akui dia cantik tapi lebih baik jelek seperti kita, namun jauh dari yang namanya p*****r, kalau p*****r buat pacar sendiri sih wajar ‘kan?"
"Betul."
Nancye membulatkan matanya penuh, ia tak menyangka Elis akan membuatnya semakin terpuruk dengan pandangan sinis para anak kampus yang selalu menyinggungnya sepanjang jalan.
Nancye teringat satu hal, tak ada gunanya jika harus berdebat dengan Elis saat ini, apalagi Elis sudah bukan Elis yang Nancye kenal.
Nancye teringat Robert kekasihnya ia tak mau jika Robert salah mengira tentang dirinya.
Nancye lalu mencari keberadaan Robert, meskipun semua anak kampus memandangi dirinya sebelah mata karena Elis sudah berhasil menghasut mereka.
"Kamu lihat Robert?" tanya Nancye kepada salah satu pria yang sedang bersandar di depan ruangan.
"Kenapa mencari Robert? Apa kau p*****r Robert juga?" Pertanyaan pria itu membuat semua temannya yang lain tertawa mengejek. Sungguh malu.
"Jaga mulutmu, Robert is my love." Nancye tak mau kalah.
"Apa dia masih mau sama kamu, jika dia tau kau itu seorang p*****r?"
Nancye hanya bisa menahan amarahnya kepada pria yang sudah berani mengatainya.
Nancye tak bisa bertanya kepada siapapun semua orang sudah tahu jika dia tinggal bersama Darren, meskipun mereka tak tau jika pria kaya yang mereka maksud adalah Darren.
Nancye mengedarkan pandangannya untuk mencari Robert tanpa bertanya kepada siapapun.
"Dia pasti ada di taman belakang," kata Nancye sembari melangkah pergi ke taman belakang.
Nancye melihat Robert sedang sendirian, wajah Robert terlihat sangat jelas, jika dia juga mendengar apa yang di katakan Elis.
"Apa yang kau lakukan di sini, Sayang?" tanya Nancye. Tempat ini memang selalu menjadi tempat favorit mereka ketika suntuk dengan mata kuliah.
"Akhirnya kamu datang juga, apa benar yang di katakan semua anak kampus? Kalau kamu itu–“
"p*****r?"
"Apa itu benar?"
"Aku bisa jelaskan semuanya."
"Aku bertanya apa semua itu benar?"
"Dengarkan penjelasanku dulu, Sayang."
"BENAR ATAU TIDAK?!" teriak Robert begitu keras.
"Iii-iya, tapi–" Nancye mencoba mengumpulkan keberaniannya untuk menceritakan semuanya kepada Robert.
Robert menampar Nancye, ia terkejut dengan sikap kasar Robert untuk pertama kalinya selama mereka bersama.
"Kau sudah menghancurkan kepercayaanku selama ini, untuk itu lebih baik kita putus, aku tak ingin memiliki wanita yang begitu murahan seperti dirimu, aku bangga sama kamu, bangga ketika kau menjaga apa yang harus kau jaga, aku tak pernah menyentuhmu karena begitu menghargaimu, akan tetapi kamu menyerahkan tubuhmu kepada orang kaya? Demi uang? Aku bisa memberimu uang, berapapun yang kau mau, tapi tidak dengan cara menjual tubuhmu."
"Apa kamu tidak mempercayaiku? Kau hanya berasumsi sendiri tanpa mendengar penjelasanku? Kenapa aku seperti ini? Apa kau tak ingin mendengarkannya?"
"Aku tidak membutuhkan penjelasan, sudah cukup jelas hanya dengan mendengar jawaban iya dari kamu, aku awalnya tak percaya kepada orang lain dan berharap itu memang tak benar dan hanya gosip murahan saja, tapi kau sudah membuktikan sendiri bahwa semua itu benar, tidak ada lagi yang bisa dipertahankan di antara kita," kata Robert lalu melangkah pergi dari hadapan Nancye yang sedang menatapnya.
Nancye lalu menatap kepergian Robert yang begitu kecewa dengan sikapnya.
"Kenapa tak ada seorangpun yang percaya denganku? Apa memang nasibku seperti ini? Apakah akan terus seperti ini?" Nancye memegang dadanya dan menitikkan air mata.
"Aku memang salah. Salah dalam segala hal, namun bukan aku yang memulai ini, bukan aku," kata Nancye lagi.
Dari kejauhan Elis sedang tersenyum senang karena sudah berhasil membuat Robert kecewa dan meninggalkan Nancye, Elis begitu puas sudah berhasil menghancurkan Nancye.
BERSAMBUNG.
.
.
Jika kalian suka jalan ceritanya jangan lupa tekan like / love ya, karena dari love / like kalian, saya bisa berkarya dan memberikan cerita-cerita yang lebih baik lagi.
Salam cintaku.
Irhen Dirga