"Dimana aku?" gumamnya.
Gadis itu sadar, tapi, dia bingung saat dia merasa berada di tempat asing. Seingatnya, dia tadi sedang berada di depan rumahnya.
"Kamu sudah sadar?" tanya perawat yang ada di klinik itu.
"Aku dimana Kak?" tanyanya.
"Kamu berada di klinik A. Tadi, warga kampung sini membawamu kemari karena pingsan dan juga ... hamil," kata perawat itu penuh dengan rasa iba.
Dunia Aqeela seolah runtuh saat itu juga. Dia harus hamil, yang dia sendiripun tak tahu siapa ayah bayinya. Apalagi, saat ini, dia sudah diusir oleh Ibu tirinya.
"Ya Tuhan, aku harus kemana setelah ini?" batin Aqeela.
Air mata tak berhenti menetes di pipinya. Aqeela bingung, bagaimana dia harus menjalani hidupnya? Semua warga pasti akan mencemoohnya karena hamil tanpa suami.
Aqeela yang bingung mau kemana akhirnya memutuskan untuk bercerita pada perawat itu. Dia berharap, perawat itu bisa mmeberinya solusi.
"Kemana aku harus pergi Sus? Ayahku sudah meninggal. Ibu tiriku juga mengusirku bersamaan dengan warga yang menginginkan aku keluar dari komplek ini," lirih Aqeela.
Wanita itu iba melihat keadaan Aqeela. Dia pun berpikir. "Aku memiliki teman di Singapura. Dia harus tinggal di sana karena mertuanya sakit. Dan dia membutuhkan seorang suster untuk merawat mertuanya. Kalau kamu mau, aku akan meneleponnya," ujar perawat itu.
"Mau sus, tapi, jelaskan dulu keadaanku. Takutnya, dia tidak mau mengambil suster yang hamil tanpa suami," kata Aqeela.
"Baiklah, akan aku hubungi dulu temanku. Kalau dia oke, aku akan menyuruh dia untuk menjemputmu," ujar perawat itu.
"Terima kasih banyak Sus," sahit Aqeela.
Perawat itu hanya tersenyum, kemudian meninggalkan Aqeela seorang diri.
Keesokannya, datang seorang perempuan dengan penampilan serba mewah mulai dari atas rambut hingga ujung kaki.
"Kamu yang bernama Aqeela?" tanyanya dingin
"Benar Mbak," jawab Aqeela.
"Aku Seina, wanita yang akan menjadi majikan kamu," ujar wanita itu yang berubah menjadi lemah lembut.
"Maaf Mbak, saya tidak tahu," sahut Aqeela.
"Tidak apa. Kamu punya paspor?" tanya wanita itu.
"Punya Mbak," jawab Aqeela.
"Bagus, begitu kamu sudah baikan kita akan berangkat," kata Seina.
Tiga hari kemudian, Aqeela pergi bersama Seina ke Singapura. Di sana, dia sudah di tunggu oleh sopir sang majikan. Kedua wanita itu pun masuk ke dalam mobil.
Aqeela langsung dibawa menuju ke kamar Nyonya Beti, mertua Seina. Nyonya Beti hanya diam di atas kursi roda sambil menatap luar jendela.
"Ma, ini teman Mama yang baru. Namanya Aqeela. Suaminya meninggal karena kecelakaan, dan dia harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan juga bayi yang ada di kandungannya," terang Seina.
Nyonya Beti memandang Aqeela sekilas. Kemudian kembali menatap jendela. Entah apa yang mengasyikkan melihat jendela. Karena Seina masih ada urusan, wanita itu pun pergi meninggalkan ruangan mertuanya.
Karena kasihan melihat keadaan Nyonya Beti yang seperti kekurangan kasih sayang, Aqeela pun mengajaknya berbicara. Semula, Nyonya Beti hanya diam dan mendengarkan.
Namun, lama kelamaan, wanita paruh baya itu pun tertawa saat Aqeela menceritakan hal yang lucu. Mereka akhirnya akrab hanya dalam waktu satu malam saja. Sepertinya, Aqeela memang cocok menjadi perawat.
Beberapa bulan telah berlalu. Kandungan Aqeela telah berusia 7 bulan. Nyonya Beti senang sekali mengusap perut Aqeela yang kadang dibalas tendangan oleh bayi dalam kandungannya.
"Qeela, maukah kamu menikah dengan putraku. Aku sangat menginginkan seorang cucu," pinta Nyonya Beti.
"Jangan seperti itu Nyonya, nanti Nyonya Seina marah dan mengusirku. Dan lagi, sampai saat ini, aku belum pernah bertemu dengan Tuan. Dia pasti juga tidak akan mau dengan saya. Kalau Nyonya Seina menyuruhku pergi. Lalu,aku harus tinggal dimana?" lirih Aqeela.
"Ahh iya, kamu betul juga. Ya sudah, pokoknya,kamu harus tetap disini. Jangan pergi lagi," pinta Nyonya Beti.
Sementara itu, di belahan bumi lainnya. Seorang lelaki tengah termenung menatap langit. Wajahnya kusut kala dia tak bisa menolak pernikahan bisnis antara Siena dan dirinya. Pernikahan itu pun dilaksanakan sehari setelah dia tidur bersama Aqeela.
Leonard yang tidak mencintai Seina harus beralasan pergi kantor cabangnya yang sedang di ujung tanduk supaya dia tidak tinggal serumah dengan Siena.
"Bos, ini sudah hampir 7 bulan kita meninggalkan Indonesia. Sepertinya, Tuan Besar mengetahuinya dan menutup semua akses tentangnya. Sampai-sampai, saya tidak bisa mencari tahu tentang wanita itu," ujar Pam.
"Kamu benar Pram. Apa alasan Papi sebenarnya? Apa Papi tidak setuju karena Aqeela adalah anak orang biasa?" gumam Leonard.
"Mungkin, Tuan lebih menginginkan pernikahan bisnis Bos," sahut Pram. "Kalau seandainya wanita itu hamil. Dia pasti sudah mau melahirkan saat ini Bos."
"Mungkin saja, dan kalau aku pulang ke Indonesia, itu artinya aku harus pergi ke Singapura dan bertemu dengan Seina. Aku malas melihat wanita itu," sahut Leonard.
"Bagaimana kalau saya saja yang pulang Bos? Tuan Besar pasti tidak akan mencurigai saya," usul Pram.
"Kamu benar. Kenapa aku tidak punya pikiran seperti itu? Segera kamu pulang sekarang Pram. Datangi rumahnya," titah Leonard.
Hampir seminggu lamanya Pram berada di Indonesia. Namun, belum ada kabar dari lelaki itu tentang Aqeela. Telepon Leonard selalu diabaikan oleh Pram.
Leonard yang kesal akhirnya menyusul ke Indonesia. Lelaki itu langsung menuju ke rumah Aqeela.
"Permisi, apa ini rumah Aqeela?" tanya Leonard pada security rumah itu.
"Maaf Tuan, ini bukan rumahnya Aqeela. Ini rumah Tuan Hanson," jawab security itu.
"Lalu, dimana rumah Aqeela?" tanya Leonard kembali.
"Saya tidak tahu Tuan, coba saja Anda tanya Pak RT di sini. Rumahnya di ujung jalan sana," lapornya.
Leonard pun menuju rumah Pak RT. Dadanya seolah dihantam oleh batu besar saat lelaki tua itu menceritakan kalau Aqeela diusir karena hamil. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana Aqeela dihujat oleh masyarakat karena hamil tanpa suami.
"Jadi, dia hamil anakku. Aku harus segera mencarinya," gumam Leonard.
Leonard pun kembali memimpin perusahaan di Indonesia. Dia akan mencari kelinci nakal dan juga putranya.
Leonard tahu, kalau Pram sudah diultimatum oleh sang Ayah hingga tak mau memberi tahu informasi ini padanya.
"Kamu lihat saja Papi. Aku pasti akan menemukannya. Dan aku pastikan kalau kamu tidak akan bisa mencegahku lagi," gumam Leonard.
Sementara itu, di Singapura.
Aqeela merintih kesakitan di perutnya. Seharian ini dia tidak keluar kamar. Nyonya Beti yang khawatir dengan keadaan perawat setianya itu keluar dari kamarnya.
"Siena, dimana Aqeela? Kenapa dia tidak keluar seharian ini?" tanyanya pada sang menantu.
"Seina tidak tahu Ma, coba saja Mama tanya Nunik," jawabnya.
Nyonya Beti akhirnya pergi ke paviliun belakang. Wajahnya pucat pasi saat melihat Aqeela digotong oleh Nunik dan Parman dengan sesuatu yang merembes di kakinya.