Pacar Sewaan

1052 Words
Natalia, termenung di sudut taman. Ia menundukkan wajahnya seraya berpikir keras, bagaimana ia bisa mendapatkan uang seratus juta untuk mendapatkan biaya operasi sang adik. Ia tak memiliki banyak waktu, tinggal dua hari waktu yang tersiksa. Ia tak tahu harus bagaimana dan berbuat apa untuk menghasilkan uang sebanyak itu dalam waktu dua hari. Ia sudah meminta tolong kekasihnya, namun hanya sia-sia tak ada hasil. Kekasihnya beralasan keluarganya juga dalam ekonomi yang sulit. Dan sahabatnya Ayu hanya mampu meminjami ia uang lima juta. Ia berbekal kartu nama yang diberi ke kasihnya itu, dengan hati-hati mengetik nomor telepon yang tertera di sana. Ia segera menghubunginya untuk meminta bantuan pekerjaan. Dan alhasil nomor yang ada dikartu nama itu pun dapat ia hubungi. "Hallo, apa benar ini Tuan Rudi ? Aku mendengar Anda sedang membutuhkan karyawan," tanya Natalia dengan hati-hati. "Kalau boleh tahu, Anda mendapat kartu nama saya dari siapa?" tanya balik orang yang berada jauh di sana sambil menyesap sebatang rokoknya. "Dari teman saya, Alvin," jawab Natalia yang tak mungkin jika ia bilang dari kekasihnya. "Mohon maaf, lowongan pekerjaan telah ditutup beberapa jam yang lalu," ucap Rudi seketika mematikan ponselnya karena merasa telah membuang-buang waktunya. Wajah Natalia seketika berubah muram, ia tak tahu harus mencari pekerjaan di mana lagi. Apa lagi ia butuh dana secepatnya. "Ah," teriak Natalia frustrasi dengan keadaan hidupnya. "Dari mana uang seratus juta akan aku dapatkan dalam waktu dua hari," teriaknya yang tak peduli kini ia berada di rumah sakit. *** Di tempat lain, di perusahaan Atmaja seorang laki-laki sedang duduk dengan gusar. Pasalnya ia harus segera mendapatkan pasangan wanita untuk menghadiri acara yang sangat penting di keluarga Atmaja jika ia tak membawa pasangan maka hak warisan akan jatuh pada yayasan anak yatim. "Sialan!" Umpat laki-laki tampan dengan mengusap wajahnya frustrasi. Andai kamu tak pergi mengejar kariermu aku tak akan sebingung ini menghadapi kakek Alex. Pasti aku akan mendapatkan jatah warisan sesuai takarannya. Gibran mendengar ponselnya berdering segera mengambil gawainya untuk melihat panggilan masuk dari siapa. Melihat nama mamanya, ia menggeser tombol hijau menempelkan benda pipih itu ditelinganya. "Hallo, assalamualaikum," sapa Gibran dengan malas. Ia malas dengan ocehan sang mama yang setiap hari menuntutnya untuk segera menikah. "Waalaikumsalam, datanglah ke rumah sakit. Kakek Alex, menanyakan kamu dari tadi sebelum terlambat datanglah! Jangan lupa bawa kekasihmu jika kamu tak ingin kehilangan apa yang kamu harapkan!," ucap Mama Lura memperingatkan putra semata wayangnya lalu seketika menutup sambungan ponselnya. "Sialan," batin Gibran mengumpat dalam hatinya. Gibran bergegas pergi ke rumah sakit, masalah wanita ia akan berpikir untuk mencari alasan dan agar sang kakek memberikan sedikit waktu. Tak butuh waktu lama Gibran telah sampai di rumah sakit. Ia berjalan dengan tergesa-gesa menyusuri koridor rumah sakit. Sepanjang langkah kakinya ia berpikir alasan apa yang tepat untuk ia sampaikan pada sang kakek yang masuk akal. Seketika ia melihat wanita yang duduk di ujung taman dengan mata sebab, ia mendekat. Ia mendengar sedikit teriakan frustrasi wanita itu sekilas ada ide dibenaknya. Ia segera duduk disampingnya dengan memberikan sapu tangan miliknya. "Ini untuk menghapus air mata kamu!" tawar Gibran menyodorkan sapu tangan miliknya. Ia tak setulus itu peduli dengan orang lain yang tak ia kenal, ia hanya memanfaatkan situasi yang ada. Apa lagi ia mendengar percakapan wanita itu sedang butuh pekerjaan dan uang. Natalia mendongak menatap laki-laki yang tak ia kenal itu. "Terima kasih," lirih Natalia menerimanya. Ia tak menyangka masih ada orang yang mau peduli dengan dirinya di saat orang terdekatnya justru satu demi satu menjauhi dirinya saat ia telah jatuh miskin. "Aku dengar kamu butuh pekerjaan? Apa itu benar?" tanya Gibran yang tanpa sengaja mendengar percakapan wanita itu dengan sambungan teleponnya. Natalia mengangguk pelan. Ia mencoba menghapus air matanya. Ia sangat berharap bisa segera mendapatkan pekerjaan dengan segera. "Apa pengalaman kerja kamu?" tanya Gibran sambil menatap wanita di depannya yang menghapus air mata dengan sapu tangan yang ia berikan. "Aku tak memiliki pengalaman apa pun, aku hanya seorang mahasiswa semester lima. Aku sangat butuh pekerjaan karena aku harus membiayai adik aku yang sekarang terbaring koma. Dia harus dioperasi, sedangkan aku tak punya uang sepeser pun. Semua harta peninggalan orang tuaku telah habis," lirih Natalia. Ia menarik nafasnya dalam-dalam lalu melanjutkan ceritanya. "Mungkin Tuan tadi mendengar jika saya ditolak saat melamar kerja di cafe, memang sulit mencari pekerjaan tanpa bakat yang aku miliki. Apa lagi aku tak memiliki pengalaman sama sekali," terang Natalia. "Aku punya tawaran pekerjaan untuk kamu, bahkan jika kamu mau. Aku akan membiayai semua perawatan adik kamu hingga sembuh, dan memberi kamu kompensasi," terang Gibran yang merasa senang akhirnya ia mendapatkan penyelesaian masalahnya. Natalia tak menyangka setelah setengah hari ia mencari pekerjaan dan empat kali ditolak. Akhirnya doa dan kerja kerasnya mendapatkan jawaban. "Pekerjaan apa?" tanya Natalia yang semangat akhirnya ia bisa mendapatkan uang untuk biaya adiknya tanpa menjual toko kue milik sang mama. "Tapi kenapa laki-laki ini dengan mudahnya memberi aku pekerjaan, sedangkan kita baru ketemu. Atau mungkin dia seorang m*******i atau sejenisnya. Aku harus hati-hati, aku tak ingin terjerumus dalam gelapnya dunia malam," gumam Natalia yang berpikir dua kali sebelum ia menyetujui tawaran orang di depannya. "Kalau boleh tahu, pekerjaan apa itu Tuan? Dan apa yang membuat Anda mau membiayai adik saya," tanya Natalia. "Apa Anda seorang g***o?" selidik Natalia yang terus terang. "Jika iya, mohon maaf, Anda salah orang. Aku tak ingin mendapatkan uang haram untuk adik saya," tolak Natalia dengan tegas. "Apa tampangku seperti seorang penjual wanita," geram Gibran di dalam hatinya. "Aku bukan g***o atau sejenisnya. Pekerjaan yang akan aku berikan pada kamu cukup mudah, hanya jadi pacar sewaanku," jelas Gibran. "Hanya pacaran sewaan,'kan? Tak menjual aku pada lelaki hidung belang?" terka Natalia. "Tidak." "Baiklah saya mau, tapi sungguh Anda akan membiayai biaya adik saya?" tanya Natalia untuk memastikan lagi jika laki-laki di depannya memang tidak bercanda. Melihat dia mengangguk, ia mengulurkan tangannya setuju. "Deal," ucap Natalia saat lelaki di depannya membalas uluran tangannya. "Deal," ucap Gibran setelah mereka berjabat tangan. "Sebagai bukti jika kita telah terikat kerjasama, aku akan membayarnya perawatan adik kamu sekarang," ucap Gibran berdiri. "Baiklah, saya akan mengatar ke kasir untuk pelunasan. Kalau boleh tahu siapa nama Tuan?" tanya Natalia yang tak mungkin mereka akan bekerjasama tapi tak mengetahui nama masing-masing. "Saya Natalia, bisa panggil Nata atau terserah senyaman Anda," imbuhnya memperkenalkan dirinya. "Aku Gibran, sebaiknya jangan terlalu sopan. Setelah aku membayar rumah sakit, waktunya kamu menjalakan pekerjaan kamu," terang Gibran yang dibalas anggukan oleh Natalia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD