Bagian Atmaja

1040 Words
Natalia mengikuti laki-laki yang baru saja ia kenal beberapa menit yang lalu menuju entah ke mana. "Tuan, kita mau ke mana?" tanya Natalia. "Sudah jangan banyak tanya! Sekarang adalah waktunya kamu bekerja, aku sudah membayar kamu mahal maka jangan kecewakan aku," tegas Gibran yang berjalan menuju ruangan sang kakek di rawat. "Oya, satu lagi. Jangan panggil aku tuan! Kalau kita sedang bersandiwara, panggil aku Gibran," tegasnya lagi memperingatkan wanita yang ia sewa beberapa menit lalu. "Baiklah, lalu aku harus berbuat apa sekarang?" tanya Natalia. Ia tak tahu harus berbuat apa karena laki-laki di depannya itu belum menjelaskan apa tugasnya. "Cerewet sekali sich kamu jadi cewek," dengus Gibran. "Kamu cukup melakukan tugas seorang kekasih, apa kamu tak pernah pacaran?" hardik Gibran yang mulai geram. "Tugas seorang pacar. Ya cuma tanya sudah makan belum, kamu lagi apa itu aja," batin Natalia. "Kita akan bertemu dengan keluargaku, aku harap kamu menjaga sikap dan perkataan kamu. Jangan buat aku malu atau sandiwara kita ketahuan," imbuh Gibran yang telah hampir sampai di ruang VIP di mana sang kakek di rawat. Natalia mengangguk patuh. Ia paham akan ucapan Gibran. Cklek. Gibran menarik knop pintu dengan hati-hati, saat pintu terbuka dengan sempurna seluruh mata menatap ke arahnya. "Masuk, Nak! Kakek telah menunggu dari tadi," tutur Nenek Rara sambil melambaikan tangannya ketika melihat cucu kesayangannya datang. Gibran segera masuk, ia tak lupa menggandeng tangan Natalia agar mengikuti langkah kakinya. "Maaf, aku sedikit lama. Karena aku harus menjemput kekasihku dulu pulang kuliah," kelakar Gibran. Ia segera meraih tangan sang nenek mencium punggung tangannya. "Apa ini kekasihmu? Sungguh cantik sekali," puji Rara mengamati wanita cantik di depannya. "Sayang, kenali ini nenek Rara, itu mama aku, dan ini kakek aku," terang Gibran memperkenalkan satu persatu keluarganya. "Ini Natalia, kekasih aku," imbuhnya memperkenalkan kekasih sewaannya. Natalia, menyalami satu persatu orang yang lebih tua di depannya dengan santun tak lupa ia memasang senyum ramahnya. Ia harus menjalankan tugasnya dengan sempurna. "Sini, Nak!" ajak mama Lura agar sedikit mendekat. "Mah, sebenarnya apa sich yang membuat kalian meminta aku agar kesini?" tanya Gibran. "Kalian tahu kalau aku sedang sibuk mengurus pekerjaan," geramnya sambil memperlihatkan wajah datarnya. Nenek Lura seketika menoleh ke arah Natalia setelah mendengar ucapan cucunya itu. "Nak Natalia, apa Gibran selalu bersikap dingin seperti ini saat bersama kamu. Atau dia selalu memperlakukan kamu tak baik," tanya Nenek Rara. Natalia menggeleng. Ia tak tahu harus menjawab apa. "Sayang, jangan sungkan pada kami. Katakan saja jika ia berani kurang ajar pada kamu, aku akan menghukum dia," imbuh mama Lura yang entah mengapa sekali memandang kekasih putranya ia merasa cocok berbeda dengan mantan-mantan putranya sebelumnya. Apa mungkin karena penampilan yang natural tak neko-neko. "Mah," pekik Gibran. "Kalau begitu aku pamit, banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan," pamitnya yang tak mau lama-lama berada di rumah sakit. Ia paling tak suka mencium aroma bau obat-obatan yang membuat ia mual seketika. "Hai, cucu durhaka!" teriak kakek Alex yang baru saja bangun dari tidurnya. "Kamu mau pergi begitu saja tanpa menyapa dan memperkenalkan kekasihmu pada kakek," hardik kakek Alex dengan suara lantangnya. "Aku kira kakek sakit dan tak mampu berteriak ternyata masih sehat ya, percuma aku datang kesini," ketus Gibran. "Aku datang membawa kekasihku, maka kakek akan memberikan apa yang kakek janjikan padaku," ucap Gibran mengingatkan ucapan sang kakek beberapa minggu yang lalu. Kakek Alex tertawa. "Hanya membawa kekasihmu saja ingin meminta jatah, tak semudah itu cucuku," peringatan kakek Alex yang tak sebodoh itu untuk percaya apa lagi ia memiliki banyak pengalaman dan trik. "Lalu aku harus gimana?" "Kakek ingin melihat dan memastikan dia layak atau tidak menjadi bagian Atmaja atau Leonard sesuai keinginan papa kamu," jelas kakek Alex. "Sialan! Aku kira dengan mencari pacar sewaan masalah akan selesai, dan aku mendapatkannya dengan mudah. Ternyata masih banyak syarat," umpat Gibran. Natalia hanya bisa menjadi pendengar setia dari beberapa orang yang sedang berdebat entah apa itu. "Kek, jangan emosi!" tegur nenek Rara dengan mengusap lengan suaminya itu. "Syarat apa lagi, Kek?" "Banyak, aku akan meminta kekasihmu itu untuk tinggal bersama kita sementara waktu untuk melihat dia layak atau tidak menjadi bagian kita. Kamu harus ingat jika keluarga Atmaja bukan orang sembarangan," tegas kakek Alex. Ia tak ingin jika cucunya itu melakukan cara yang sama seperti dirinya dulu. "Apa aku harus tinggal bersama mereka? Lalu aku harus menjawab apa jika mereka bertanya, sedangkan aku tak tahu tentang Gibran," batin Natalia bingung. "Baiklah, jika itu mau kalian. Maka aku juga akan ikut tinggal bersama kakek," sahut Gibran. Ia tak mau wanita sewaannya itu menggagalkan rencananya sedangkan dirinya telah mengeluarkan banyak uang untuk rencana ini. "Tidak bisa," tolak kakek Alex tegas. "Kenapa tak bisa? Aku ingin memastikan jika kekasihku tinggal bersama kalian dengan keadaan aman dan tak kalian sakiti," kelakar Gibran. "Nak, tak mungkin kami berbuat jahat dengan wanita yang kamu cintai. Nenek berjanji akan menjaganya untuk kamu," tambah Rara agar cucunya tak perlu khawatir dengan keadaan kekasihnya. "Nek, bukan itu saja tapi ...." "Tapi apa," potong mama Rara yang ikut bersuara. "Kalau masalah orang tuanya, mama yang akan turun langsung meminta izin pada mereka. Lagi pula niat kita baik kok," imbuh mama Lura. "Sepertinya mereka memang orang baik, aku merasa bersalah pada mereka semua," batin Natalia. "Dia harus kuliah, lagian dia harus merawat adiknya yang sakit," ucap Gibran berharap dengan alasannya itu sang kakek akan membebaskan Natalia untuk tidak tinggal bersamanya. "Apa benar begitu, sayang?" tanya nenek Rara ke Natalia yang berdiri tak jauh darinya. "Benar, Nek. Aku harus kuliah, aku sudah satu bulan penuh tak kuliah jadi aku harus mengejar mata kuliahku," jelas Natalia jujur. "Aku juga harus kerja paruh waktu di swalayan dekat rumah sakit ini, setalah itu aku harus menjaga adikku," imbuhnya lagi yang berkata apa adanya. "Ih, kenapa dia harus menjelaskan itu segala," geram Gibran di dalam hatinya dengan menatap Natalia tak suka atas ucapannya barusan. Mama Lura segera mendekat ke arah Natalia, ia merasa kasihan dengan calon menantunya itu. "Sayang kenapa kamu harus berjuang seberat ini? Di mana orang tua kamu?" tanya mama Lura dengan merangkulnya. "Pintar sekali dia cari muka di depan mamaku, tak sia-sia juga aku menemukannya," batin Gibran menatap interaksi kedua wanita di depannya. "Di mana orang tua kamu?" tanya mama Lura kembali ketika tak mendapati jawaban dari gadis yang masih menundukkan wajahnya. "Mah, jangan buat dia bersedih," sahut Gibran mengambil alih Natalia dalam rangkulannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD