Morgan yang menyebalkan

1360 Words
Yang paling menyebalkan adalah saat Darren kembali ke kantor, Morgan sudah menunggu di ruangannya dengan ditemani oleh Irene yang berdiri di samping pria menyebalkan itu. Meskipun tampak ketakutan, Irene tidak beranjak sedikitpun dari ruangan Darren. Morgan menatap Cecilia seakan memendam hasrat terhadap tubuh gadis yang berdiri di samping Darren, membuat Cecilia sampai menghela nafas melihat gaya angkuh Morgan yang sedang menyesap secangkir kopi dengan ditemani oleh beberapa makanan ringan. "Ada perlu apa kau datang ke kantorku?" tanya Darren lalu duduk di kursi dan berhadapan wajah dengan Morgan yang menyunggingkan senyum sinis. "Jadi aku tidak boleh mengunjungi sepupuku sendiri? Sungguh picik sekali pikiranmu itu Darren," ucapnya dengan sarkas. "Jangan berbelit-belit dalam bicara. Katakan saja apa keperluanmu datang kemari?" tanya Darren tegas. "Permisi, Bapak mau dibuatkan kopi atau teh?" tanya Irene yang kentara sekali mencari celah untuk keluar dari ruangan sang atasan. "Tidak perlu repot-repot, saya akan minum air mineral saja." Darren memberi tanda kepada Irene untuk segera meninggalkan ruangan ini. "Kalau begitu saya akan mengajarkan Irene beberapa materi lagi. Silahkan mengobrol dengan santai," sahut Cecilia yang segera menyusul Irene dan membuat Morgan terkejut. Sepertinya sepupunya ini tidak menyangka dengan tindakan Cecilia yang tiba-tiba, bahkan tangan pria berkulit putih itu masih menggantung karena tidak sempat untuk menyapa gadis yang sudah mulai jengah melihat Morgan. Darren menahan senyum geli saat melihat raut wajah sang sepupu yang kesal dan malu itu. "Ekhm... Jadi Darren, begitu buruk penilaianmu terhadapku? Bukannya kita ini keluarga, kenapa harus saling curiga?" ucap Morgan dengan sedikit salah tingkah di awal kalimat. "Hanya kau yang dapat menjawabnya sendiri, jadi apa tujuanmu datang ke mari? Cepatlah berbicara karena aku hanya punya waktu sedikit." sahut Darren dengan sedikit penekanan pada kata waktu yang Morgan tanggapi dengan tersenyum mengejek. "Sungguh tidak sabaran sekali sepupu tersayangku ini. Baiklah, kalau kau begitu penasaran akan aku beritahu sekarang," ucapnya, lalu mengambil iPhone yang berbalut soft case berwarna hijau mint itu. Cuaca Jakarta yang panas membuat Darren mengambil dua botol air mineral dari dalam kulkas mini dan memberikannya sebotol pada Morgan yang ditanggapi ucapan terima kasih olehnya. Darren mengernyit saat melihat akun email Morgan yang menjadi pengirimnya. "Apa yang kau kirimkan ini?" tanya Darren dengan nada heran saat melihat beberapa file terkait dengan portofolio beberapa orang yang akan menjadi model dari Athena Cosmetics, pesaing Sanjaya Group. "Kau bisa membaca kan? Jadi seharusnya bisa menelaah file yang kukirimkan ini," ucap Morgan dengan sinis. "Apa maksudmu dengan memberikan portofolio beberapa influencer terkenal kepadaku yang merupakan model dari Athena Cosmetics?" tanya Darren dengan mata memicing. "Bukannya kau mau menjadi CEO menggantikan Om Gio? Jadi langkah pertama yang harus kau lakukan adalah mematikan langkah dari perusahaan pesaing, ini nasihatku sebagai sepupumu," sahutnya dengan seringai sinis. "Maaf aku bukan tipe orang yang menginjak orang lain untuk dapat meraih posisi yang lebih tinggi. Portofolio ini akan aku hapus sekarang juga," ucap Darren sambil menekan ikon tempat sampah di hadapan Morgan. "Kau.... Tidak aku sangka jika kau begitu sombong dan tidak mau menerima saranku yang sudah meraih posisi CEO di perusahaan Jayadiningrat," ujar Morgan geram. "Kalau begitu kenapa kau masih mau mengusik aku dan Sanjaya Group? Bukannya itu berarti kau sebagai CEO Jayadiningrat tidak kompeten di dalam kepemimpinan?" tanya Darren tidak kalah tajam. "Lancang sekali kau yang baru terjun dalam bisnis menilai aku seperti itu!" Kesal Morgan sambil menggebrak meja. "Eits.... Santai bro, kenapa kau jadi tersinggung seperti ini?" ejek Darren semakin memanasi sepupunya. Saat Morgan akan membalas Cecilia, suara ketukan pintu terdengar dengan kencang dan tak lama Cecilia masuk ke ruangan Darren dengan beberapa berkas dan tablet di tangannya. "Maaf mengganggu pembicaraan kalian berdua. Saya rasa cukup bagi Bapak Morgan untuk berbicara dengan Bapak Darren, karena sekarang waktunya kami untuk kembali bekerja," suara Cecilia yang tegas membuat Morgan keluar dari ruangan Darren tanpa berpamitan lebih dahulu. Kemaraha pria itu sudah mencapai puncaknya. Tiba-tiba Darren mengkhawatirkan apa yang akan Morgan lakukan untuk membalas sakit hatinya kepadanya. Karena sejak kecil, Morgan selalu berbuat hal nekad jika itu bertentangan dengan keinginannya. "Jika Bapak Morgan berbuat hal yang aneh, Pak Darren hanya perlu membalasnya sesuai dengan apa yang dia lakukan," sahut Cecilia dengan enteng. "Kamu rupanya bukan orang yang pemaaf dan berbelas kasihan," ucap Darren dengan nada menyindir. "Terima kasih atas pujiannya, tapi itulah yang saya pelajari sejak lulus SMA. Dimana siapa yang lemah dia yang kalah, saya tidak mau menjadi pecundang yang hanya dapat meratapi nasib." Mendengar ucapan Cecilia membuat Darren merasa lebih muda daripada gadis itu. "Sudahlah berbicara dengan kamu hanya membuat saya emosi saja. Lebih baik selesaikan pekerjaan yang sudah dan akan menanti." Cecilia hanya mengangguk lalu menyalakan tablet yang Darren taksir sudah berusia 2 tahun itu. "Apakah melelahkan?" tanya Darren saat menyadari Cecilia menguap beberapa kali. "Saya mungkin belum minum kopi sehingga mengantuk." Tanpa banyak bicara Darren menuju kulkas dan mengambil sekaleng kopi instan dari SBuck dan menaruhnya pada tangan yang memiliki kuku pendek dan tanpa adanya polesan pewarna. Darren mengernyit saat menyadarinya, bukannya setiap wanita itu menginginkan punya kuku cantik yang panjang? Kathleen saja rutin mengganti warna pokoknya setiap seminggu sekali. Membuat Cecilia terlihat berbeda daripada kebanyakan wanita pada umumnya menurut Darren. "Apa Bapak masih mengkhawatirkan Bapak Morgan yang akan berbuat nekat ataukah sedang mencemaskan pacar Bapak yang sendirian di hotel?" Dan entah kenapa Darren tidak menyukai saat Cecilia melontarkan pertanyaan seperti itu. "Tidak dua-duanya," sahutnya ketus lalu beralih pada laptop dan hanya terdiam selama sisa jam kerja yang hanya tersisa kurang lebih 3 jam ini. Sabtu sudah tiba dan sekarang waktunya untuk memenuhi janji Darren kepada Kathleen. Kemarin dia sudah mengirim pesan jika akan datang menjemput sang kekasih sekitar pukul 10 pagi. Giovani yang sedang membaca koran bisnis hanya menatap sang putra sekilas lalu melanjutkan bacaannya. Sang ayah dan koran bisnis memang tidak dapat dipisahkan pada saat weekend seperti ini. Regina tak lama memasuki ruang makan dengan wadah plastik besar berisikan nasi goreng, disusul dengan Intan yang membawa sepiring penuh telur dadar beserta lalapan berupa tomat dan timun. Kapan single bisniswoman ini datangnya? Seingatnya saat akan tidur pada jam 11 malam, Intan belum juga pulang. "Enggak usah bingung gitu lihatnya, Darren. Kakak pulang jam 02:00, semuanya sudah tidur, jadi Kakak perlahan masuk kamar supaya tidak membangunkan kalian," ucap Intan yang mulai menyendok nasi goreng untuk kedua orang tuanya dan sang adik. "Kakak ngapain aja sampai lama sekali di Perth?" tanya Darren penasaran. "Enggak usah kepo jadi orang. Urus saja pacar bule kamu yang manja itu," sahut Intan dengan sinis, sangat mirip dengan Cecilia dan membuat Darren berdecih dalam hati. "Kak Intan.... Kathleen tidak semanja itu." Protes Darren cepat. "Yayayaya, bela saja terus pacarmu itu," sahut Intan dengan nada tak peduli. Darren berpamitan kepada ketiganya setelah menyelesaikan sarapanku. Tidak ada gunanya berlama-lama di rumah jika hanya membuatnya kesal karena perdebatannya dengan Intan. Pria itu mengendarai mobil sendiri karena jadwal libur Pak Ridho yang memang hari Sabtu dan Minggu, kecuali jika ada pertemuan dengan klien maka sang supir yang akan membawa mobilnya. Ternyata Darren tiba lebih cepat 30 menit dari waktu janjian, mungkin saja Kathleen masih belum selesai bersiap-siap. Rasa kantuk yang mendera membuat Darren memutuskan untuk membeli secangkir kopi di kedai yang memang terletak di dalam hotel ini. Namun alangkah terkejutnya dia saat melihat kedua orang yang familiar duduk bersama di sebuah meja. Morgan dan Kathleen, sejak kapan mereka berdua mengenal dan sedekat itu untuk berbincang dengan santai seperti itu? Ini tidak dapat dibiarkan! Dengan penuh amarah Darren menghampiri keduanya yang masih tidak menyadari keberadaan dirinya. Kathleen pun seakan santai dalam menghadapi gombalan Morgan yang receh. "Sedang apa kalian berdua di sini?" tanya Darren yang membuat keduanya menoleh ke arahnya. Kathleen sempat membisu sebelum akhirnya sadar lalu berdiri dan memegang tangan sang kekasih dengan kuat. "Babe, jangan salah paham. Kami berdua tidak sengaja bertemu di coffee shop ini, aku baru saja akan membeli kudapan dan secangkir kopi saat sepupu kamu memanggilku," jelas Kathleen dengan nada memohon. Darren yang masih marah hanya berdiam diri, mengatur diri agar tidak melontarkan perkataan yang akan menyakiti Kathleen. Sementara Darren melihat Morgan yang menyeringai sinis. Apakah dia akan merebut Kathleen dan menjadikannya kekasih? Jika benar, maka ini tidak dapat dibiarkan. "Darren, aku menyukai pacarmu. Jadi bolehkah aku memilikinya?" tanya Morgan dengan nada meremehkan "b*****t!" Darren yang tidak terima langsung melayangkan bogem mentah ke arah Morgan dan membuatnya tersungkur.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD