"Jadi apa yang akan dilakukan oleh Sanjaya Group sekarang? Kalian harus membayar hak kami yang belum dibayarkan!"
Ucap si ketua pendemo dengan sedikit membentak.
"Bagaimana kalau perwakilan kalian ikut dengan saya kantor polisi untuk memastikan keabsahan surat-surat yang kami miliki termasuk IMB?" Tantang Darren dengan mata memicing ke arah 4 orang pria yang seketika menjadi salah tingkah.
"Bapak sengaja mau mengalihkan isu dengan membawa kami ke kantor polisi?" tanya pria yang duduk di sebelah kanan dengan nada membentak.
Semakin lama berbicara dengan mereka membuat Darren dapat menyimpulkan jika keinginan mereka itu mengada-ada.
"Siapa yang mengalihkan isu? Saya hanya ingin mengajak bapak-bapak ke kantor polisi untuk membuktikan keaslian dari surat dan izin yang kami miliki." jawab Darren yang mulai merasa jengkel dengan perwakilan pendemo ini.
"Halah, itu hanya alasan supaya kami tidak menuntut hak kami." Bantah si ketua pendemo yang mulai kehilangan keberaniannya, bahkan keringat mulai bercucuran dari tubuhnya yang gemuk itu.
Jika keadaannya seperti ini terus, Darren yakin jika dia akan mendapatkan hasil negosiasi yang menguntungkan bagi Sanjaya Group. Lagipula orang-orang yang meminta hak yang sebenarnya sudah dibayar, menurut Darren adalah orang yang sangat serakah.
"Siapa yang tidak membayarkan hak kalian? Sanjaya Group sudah melunasinya sejak 3 bulan yang lalu," jawab Darren setelah melihat data-data yang terkait dengan pembangunan resort selama dia dirawat di rumah sakit.
"Dasar orang kaya licik, bisa-bisanya menipu kami yang hanya orang kecil ini!" sentak si ketua pendemo.
Darren menghela nafas kasar, kesal dengan kebebalan dari orang-orang ini. Sepertinya mereka akan mempertahankan pendapat sampai Sanjaya Group mau membayar sejumlah uang. Tidak dapat dipercaya! Ini sama saja mereka mau memeras kami. Umpatnya dalam hati.
"Maka dari itu, saya meminta bapak-bapak ikut saya ke kantor polisi untuk membuktikan siapa yang benar. Jika terbukti Sanjaya Group yang bersalah, maka kami bersedia memenuhi tuntutan kalian," ucap Darren dengan nada agak meninggi agar orang-orang ini tidak kembali berbicara yang tidak jelas tujuannya dan memelintir kebenaran.
"Pak Darren, saya rasa kita tidak perlu sampai ke kantor polisi. Cukup kalian membayar hak kami, maka kami akan membiarkan pembangunan resort ini dengan damai," ujar sang ketua pendemo yang mulai berpura-pura bijak kembali.
"Jadi secara tidak langsung Bapak mau berkata, jika Sanjaya Group tidak memberikan sejumlah uang, maka pembangunan resort tidak akan berjalan dengan damai. Begitu maksudnya?" Sambar Darren dengan nada tajam sambil menatap 4 orang perwakilan para pendemo itu.
"Bukan begitu maksud saya, Pak Darren. Bukannya wajar jika dalam pembangunan sebuah gedung baru itu mesti memberi sejumlah uang kepada penduduk asli, karena kami otomatis tidak akan dapat bekerja selama pembangunan resort berlangsung," kata si ketua pendemo dengan menampilkan wajah yang pura-pura tidak bersalah.
"Itu hanya berlaku jika kami mengabaikan hak kalian. Bukannya Sanjaya Group sudah merelokasi penduduk di sekitar pembangunan resort ke tempat yang sama strategisnya dengan lokasi pemukiman kalian sebelumnya," Darren berucap dengan nada tegas, berharap jika mereka akan mau menerima keputusannya ini.
Namun melihat raut wajah para pendemo yang masih marah dan dengan membawa tongkat kayu mau tak mau membuat nyali Darren agak menciut.
Ya Tuhan! Bagaimana caranya agar dia dapat memberikan pengertian kepada para pendemo yang mulai kelihatan kehilangan kesabaran ini? Bahkan dia juga melihat sekompi polisi anti huru hara mulai bersiap membentuk barikade untuk menghadang massa yang mulai melemparkan teriakan dan cemoohan kepadanya.
"Jika kalian masih mau bertindak anarkis seperti tempo hari, maka saya tidak akan segan-segan untuk memperkarakan kasus ini kepada polisi. Dan yang memprovokasi kerusuhan kemarin sudah pasti akan mendapatkan hukuman yang lebih berat," Darren mengedarkan pandangan ke sekeliling tempat ini untuk mencari di mana keberadaan Cecilia yang berbicara melalui pengeras suara.
Dasar gadis ini benar-benar keras kepala sekali. Rutuk Darren dalam hati.
Pria itu akhirnya menoleh ke arah Bli Nyoman yang sejak tadi hanya diam selama dia berbicara dengan perwakilan pendemo. Mereka berdua saling melempar tatapan mata bingung dan kompak menghela nafas karena suara Cecilia yang kembali terdengar.
"Bli, ada saran bagaimana harus menghadapi gadis kepala batu itu?" bisik Darren dekat dengan telinga Bli Nyoman.
"Kalau itu saya juga tidak tahu, Pak. Saya juga belum menemukan keberadaan Mbak Cecil," jawab Bli Nyoman yang juga berbisik.
"Tapi cara yang dilakukan Mbak Cecil itu efektif, Pak. Lihat saja, sebagian besar dari pendemo itu satu persatu mulai meninggalkan tempat ini. Dan hanya 4 orang perwakilan dari mereka yang tersisa," sambung Bli Nyoman.
Darren segera menyunggingkan senyum penuh kemenangan kepada 4 orang yang semakin memucat di tempatnya. Bahkan posisi duduknya pun sudah tidak beraturan seakan ada cacing yang masuk dan mengganggu b****g mereka semua.
"Jadi bagaimana bapak-bapak? Masih mau meneruskan pembicaraan ini?" tanya Darren dengan nada mengintimidasi.
Si ketua pendemo berdehem sejenak sebelum berbicara dengannya, "Setelah kami pikirkan lebih lanjut, kami tidak akan menuntut hak yang sudah sepatutnya dibayar oleh Sanjaya Group. Biarlah itu akan kami ikhlaskan sepenuhnya."
Darren berdecak saat mengetahui jika sampai akhir mereka tetap mempertahankan keyakinan yang salah itu.
"Kalau begitu kami permisi dulu," ucap si ketua pendemo yang bersiap untuk bangun dari duduknya.
"Siapa yang bilang kalian boleh pergi begitu saja." ucap Cecilia sambil berjalan dengan tertatih ke arah Darren berada.
Hari ini Cecilia memakai kaos polos lengan panjang berwarna lilac dipadukan dengan celana jeans hitam. Darren menghela nafas lega saat gadis angkuh ini memakai sandal slip trendy sebagai alas kakinya alih-alih sepatu hak tinggi yang sudah dilarang dokter. Dan seandainya dia masih bersikeras memakai sepatu yang tingginya tidak masuk akal itu, Darren bersumpah akan mematahkan kedua hak sepatu itu agar Cecilia merasa jera.
Tak lama sebuah pemikiran tiba-tiba terlintas di benaknya. Apa urusannya jika Cecilia mau memakai apa dengannya? Bukannya itu adalah urusan pribadinya, jadi untuk apa dia mencampurinya?
Darren, kamu sudah tidak waras rupanya! Pria itu mengomeli dirinya sendiri yang mulai terpengaruh dengan Cecilia.
"Kami kan sudah mengikhlaskan hak kami yang kalian rampas. Jadi kenapa kami masih tidak boleh meninggalkan tempat ini?" tanya si ketua pendemo dengan berang.
"Masih tidak mau mengakui kesalahan rupanya. Kalian harus menandatangani surat ini jika ingin pergi secepatnya dari sini." Titah Cecilia yang langsung menyodorkan beberapa lembar kertas kepada 4 orang yang semakin merasa resah di tempat mereka duduk.
"Kami tidak mau menandatangani surat ini!" sentak si ketua pendemo dengan suara keras.
''Maka Jangan salahkan saya jika memperkarakan kasus ini kepada pihak kepolisian," sahut Cecilia sambil menyeringai sinis.
Akhirnya dengan terpaksa 4 orang itu mau membubuhkan tanda tangan dan stempel jari yang disertai materai pada surat yang ternyata berisi perjanjian untuk tidak mengganggu pembangunan resort selamanya.
Mereka akhirnya hanya tinggal bertiga saat wakil pendemo dan polisi anti huru hara meninggalkan lokasi pertemuan. Bli Nyoman juga segera mengajak keduanya untuk makan siang sebab waktu sudah menunjukkan jam 1 WITA. Pantas saja perut Darren mulai terasa keroncongan.
"Apa yang kamu lakukan di sini? Bukannya Ayah sudah meminta kamu untuk istirahat selama 2 minggu?" tanya Darren dengan ketus setelah mereka sudah memasuki mobil.
"Menyelesaikan masalah yang tidak dapat Bapak atasi," jawab Cecilia dengan nada datar yang membuat Darren jengkel.
"Ckckck, mulut kamu itu tidak pernah ada manisnya kalau ngomong. Siapa bilang saya tidak bisa mengatasinya," protes Darren kepada Cecilia yang hanya melihatnya sekilas, lalu mengalihkan pandangannya kepada layar tabletnya.
"Karena saya bukan air mineral, jadi tidak perlu manis jika bicara,'' ucap Cecilia tak lama kemudian.
"Cecilia, saya sedang tidak ingin berdebat dengan kamu sekarang. Jadi bisakah kamu diam saja?" Darren mendengkus saat mengatakan hal itu. Cecilia sangat menyebalkan sekali saat ini.
"Kalau begitu Bapak saja yang diam. 'Kan Bapak yang dari tadi mengajak saya bicara...." Darren yang gemas segera menyentil kening Cecilia dan membuat dia mengaduh kesakitan.
"Kenapa Bapak menyentil dahi saya?" tanya Cecilia dengan nada berang.
"Karena kamu membuat saya kesal," balas Darren dengan tidak kalah ketus dan nada agak tinggi.
"Pak Darren, Mbak Cecilia. Kita sudah sampai di restoran," ucap Bli Nyoman dengan berteriak, seperti sengaja memutuskan perdebatan di antara keduanya.
"Kita makan dulu, lalu setelah ini lanjutkan pembicaraan dan alasan Bapak menyentil kening saya," kata Cecilia sebelum turun dari mobil.
Ayah! Bagaimana aku dapat berbaik hati dengan Cecilia jika gadis itu selalu membuatku kesal dan memancing pertengkaran? Keluh Darren dalam hati saat mengingat wejangan sang ayah.