Eddy sedang mengurus banyak berkas. Ada beberapa pengacara dalam tim pengacara peerusahaannya hadir di dalam ruangan tersebut. Mereka terlihat sangat sibuk. Eddy mengatur semuanya. Dia mengatakan pada mereka agar segera membuat semuanya menjadi jelas. Eddy meminta mereka untuk membuat pembagian saham itu menjadi adil. Semua saham yang berada di tangan Antoni dia cabut. Dia memberikan semuanya pada Madie. Dia tidak memerlukan peersetujuan dari Antoni. Karena itu adalah wewenangnya, karena dia mempunyai surat kuasa atas saham tersebut dan bisa mengubah keputusannya kapanpun dia mau.
“Saya ingin kalian memperjelas padanya, bahwa dia tidak lagi memiliki saham seperti sebelumnya. Dia hanya mempunyai lima persen saja. Dan itu adalah hadiah pernikahan mereka dulu. Biarkan mereka menempati rumah tersebut. Aku tidak memiliki masalah apapun dengan mereka. Aku masih membutuhkan dia di perusahaan ini hingga aku bisa menemukan pewaris yang sudah siap.” Dia mengucapkan itu dengan sangat tegas dan jelas.
“Maafkan aku Tuan, apakah Nona Madie masih belum siap?” tanya salah satu dari mereka. Dia cukup berani menanyakan itu pada Tuannya.
Eddy tersenyum tipis. “Dia hanya sibuk dengan pemotretan. Dia bahkan masih memilih jurusan fashion di kampusnya. Apa yang bisa aku harapkan dari dia?” Eddy mengucapkannya dengan senyuman mengejek. Entah apa yang ada di pikirannya. Hingga dia bisa mengucapkan hal itu pada cucu satu-satunya.
Pengacara itu mengangguk mengerti. Dia tidak lagi menanyakan keputusan Tuannya lagi. Dia hanya perlu mengerjakan tugasnya dan menerima komisi.
“Baik Tuan, kami akan segera mengerjakan semua yang Tuan perintahkan. Semua akan segera selesai dan Tuan bisa bekerja dengan tenang.” Mereka pun berdiri kemudian menundukkan kepalanya pada Eddy dan segera pergi dari ruangan Eddy.
***
Di rumah keluarga Brown.
Elaine sudah mulai membaik. Dia sudah bisa mengatur emosinya. Pelayan itu mengerjakan pekerjaannya dngan sangat baik. Dia bisa membuat Elaine menjadi tenang dan tidak bertingkah gila lagi. Ruangan-ruangan tersebut juga sudah dibersihkan. Sudah rapi dan tertata dengan baik.
“Nyonya, apa masih ada yang Anda perlukan?” tanya pelayan itu.
Elaine menggeleng, “Tidak ada. Nanti aku akan memanggilmu jika memerlukan sesuatu. Pergilah Lili, beristirahatlah. Aku juga akan istirahat sekarang,” ucapnya pada Lili.
Lili mengangguk dan akan segera pergi. Tapi Elaine memanggilnya lagi.
“Lili!”
Lili menoleh padanya, “Iya Nyonya, apa Nyonya memerlukan sesuatu?” Lili bertanya dengan sangat sopan.
“Apakah aku cantik?” pertanyaan itu membuat Lili menjadi bingung. Apa Nyonyanya itu masih belum bisa tenang?
“Nyonya, Anda memiliki kecantikan yang sempurna.” Dia mencoba untuk memujinya. Dia tidak ingin Elaine menjadi histeris kembali.
“Baiklah, lalu jika kamu ada di posisiku? Apa yang akan kamu lakukan pada suami yang sudah berhianat padamu?” Elaine berdiri. Dia berjalan mendekati tempat Lili berdiri.
Lili harus sangat hati-hati dalam memilih jawaban. Jika dia salah, maka dia harus siap untuk dipecat.
“Nyonya, saya tidaklah pantas memposisikan diri sebagai Anda.” Lili menunduk setelah mengucapkan kalimat tersebut. Dia sangat takut jika jawabannya itu salah.
“Kamu adalah pelayan yang setia. Aku akan memberikan kamu kamu bonus! Pergilah!” Elaine mengibaskan tangannya kepada Lili. Lili menunduk sebentar kemudian keluar dari kamar Majikannya itu.
Setelah menutup pintu. Dia baru bisa menghela napas dengan lega. Pekerjaannya sudah bisa dia pastikan aman. Dia kembali mengerjakan pekerjaannya yang lain. Dia tidak pernah mengira sebuah keluarga yang terlihat sangat harmonis ternyata mempunyai hal busuk di dalamnya. Tuannya berselingkuh, Nyonya-nya juga menjadi sedikit gila, kemudian anaknya memiliki kekejaman yang sama dengan Kakeknya. Itu benar-benar keluarga yang buruk. Lili bergidik ngeri saat memikirkan hal tersebut.
Tidak berselang lama Madie datang. Dia tersenyum puas saat melihat kondisi rumah sudah menjadi lebih baik.
“Ibu dimana?” dia bertanya pada Lili yang sedang mengelap vas bunga.
“Di kamar, dia sudah lebih tenang sekarang. Mungkin dia sedang beristirahat Nona,” jawab Lili.
“Kerja bagus, aku ingin kamu terus mengawasinya. Jangan biarkan dia melakukan hal yang tidak wajar. Kamu tahu kan apa resikonya?” ucap Madie dengan senyuman licik di wajahnya.
“Baik Nona.” Lili hanya bisa menurut. Tidak mungkin dia menolak perintah dari Nona mudanya.
Madie segera masuk ke dalam kamarnya. Dia sudah memikirkan banyak hal. Dan dia harus mulai mengemasi barangnya sekarang. Dia sudah menyerahkan urusan pekerjaan pada Harry. Jadi dia sudah terbebas dari segala macam rutinintas yang selama ini dia lakukan. Ini adalah ke tiga kalinya dia mengambil cuti panjang. Lebih tepatnya ini sangat mendadak. Cutinya kali ini tidak pernah dia rencanakan. Ini murni karena suasana kacau yang sedang terjadi di rumahnya. Dia menyayangi Ibunya, tapi dia tidak akan bodoh menghabiskan waktu untuk mengurus Ibunya yang mulai tidak waras karena cinta. Dia lebih meemilih untuk memantaunya dengan dekat. Tanpa harus berurusan langsung dengan Ibunya.
Ponselnya berdering, itu adalah telepon dari Harry. Dia segera mengangkatnya.
“Ada apa Paman? Apa semuanya sudah beres?” madie melihat jemarinya. Dia merasa kuku palsunya sudah harus di ganti lagi dengan yang baru.
“Mana bisa selesai jika kamu masih belum mengatakan siapa model penggantimu sekarang,” jawab Harry.
“Ah, aku lupa.” Dia menepuk keningnya pelan.
“Namanya Hazel, ya namanya Hazel. Dia bekerja di gedung yang sama dengan Paman,” lanjutnya.
“Madie, jangan bercanda. Gedung ini punya banyak lantai. Banyak kantor dari beberapa perusahaan. Bagaimana aku harus mencarinya diantara ribuan pekerja?” ucap Harry dengan sedikit kesal. Keponakannya itu selalu saja membuatnya bekerja dengan ekstra keras. Selalu ada kejutan yang tidak menyenangkan setiap kali Madie meminta cuti panjang. Dia harus membuat kontrak baru dengan perusahaan, mencarikan model pengganti, membuat kontrak dengan model pengganti. Dan sekarang, dia harus mencari model pengganti itu diantara ribuan orang yang bekerja di gedung terebut.
“Paman, tanyakan saja pada Satpam. Mereka akan tahu dan sangat hapal nama-nama gadis cantik di gedung. Percaya padaku, Paman akan mendapatkan informasinya dengan sangat mudah,” jawab Madie dengan santai. Dia masih memandangi kuku-kukunya.
“Baiklah, lain kali kau harus membicarakan semuanya padaku. Jangan memintaku melakukannya secara mendadak seperti ini. Apa mereka tidak pernah mengeluh padamu atas sikapmu yang seperti ini? Ah tentu saja mereka tidak berani. Mereka hanya terus merengek dan mengeluh padaku!” Harry tidak bisa lagi menahan rasa kesalnya. Karena dia yang selalu menjadi tempat mengeluh setiap orang yang bekerja dengan Madie.
Madie tertawa pelan, “Baiklah Paman, maafkan aku. Aku tidak akan mengulanginya lagi,” ucapnya dengan senyuman diwajahnya. Dia bahkan mengangkat dua jarinya membuat simbol damai.
“Ini sudah ke sekian kalinya kau mengucapkan itu. Nyatanya, kamu melakukannya lagi dan lagi. Baiklah, aku akan segera mencari gadis itu. Aku tutup dulu, hati-hati!” setelah mengucapkan itu Harry segera menutup teleponnya. Dia bergegas menelpon kepala satpam di gedung tersebut. Benar apa yang Madie ucapkan, satpam itu benar-benar tahu gadis yang bernama Hazel tersebut. Satpam itu bahkan menjelaskan ciri-cirinya pada Harry. Info mengenai perusahaan mana tempatnya bekerja pun mereka tahu. Harry bisa sedikit lega. Setidaknya dia tidak perlu mencari gadis itu di setiap lantai.
Ponselnya kembali berdering, kali ini dia terlihat teersenyum saat akan mengangkatnya. Karena dia tahu, informasi yang dia butuhkan sudah dia dapatkan.
“Jadi, apa yang kamu ketahui tentang mereka?” ucap Madie saat telepon itu sudah tersambung.
“Nona, dia adalah mantan sekretaris dari Tuan Antoni. Namanya Nyonya Eliza. Mereka tinggal di sebuah rumah mewah. Rumah itu terdaftar atas nama Tuan sendiri. Mereka memiliki seorang putera bernama Lucas, usianya sebelas tahun. Saya akan mengirimkan alamat rumah tersebut pada Nona.”
“Baiklah, aku sudah sangat menantikannya. Karena aku juga sudah mengetahui siapa dia dan anaknya. Maka tinggal menunggu waktu untuk memberikan kejutan pada mereka. Kamu sudah bekerja dengan baik. Aku akan menstransfer bonusmu.” Madie segera menutup teleponnya. Kemudian dia membaca pesan tersebut. Itu adalah rumah di kawasan elit. Tentu saja Ayahnya tidak akan menempatkan mereka di sebuah rumah yang jelek. Karena itu bisa merendahkan martabatnya.
Madie memanggil pelayan pribadinya. “Amanda!” teriaknya.
Amanda yang sedari tadi berdiri di depan pintu kamarnya pun segera masuk. Dia menunduk sebentar.
“Apa yang Anda butuhkan Nona?” tanya Amanda dengan sangat sopan. Gadis itu lebih tua dari Madie beberapa tahun. Mereka lebih cocok menjadi teman dari pada majikan dan pelayan.
“Rawat kukuku, sepertinya ini sudah terlalu lama aku memakainya. Aku ingin model yang baru. Apa kamu sudah membeli kuku palsu yang aku pesan waktu itu?” ucap Madie. Dia menyilangkan kakinya.
“Baik Nona, saya sudah membeli sesuai dengan motif yang Nona pilih,” jawabnya. Dia mengambil peralatan untuk merawat kuku. Dia dengan cekatan melepas satu per satu kuku palsu Madie. Dia membersihkannya dengan sangat teliti. Saat dia akan mulai memasang kuku palsu di jari Madie. Keributan di luar kamar membuat mereka berhenti melakukan aktifitas tersebut.
“Apakah itu Ibu?” ucap Madie. Dia beranjak berdiri dan berlari keluar kamar. Amanda mengikutinya. Benar saja, Elaine sedang berusaha untuk keluar rumah. Lili sedang mencoba untuk menghalanginya. Sayangnya dia di dorong dan terjatuh. Madie melihat kejadian itu. Itu sangat cepat. Ibunya sudah keluar rumah dan dia mendengar ada suara deru mobil yang berjalan.
“Sial!” Madie mengupat dengan keras. Dia akhirnya turun dari lantai atas dengan berlari. Dia mencoba menyusul mobil Ibunya. Dia bergegas mengendarai mobilnya. Hingga dia terlupa bahwa kukunya masih belum terpasang dengan sempurna.
“Ibu, apa yang sedang kamu lakukan?” gumamnya. Melihat kukunya terpasang tidak beraturan. Dia melepasnya dengan kasar. Lem yang digunakan untuk kuku palsunya itu cukup kuat. Hingga kulitnya sedikit ikut tercabut bersamaan dengan kukunya. Jari telunjuknya berdarah. Dia menghisap darahnya sebentar. Lalu fokus dengan kemudinya lagi.
Jika tujuan Ibunya adalah rumah seligkuhan Ayahnya, maka dia tidak bisa berbuat apa-apa selain menontonnya saja. Ada senyum tipis di wajah cemasnya. Sepertinya dia akan mendapatkan tontonan menarik jika itu benar akan terjadi.