Madie pergi ke rumah pamannya yang bernama Harry. Harry adalah adik sepupu Ibunya. Dia adalah seorang pengacara handal, dia yang selama ini mengurus segala kontrak dan apapun yang berurusan dengan pekerjaan Madie. Dia adalah pengacara pribadinya. Dia adalah satu-satunya orang yang bisa dia mintai pendapat dalam situasi seburuk itu. Orang yang tidak akan membocorkan masalahnya. Orang yang sangat bisa dipercaya.
Dia turun dari mobilnya. Dia menghela napas sebelum masuk ke dalam gedung yang mempunyai banyak lantai itu. Dia menggunakan kaca mata hitamnya. Dia juga menggunakan masker. Karena dia tidak ingin ada orang yang menyadari keberadaannya. Jika itu terjadi bisa saja banyak wartawan yang akan mengajukan banyak pertanyaan padanya nanti. Dengan langkah cepat tapi terlihat anggun. Dia berjalan dan melesat masuk ke dalam lift. Sayangnya dia dikejutkan dengan suara alarm dari lift yang menyatakan kelebihan berat muatan. Dia menoleh ke arah yang lain. Mereka masih tidak bergeming. Tidak ada yang mau keluar dari lift tersebut. Benar-benar sial!
“Siapa yang masuk paling akhir dia keluar!” ucapnya pada mereka. Tapi mereka terlihat cuek dan tidak memperdulikan ucapannya. Mereka malah sibuk dengan ponsel mereka masing-masing.
“Kalian dengar tidak!” ucapnya sekali lagi.
“Nona, kamu dan pria itu yang terakhir masuk. Jadi kalian putuskan, siapa yang akan keluar diantara kalian berdua,” sahut seorang gadis di sebelah kirinya.
Madie menoleh. Dia memperhatikan penampilan gadis tersebut. Bentuk tubuh dan tingginya terlihat ideal. Dia menggunakan jas dan sepan berwarna pink muda. Wajahnya tirus dengan mata bulat berwarna coklat. Bibirnya berwarna pink kemerahan. Benar-benar cantik dan mempesona. Madie bahkan tidak menyangka bisa menemukan gadis yang secantik itu selain dirinya.
Dia kemudian menoleh ke arah pria yang disebutkan oleh gadis tersebut. Dia juga memeperhatikannya. Pria itu lebih tinggi darinya. Dia menggunakan kemeja putih dan juga celana panjang. Wajahnya cukup tampan.
“Kamu, keluarlah. Aku sedang buru-buru,” ucap Madie. Dia menyenggol lengan pria itu. Membuatnya menoleh ke arah Madie.
“Aku juga sedang buru-buru.” Dia tidak mau menyerah pada ucapan Madie. Dia terlihat sangat berani.
Madie menghela napasnya, dia sudah tidak bisa menjaga kesabarannya. Dia membuka masker dan juga kaca matanya.
“Kalian keluar dari lift ini sekarang!” dia mengucapkannya dengan menatap mereka satu per satu. Melihat siapa yang menjadi lawan mereka. Mereka pun buru-buru keluar dari lift. Bahkan gadis itu pun berjalan dengan cepat.
“Tunggu! Nama kamu siapa?” tanya Madie pada gadis tersebut. Dia terlihat ragu-ragu untuk menjawabnya. Karena dia sangat takut jika dia akan dipecat dari pekerjaannya. Dia menggigit bibir bawahnya sambil menunduk.
“Maaf Nona, aku tidak tahu jika itu Anda,” ucapnya masih dengan menunduk.
“Aku bertanya siapa namamu! Aku tidak membutuhkan permintaan maaf darimu!” Madie mendongakkan wajah gadis itu dengan tangan kanannya. Dia memegangi wajah gadis itu dengan cukup kuat. Hingga memberikan bekas kuku di sisi-sisi wajahnya. Dia memandangi wajah itu sekali lagi. Gadis itu benar-benar memiliki kecantikan yang sempurna. Dia harus bisa menjadikannya sebagai teman.
“Hazel,” jawabnya pelan. Setelah mendengar jawaban itu dia pun melepaskan tangannya dari wajah hazel.
“Sampai jumpa!” ucapnya pada Hazel. Dia bahkan melambaikan tangannya pada Hazel. Pintu lift tertutup.
“Kenapa kamu di sini?” ucap Madie pada pria tadi. Dia terkejut karena dia tidak ikut turun dari lift seperti yang lainnya.
“Lift ini hak semua orang. Kamu tidak berhak melakukannya!” ucapnya datar. Dia bahkan tidak melihat ke arah Madie. Dia hanya melihat lurus ke pintu lift yang tertutup.
“Kamu berani berkata seperti itu padaku?” Madie menarik tubuh pria tersebut hingga pria itu berhadapan dengannya.
“Memangnya apa salahku hingga aku harus takut padamu? Apa aku membuat kesalahan padamu? Apa ini lift milikmu?” pria itu benar-benar tidak mengetahui siapa yang sedang menjadi lawan bicaranya.
Madie memandangnya dari atas hingga ke bawah, “Kamu tidak mengenalku?” ucapnya dengan nada tidak percaya.
“Kenapa aku harus mengenalmu? Apa kamu terkenal?” pria itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Kamu tinggal di gua apa bagaimana? Bagaimana bisa ada orang yang tidak mengenalku di kota ini?” Madie masih menunggu jawaban dari pria tersebut. Tapi dia tidak mendapatkan apa-apa. Pria itu keluar dari lift begitu pintu lift terbuka. Dia tidak menggubris Madie sama sekali. Dia meninggalkannya begitu saja.
“Benar-benar tidak sopan!” teriak Madie padanya. Padahal dia tahu, pria itu tidak mungkin mendengar suaranya. Karena pintu lift sudah tertutup.
“Kenapa aku sangat sial hari ini. Ah, sudah pasti keberadaanku di sini akan menjadi sorotan. Apa aku bisa keluar dari gedung ini nanti?” gumamnya. Kemudian pintu lift pun terbuka.
Dia segera menggunakan kaca mata dan maskernya lagi. Dia berjalan menuju kantor Harry. Dia mempunyai kantor yang cukup besar. Dia segera menemui sekretaris harry dan mengatakan ingin bertemu dengannya.
“Paman ada?” dia menurunkan kaca matanya. Sekretaris itu segera menelpon Harry dan mengatakan bahwa Madie sedang menunggunya.
“Silakan masuk, Pak Harry sudah menunggu,” ucap Sekretaris itu.
Madie mengangguk dan segera berjalan menuju ruangan Harry. Dengan sangat sopan Sekretaris itu membukakan pintu untuk Madie. Madie tersenyum padanya, kemudian dia masuk ke dalam sana.
“Paman,” ucapnya. Dia berhambur ke pelukan Harry yang baru saja berdiri saat melihatnya masuk.
“Ada apa?” Harry terlihat cemas melihat Madie yang datang dan langsung memeluknya. Keponakannya itu tidak pernah bersikap seperti itu sebelumnya.
“Ayah dan Ibu,” ucapnya lirih. Dia meneteskan air matanya, kemudian dia mengusapnya.
“Ah, aku sudah menduga hal ini akan terjadi.” Jawaban Harry membuatnya terkejut. Menduga hal itu akan terjadi? Sejak kapan dia mengetahui permasalahan tersebut?
“Paman sudah tahu? Kenapa paman tidak pernah memberi tahuku?” Madie memandangnya dengan tatapan penuh curiga. Apa pamannya ini bisa dipercaya apa tidak. Kenapa dia merahasiakan hal tersebut darinya?
“Madie tenanglah, aku tidak bermaksud untuk merahasiakan ini darimu. Tapi, Ibumu sendiri yang memintaku untuk tidak memberi tahu kamu. Dia tidak ingin kamu memikirkan hal yang tidak seharusnya.” Harry mencoba menjelaskan pada Madie dengan sangat jelas. Dia tidak ingin jika Madie sampai tidak mempercayainya lagi.
“Jadi? Ibu sudah tahu sejak lama?” Madie benar-benar mendapatkan kejutan yang memuakkan hari itu.
Harry menangguk, “Kira-kira sudah sekitar enam bulan Ibumu mengetahuinya. Dia bahkan meminta saran dariku. Dan aku sudah memberikan saran terbaik untuknya. Yaitu bertahan,” jawab Harry. Dia mengajak Madie untuk duduk di sofa. Agar pembicaraan mereka bisa menjadi lebih santai.
“Enam bulan? Siapa wanita itu paman? Paman tidak mungkin tidak mengenalnya bukan?” Madie sangat penasaan. Wanita seperti apa yang menjadi simpanan Ayahnya itu.
Harry mengangguk. Dia membuka ponselnya, kemudian dia menunjukkan sebuah foto pada Madie.
“Ini kan?” Madie tidak melanjutkan kalimatnya. Dia memandang pada Harry dan menunggu jawaban darinya. Kemudian Harry pun mengangguk.
“Tidak mungkin! Ini tidak mungkin terjadi Paman. Berani-beraninya dia melakukan ini pada keluargaku. Aku akan segera menemuinya.” Madie hendak pergi. Tapi Harry menahannya. Dia menarik tangan Madie dengan cukup kuat. Kemudian dia menyuruhnya untuk kembali duduk.
“Paman? Apa kamu bersekongkol dengannya?” ucap Madie tidak percaya dengan apa yang baru saja dilakukan pamannya pada dia.
“Dengarkan aku! Percuma kamu ke sana. Mereka menikah secara sah! Kamu tidak akan bisa memisahkan mereka begitu saja. Mereka bahkan sudah mempunyai seorang anak laki-laki.” Harry mengatakannya dengan sangat hati-hati. Karena dia tidak ingin Madie menjadi salah paham dengannya.
“Jadi dia suka karena bisa mempunyai anak laki-laki dengan perempuan jalang itu?” ucap Madie dengan sangat sinis. Ada dendam dan kebencian dalam nada suaranya. Dia mengeratkan kepalan tangannya.
“Madie, biarkan Ibumu menyelesaikan masalahnya sendiri. Dia tahu apa yang bisa dia lakukan. Tenanglah, kamu harus fokus dengan pekerjaanmu. Paman berharap hal ini tidak mengganggu semua aktifitasmu.” Harry menepuk pundah Madie beberapa kali. Kemudian dia membuka lemari pendingin kecil yang ada di sebelah sofanya. Mengambil sebuah minuman dan memberikannya pada Madie.
Madie menerimanya, kemudian dia mebuka dan meminumnya. Setelah beberapa saat, dia kembali mengajukan pertanyaan pada Harry.
“Paman, jika aku berhenti bekerja. Apa semuanya akan baik-baik saja? Aku sudah punya penggantinya,” ucap Madie dengan semangat.
Harry memandangnya dengan tatapan tidak percaya. Bagaimana anak ini bisa merubah topik pembiacaraan secepat itu? Dan ekspresinya juga sudah terlihat tenang sekarang. Dia tidak secemas saat dia baru saja masuk ke dalam ruangannya.
“Kamu akan liburan lagi?”
“Iya, liburan yang entah sampai kapan aku kembali. Jadi tolong paman urus semua berkasnya. Aku ingin menikmati liburan yang tenang!” ucap Madie. Dia mengecup pipi Pamannya dan kemudian keluar dari ruangan Harry tanpa menoleh lagi.
“Madie jangan bercanda! Madie kembali!” ucap Harry. Tapi dia tidak menghiraukannya. Dia terus saja berjalan dan pergi dari sana.
Jika ibunya akan mengurus masalahnya. Maka, dia juga akan mengurus semuanya sendiri. Dia tidak lagi merasa nyaman tinggal di rumah itu. Percuma tinggal di rumah besar. Jika hanya ada kedinginan yang menyelimuti. Dia tidak membutuhkan rumah besar. Dia membutuhkan perhatian dan kasih sayang yang besar!