Dokter Danar tersenyum melihat Saras yang sedang membantu seorang perawat membujuk pasien rumah sakit untuk meminum obatnya, semakin lama bersama rasanya kehadiran Saras sudah menjadi bagian dari hidupnya.
Semakin berlalunya waktu dokter Danar merasa semakin mengagumi wanita itu, terlepas dari semua masa lalunya Saras adalah seorang perempuan dengan kepribadian yang luar biasa, dia baik dan kuat, juga memiliki kepedulian yang sangat besar pada sesama.
Setiap hari yang dilakukan Saras adalah menyelesaikan semua pekerjaan rumahnya sebelum waktunya dokter Danar berangkat bekerja, lalu setelah itu ia akan ikut ke rumah sakit untuk membantu di sana, ketika pulang dari rumah sakit pun wanita itu masih mengurus segala pekerjaan rumah termasuk memasak untuk makan malam mereka berdua.
Sebuah hal yang awalnya begitu tidak bisa Saras lakukan tapi perlahan wanita itu mulai terbiasa dan menguasai beberapa menu sederhana, meskipun tidak bisa dibilang luar biasa tapi rasa masakan Saras sudah terasa nikmat di lidah dokter Danar.
"Dok, udah nggak ada kerjaan? kayaknya aku perhatiin dari tadi dokter Danar senyam senyum sendiri sambil merhatiin Mbak Saras. kayaknya ada yang mulai tumbuh perasaan nih," ledek dokter Iqbal yang tiba-tiba sudah berdiri di sebelah dokter Danar, laki-laki yang usianya sedikit lebih muda dari dokter Danar itu ikut menatap Saras dan Tersenyum.
Senyum jahil untuk meledek rekan kerjanya itu tentu saja.
"Perasaan apa sih dok?" sahut dokter Danar menyangkal ledekan sang rekan kerja.
"Ya Mana aku tahu perasaan apa yang tahu kan pasti hati dokter Danar sendiri. sama kayak mbak Saras ya nggak bakalan tahu kalau dokter Danar nggak bilang," jawab dokter ibu Iqbal ringan sambil menahan senyumnya, dokter Danar hanya sekilas melirik laki-laki yang berdiri di sebelahnya lalu kembali menatap Saras.
Ada benarnya apa yang dokter Iqbal katakan tapi dokter danur tetap saja ragu Apakah ya harus menyatakan perasaan itu kepada Saras, tapi bagaimana kalau wanita itu jadi salah paham, bagaimana kalau setelah mengetahui perasaannya Saras malah akan menjauh darinya, bagaimana pula jika ternyata Sarah sama sekali tidak menyukainya?
Dan masih banyak lagi kata bagaimana yang saat ini berputar-putar di dalam kepala dokter Danar.
"Yaelah dok udah bertahun-tahun jadi ahli jiwa di sini tapi masa sama kata-kata jiwa sendiri aja masih ragu." kembali dokter Iqbal meledek dokter Danar saat melihat keraguan di wajah laki-laki tampan itu.
"Aku tuh bukan ragu sama perasaan sendiri tapi ragu sama perasaan Mbak Saras, Gimana kalau Setelah dia tahu dia malah pergi?" tanya Dokter Danar sambil menatap dokter Iqbal yang ada di sebelahnya, dokter Iqbal malah tertawa kecil.
"Kalau pergi ya kejar, nggak punya jiwa pejuang banget sih pantas sudah tua gitu masih jomblo!" ledek dokter Iqbal Sambil tertawa kecil laki-laki itu melengos dan pergi begitu saja saat melihat dokter Danar mendelik kesal padanya.
Dokter Danar merasa apa yang rekannya itu katakan benar, Masa dirinya harus menyerah sebelum berjuang sedangkan selama ini dia selalu menyuruh pasiennya untuk selalu berjuang.
Akhirnya dokter Danar melangkahkan kaki untuk mendekati Mbak Saras yang sudah keluar dari kamar pasien yang sedari tadi ia bujuk untuk meminum obat.
"Mbak Saras," panggil dokter Danar perempuan yang berjalan bersebelahan dengan seorang perawat itu menoleh.
"Iya dok," jawab Saras dengan cepat wanita itu tentu akan dengan begitu sigap membantu jika dokter Danar memerlukan bantuannya.
"Mbak Saras sudah makan?" tanya Dokter Danar, Saras yang sudah ditinggalkan oleh perawat yang berjalan di sebelahnya itu menggelengkan kepala.
"Kalau gitu kita makan siang bareng yuk, aku lagi pengen makan soto tauco di depan sana," ajak dokter Danar menyebutkan salah satu makanan khas kota tempat mereka tinggal sekarang.
"Tapi tadi aku udah minta disisain makanan sama Mbak Sri, Mbak Sri bikin garang asem," jawab Saras seolah ingin menolak ajakan dokter Danar dengan halus.
"ya nggak apa-apa garang
asemnya buat nanti sekarang kita makan soto dulu, yuk," ajak dokter Danar dengan lembut akhirnya Saras menganggukkan kepalanya dan mereka berjalan bersama keluar dari rumah sakit untuk makan siang sejenak.
***
"Mbak Saras kita kan, udah lama kenal. kita makan selalu bareng, menurut Mbak Saras aku nih gimana?" tanya Dokter Danar pada Saras yang duduk di sebelahnya mereka sedang menikmati soto dengan kuah tauco yang memiliki rasa dan aroma yang kuat namun begitu lezat.
"Gimana, gimana maksudnya? aku nggak ngerti dok," jawab Saras tidak mengerti maksud pertanyaan dokter Danar.
"Ya maksudnya menurut Mbak Saras tuh aku orangnya gimana, penilaian Mbak Saras tentang aku seperti apa? Mbak Saras Jawab jujur aja, jangan bohong demi menjaga perasaan aku," kata dokter Danar Sambil tertawa kecil tapi saya harus tahu pertanyaan laki-laki itu serius hingga Saras merasa heran mengapa tiba-tiba dokter Danar bertanya seperti itu.
"Penilaian aku ya sama kayak yang lainnya, secara fisik gak usah diomongin lagi, dokter danar itu ganteng. Sempurna.
dan kayak yang semua orang bilang juga dokter Danar itu baik banget, ramah, nggak galak, karena memang seperti itu adanya jadi semua orang juga tahu dan berpikiran sama tentang dokter Danar," jawab Saras apa adanya dokter Danar malah terlihat memerengutkan bibirnya tapi Saras yang kembali fokus pada semangkok sotonya tidak memperhatikan hal itu.
"Emang Mbak Saras nggak ngelihat sesuatu yang beda dalam diri aku? sesuatu yang spesial, Mbak Saras nggak ngerasain?" tanya Dokter Danar dengan begitu serius membuat Saras kembali menatapnya tapi gini wanita itu menatap dokter Danar sambil mengerutkan keningnya.
"Sesuatu yang spesial apa ya Dok? dokter Danar nggak habis cukur rambut kan?" tanya Saras sambil memperhatikan penampilan laki-laki yang duduk di sebelahnya dokter Danar berdecak kecil mendengarnya.
"Kok Mbak Saras malah nggak ngerasain sih, padahal dokter Iqbal aja tahu," kata dokter Danar membuat Sarah semakin tidak mengerti apa hubungannya pertanyaan dokter Danar dengan dokter Iqbal.
"Apa ya, nanti aku coba tanya sama dokter Iqbal deh," sahut Saras ringan membuat dokter Danar menepuk keningnya sendiri, tapi karena Saras memang tidak peka akhirnya dokter Danar kembali merasa malu untuk mengungkapkan perasaannya.
Dokter Danar akan membiarkan Saras menanyakan hal itu kepada dokter Iqbal, biarkan laki-laki itu saja yang memberitahukan tentang perasaannya kepada Saras nanti.
"Ya udah deh Saras tanya aja sama dokter Iqbal siapa tahu dokter Iqbal bisa menjelaskan dengan baik biar Mbak Sarah ngerti," jawab dokter Danar, sebenarnya laki-laki itu juga merasa malu untuk mengakui perasaannya juga merasa takut jika Saras malah marah padanya.
Mereka menghabiskan makan siang tanpa membicarakan suatu apapun lagi lalu kembali ke rumah sakit karena waktu istirahat sudah selesai.
***
Dokter Danar dan Saras menjawab ramah
setiap sapaan yang diberikan kepada mereka saat mereka kembali ke rumah sakit, keduanya berjalan bersama menyusuri lorong meskipun akhirnya tujuan mereka berbeda, dokter Danar akan kembali ke ruangannya sementara Saras akan ke belakang menemui Mak Sri dan yang lainnya membantu wanita itu menyelesaikan segala pekerjaannya.
"itu dokter Iqbal," kata Sarah sambil menunjuk seorang laki-laki berjas putih yang sedang berjalan di depan mereka, dokter Danar ikut menatap ke arah mana tangan Saras menunjuk tiba-tiba jantungnya berdebar-debar karena ia tahu Saras pasti akan menanyakan tentang apa yang mereka bicarakan tadi pada dokter Iqbal, "aku ketemu dokter Iqbal dulu ya Dok."
Dokter Danar hanya menganggukkan kepalanya, lalu setelah Saras berjalan cepat untuk mengejar langkah dokter Iqbal laki-laki itu mengelus dadanya sendiri berharap agar ia bisa lebih tenang, ia tahu betul seperti apa sifat dokter Iqbal laki-laki itu pasti akan langsung memberitahu semuanya pada Saras.
"dokter Iqbal," panggil Saras membuat laki-laki yang berjalan sambil membaca sebuah kertas menghentikan langkah lalu menoleh.
"Eh mbak Saras, iya ada apa?" tanya Dokter Iqbal saat melihat wajah serius wanita yang memanggilnya itu.
"Dokter Iqbal ada waktu ada yang mau aku tanyain?" tanya Saras dokter Iqbal yang memang sedang memiliki waktu luang lalu mengajak wanita itu untuk duduk di bangku taman.
Dokter Iqbal tersenyum lebar saat Saras menceritakan semua yang dokter Danar katakan di warung soto tadi, Saras dengan polosnya bertanya apakah memang ada sesuatu yang berbeda dari dokter Danar yang tidak dia sadari.
"Mbak Sarah emang beneran nggak ngerasa kalau memang ada yang beda dari dokter Danar?" Saras malah semakin bingung karena dokter Iqbal yang ditanya malah balik menanyakan pertanyaan itu lagi, pertanyaan yang sama seperti yang tadi dokter Danar berikan padanya.
"Dokter Danar itu menyimpan perasaan spesial buat Mbak Saras, makanya dokter Danar tanya apakah Mbak Saras nggak merasakannya karena selama ini melihat sikap Mbak Saras biasa saja," sambung dokter Iqbal membuat Saras tercengang, tentu saja sebagai seorang wanita yang sudah dewasa Saras mengetahui betul apa yang dimaksudkan oleh dokter Iqbal tentang perasaan spesial dokter Danar untuknya.
"Mbak Saras pasti ngerti dong apa yang aku maksud?" tanya Dokter Iqbal sambil menatap wajah Saras yang terlihat terkejut tapi hanya terdiam.
"Aku ngerti tapi nggak seharusnya seperti itu," jawab Saras datar wanita itu lalu bangun dari duduknya dan pergi meninggalkan dokter Iqbal yang masih duduk di kursi taman, dokter Iqbal menatap Saras yang berjalan semakin menjauh ke arah belakang.
***
Sudah waktunya pulang dari rumah sakit, dan Apakah kalian tahu dokter Danar sedari tadi begitu tidak tenang di ruangannya.
Dokter Iqbal sudah menemuinya dan menceritakan semua tentang pembicaraannya dan Saras di taman tadi juga tentang bagaimana ekspresi datar Saras mendengar perasaan dokter Danar padanya, dan karena semua itulah dokter Danar benar-benar merasa cemas sekarang.
Rasanya malu untuk menemui Saras tapi rasa cemasnya begitu lebih besar hingga laki-laki itu memutuskan untuk mencari Saras dan mengajaknya pulang, mungkin dia akan membicarakan semuanya itu di rumah nanti agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. Dan Sebenarnya ada sebuah harapan dalam hati dokter Danar harapan yang begitu besar semoga Saras membalas perasaannya atau memiliki perasaan yang sama dengannya.
Dokter Danar sedikit panik saat tidak menemui Saras di dapur atau di ruang laundry, laki-laki itu mencari sampai ke taman belakang dan benar saja ia melihat Saras duduk termenung di bawah pohon mangga.
"Mbak Saras aku cari ke mana-mana ternyata Mbak Saras di sini, Kita pulang yuk," ajak dokter Danar, Saras hanya diam tidak tersenyum, apalagi menjawab ajakannya tetapi wanita itu langsung bangun dari duduknya dan mengikuti dokter Danar berjalan ke luar rumah sakit di mana mobil laki-laki itu terparkir.
Dokter Danar benar-benar merasa canggung karena melihat perubahan sikap Saras setelah dokter Iqbal memberitahu perasaan dokter Danar padanya, seketika laki-laki itu menyesali keputusannya untuk memberitahu Saras tentang perasaannya.
Saras masih saja diam hingga mereka duduk bersebelahan di dalam mobil dan dokter Danar menyalakan mesin mobilnya, saat itu pula Saras mengeluarkan suaranya.
"dokter Danar," Saras membuat laki-laki yang duduk di sebelahnya menoleh menatapnya dengan raut wajah yang terlihat berbeda seolah menyimpan rasa malu dan rasa sedih sekaligus.
"iya mbak," jawab dokter Danar terlihat sedikit canggung.
"Mengenai perasaan dokter Danar yang tadi dokter Iqbal katakan," ucap Saras sedikit terpenggal membuat dokter Danar semakin berdebar menanti wanita itu melanjutkan ucapannya, "itu nggak bener kan, kalaupun memang benar dokter Danar harus segera membuangnya."