Part 9

1140 Words
"Tidak usah melotot seperti itu, aku bukan hantu!" "Kau memang bukan hantu, tapi manusia barbar.!" Besar juga nyalinya, masih belum jera juga mengumpatku! Aku mendekatinya lalu melirik perban di kakinya. "Ambilkan aku minum!" ujarnya ketus. Kutatap wajahnya yang terlihat pucat. Baiklah, rasanya tidak adil menghajarnya saat ini. Mungkin setelah dia sembuh aku akan memberinya sedikit pelajaran agar berbicara lebih sopan! Kuturuti perintahnya mengambil segelas air putih dan memberikan padanya. "Sudah minum obat?" "Memangnya kapan kau memberiku obat?" jawabnya ketus. Oke, tahan Aila. Tarik napas, hembuskan, jangan terpancing emosi. Aku memilih diam, tidak menjawab pertanyaannya. Sejak kapan aku menjadi perawat pribadinya? Tapi bailkah, tidak mengapa, aku akan melayaninya, agar dia lekas sembuh dan misi ini cepat selesai. Bisa-bisa tensiku naik kalau terus di sampingnya. Kuambil plastik obat yang tergeletak di meja lalu mengambil isinya satu persatu. "Ini," kuserahkan empat butir obat padanya. Tuan Sky mengambilnya dan menelannya dengan sekali teguk. Kuambil kotak P3K yang dibekali perawat padaku. Tanpa basa basi, aku mulai membuka perbannya dan membersihkan luka itu dengan larutan NaCl. Sebelum menutupnya kembali, aku mengoleskan betadin salp dan menutup kembali luka itu dengan perban. "Selasai. Sekarang tidurlah." ujarku, beranjak dari tempat tidur. "Aila, ganti bajuku! Aku tidak bisa tidur dengan baju ini." "Memangnya kenapa baju itu?" "Baju ini sudah dari pagi menempel dibadanku, bau keringat!" Aku mengambil satu baju dari kopernya. Untung pelayannya mengantar baju cukup banyak saat di rumah sakit. Jadi aku tidak perlu bolak balik ke londry. "Pakai sendiri!" ujarku menyerahkan satu kaos padanya. "Dasar bodoh! Lalu apa fungsinya aku menikahimu dengan mas kawin villa ini?" Ha? Ow, jadi maksudnya dia membeliku dengan villa ini? Apa perlu aku menyuruhnya tidur di luar? Biar nyamuk yang menemaninya? Bicara seenaknya saja! Apa dia lupa jika villa ini sudah jadi milikku? "Hei, Tuan Muda! Sebaiknya mulai saat ini, jaga mulut Anda atau Anda akan tidur diluar? Jangan lupa, villa ini sekarang milikku!" "Kau.... Uwuh!" wajah Tuan Sky memerah, tangannya mengepal. Kenapa dia yang geregetan? Ah, sudahlah sebiknya aku tidur saja. Persetan dengannya. Aku mematikan tivi lalu merebahkan tubuh di sofa. "Nona Aila, aku ingin ganti baju! Aku tidak bisa tidur kalau begini." Sial! Dia pikir aku pelayannya? Menyebalkan! Menangislah! Aku tidak akan peduli. Nikmati saja penderitaanmu! Flamboyan! ***** Udara pagi ini cukup cerah, sudah satu minggu Tuan Sky berlatih berjalan di sekitar villa. Luka bekas jahitan di kaki dan keningnya sudah mengering. Sejak beberapa hari lalu, dia memaksa ingin kembali ke rumahnya, Tapi aku berusaha membujuknya agar bersabar beberapa hari lagi. "Sampai kapan kau akan menahanku di sini? Apa kau cemburu kalau aku bertemu dengan Ezi?" Hem, kumat lagi? Padahal beberapa hari ini dia sudah jinak. Apa karena lukanya mulai sembuh lalu sintingnya kambuh lagi? Siapa yang peduli dia bertemu nona manja itu? "Cinta Anda berbalas saja, aku tidak peduli Anda bertemu dengannya, apalagi hanya bertepuk sebelah tangan. Haha... Kasihan!" Mata Tuan Sky tajam menatapku, giginya merapat, rahanya mengeras. "Apa kau pikir Ezi benar benar tidak mencintaiku, hm? Jangan samakan aku dengan nasib cintamu pada Mossa." "Mossa membalas cintaku, aku yang meninggalkannya. Demi villa. Hahaha...." Aku tertawa puas mengejek kekalahannya. Bukankah aku pemenangnya? Dia harus membayar mahal mas kawain untuk menikahiku tanpa boleh memaksaku tidur dengannya. "Kau meningalkannya karena terpaksa bukan? Dia selalu selingkuh, bahkan di depanmu? Hahaha.... Menyedihkan!" Sial! Dari mana dia tahu jika Mossa selalu selingkuh? Ah, persetan! Walau seluruh dunia tahu, aku tidak akan peduli. Lagi pula aku tidak akan kembali lagi padanya, habis sudah kesabaranku. "Tertawalah sepuas Anda, Tuan Muda! Itu baik bagi kesehatan jiwa Anda yang sedikit terganggu." Seketika tawanya terhenti. Dari sudut mataku, aku melihat dia menatapku tajam. Aku menoleh, menatapnya datar. "Jiwa siapa yang kau bilang tergangu?" "Anda butuh korek kuping? Akan kuambilkan?" "Mang Opi....." Tiba tiba dia berteriak memangil ayah. Menyebalkan sekali orang ini! Sungguh tidak tahu sopan santun, memanggil mertuanya berteriak. Tunggu saja, akan kuberi dia pelajaran! Dari dalam villa, ayah tergopoh-gopoh mendekat. "Ya, Tuan Muda." ujarnya menunduk. "Apa dia benar anak kandungmu? Apa tidak perlu test DNA dulu?" Ayah tergagap mendengar pertanyaan Tuan Sky. Benarkan? Kubilang juga apa? Otaknya sedikit terganggu. Lihat saja itu, tiba-tiba dia bertanya begitu pada Ayah. Harusnya dia yang test kewarasan. Jaka sembung bawa golok, cinta ditolak kenapa jadi g****k? Ayah terlihat bingung dengan pertanyaan Tuan Sky. "Ayah tidak perlu menjawab pertanyaan Tuan Sky, lupakan saja. Sepertinya karena kebanyakan minum obat, otaknya sedikit terganggu. Ayah kembali saja ke dalam, Tuan Sky, biar saya yang tangani." Ayah menatapku bingung, setelah mengangguk pada Tuan Sky, ayah kembali ke dalam villa. "Apa Anda tidak tahu cara bicara sopan pada mertua?" "Apa yang salah dari pertanyaanku? Kau memang seperti bukan anaknya? Lihat saja, dia penurut dan patuh, sedangkan kau, pembangkang dan mirip hantu belau!" Kesal mendengar ocehannya, kusapu kakinya dengan sapuan kakiku. Refkek ia menghindar. Ow. Boleh juga kemampuan bela dirinya. Aku jadi penasaran sehebat apa dia? Kulayangkan satu kepalan tinju ke wajahnya. Gesit, dia menghindar. Ia menagkap tanganku. Sigap, aku membalikkan tubuh dan menguncinya. Dalam hitungan detik, kuangkat tubuhnya, lalu membantignya ke tanah. "Dasar manusia bar-bar!" teriaknya kesakitan sembari memegang pinggang. Aku hanya tersenyum melihihatnya meringis. Kuulurkan tangan untuk membantunya. Dia menarik tanganku dengan sangat kuat hingga aku tersungkur dipeluknya. Wajahku hanya satu jengkal dari wajahnya. Kami saling berpandangan. Sial! Dasar otak m***m! Bisa-bisanya dia mengambil kesempatan dalam kesempitan. Aku segera berpaling dan menjauh darinya. "Dasar otak m***m!" pekikku memasang wajah bengis. Dia tertawa mendengar makianku. Apa yang lucu? Menyebalkan! Aku duduk sekitar satu meter darinya. Kolam renang didepan, seolah memanggilku untuk berendam. "Aila, aku harus kembali ke rumahku, banyak yang harus kukerjakan. Ikutlah denganku!" "Untuk mengawal Ezi? Sudah kubilang, dia tidak butuh pengawalan." "Bantu aku mendapatkannya." Sinting! Apa dia lupa aku ini istrinya? Walau tidak ada ikatan hati dengannya, tapi tetap saja dia suamiku, takkan rela aku membaginya dengan wanita lain! Apa? Tidak rela membaginya dengan wanita lain? Ahahaha.... Pernyataan macam apa itu? Apa ini artinya aku,... Ah, tidak mungkin! Dia bukan tipeku, Falmboyan! Baiklah, aku akan membantunya mendapatkan Nona Ezi. Akan kubuktikan, aku tidak menginginkannya. "Apa Anda yankin ingin mendapatkannya? Bagaimana jika kecelakaan itu adalah rencananya?" "Tidak mungkin! Aku yakin ada seseorang yang sedang memanfaatkannya. Bantu aku mencari siapa orang itu." "Tidak masalah, tapi memohonlah dengan sangat!" kutoleh Tuan Sky dengan pongah. "Memohon dengan sangat? Wahahaha... Baiklah jika kau sangat butuh pengakuan, mungkin selama ini hidupmu begitu menyedihkan.... Nona Aila yang luar biasa, ikutlah denganku, kumohon dengan sangat!" ujarnya tergelak. "Puas tertawanya? Schadenfreude. Menari diatas penderitaan orang lain. Itu indikator bahwa hidupmu tidak bahagia! Kosong, gersang bagai gurun sahara. Menyedihkan!" Seketika tawa Tuan Sky berhenti. Wajahnya bengis menatapku. "Kenapa? Ngerasa?" tanyaku sembari mengangkat alis. Ditariknya napas dalam, kemudian berdiri. Melihatnya bediri, aku juga bergegas bangkit dari dudukku. "Aku suamimu, jadi kau harus ikut kemana pun aku pergi!" ujarnya sembari beranjak. Suami macam apa yang menyuruh istrinya membantu mendapatkan wanita lain? Sial! Dasar egois!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD