Keisha berjalan gontai menuju Rumah Kontrakan kecil. Bajunya basah akibat berada di bawah guyuran hujan. Ia baru saja ingin memencet password pintunya. Tiba-tiba pintu itu di dorong terbuka. Membuat Keisha bersembunyi di balik pot bunga besar di sebelah Rumah.
Seorang pria keluar dari Apartemennya. Bersamaan dengan seorang wanita yang seumuran dengannya. Wanita berambut panjang sepinggang. Dengan poni belah tengah. Pria itu menyentuh pipinya sebelum berlalu pergi. Lalu ia melangkah masuk. Kembali menutup pintu. Ia baru saja ingin kembali ke dapur ketika pintu tiba-tiba terbuka. Menampakan seorang wanita basah kuyup.
"Ya ampun. Keisha apa yang terjadi padamu -huh!."Ia nampak panik. Ia menghampiri Keisha. Untuk melihat kondisi wanita itu.
"Apa kau baik-baik saja?."tanyanya khawatir. Wanita itu bernama Terry, ia tinggal bersama dengan Keisha di rumah ini dengan berbagi uang sewa. Wanita itu bekerja sebagai Waiterss di Club malam.
"Aku baik-baik saja. Hanya saja... Hei. Terry. Apa dia p****************g itu lagi. Kenapa kau membawanya ke Apartemen kita. Kapan kau akan berhenti melakukannya!."Bukan karena Terry merasa terganggu, ia hanya tidak mau Terry memiliki masa depan yang buruk jika berdekatan dengan p****************g seperti pria tadi.
Bagaimana jika ia memiliki pacar lain dan melakukan perhitungan dengan Terry. Keisha ingin Terry memiliki masa depan yang bagus dan berkencan dengan pria baik-baik. Bukan seperti saat ini.
Terry memalingkan wajahnya. Ia tak suka membahas topik ini. Terry berjalan menuju Dapur yang terhubung dengan ruang tamu. Ia mulai mencuci cangkir yang dipakai nya untuk membuat kopi pria tadi.
"Mandilah. Nanti kau sakit. Aku sudah memasak dan memisahkan sebagian lauk untukmu di atas meja. Makanlah. Aku akan berangkat kerja lebih awal jam 4."
Keisha menatap Terry dengan wajah sendu. Dia adalah penyanyi di Club Malam. Terry bukanlah wanita malam yang suka menemani pria. Tapi beberapa waktu ini dia sedang dekat dengan seorang p****************g dan mereka suka menghabiskan waktu bersama.
Keisha tahu apa yang mereka lakukan. Sebuah hubungan terlarang. Apalagi Keisha dengar jika pria itu sudah menikah. Katanya dia tidak bahagia dengan pernikahannya, namun tetap saja. Selingkuh bukanlah sebuah jalan keluar bagi sebuah pernikahan yang tidak harmonis.
Keisha sudah berkali-kali memberitahu Terry unuk mencari pria yang benar-benar mencintainya. Bukan pergi dengan p****************g seperti itu.
"Aku tidak mau. Pada akhirnya kau akan terluka. Karena dia meninggalkanmu."
"Karena aku sahabatmu. Jadi aku mengatakan hal ini padamu."Ucap Keisha sebelum berlalu menuju kamarnya, dan ucapan itu membuat gerakan tangan Terry yang sedang membilas cangkir seketika terhenti.
Keisha bergegas membersihkan tubuhnya. Air hangat membasahi tubuhnya, merasa kan rasa lelah di tubuhnya menguap. Tapi tidak dengan pikirannya. Rasanya lelah sekali. Hatinya juga masih merasakan amarah. Ini semua karena laki-laki gila itu. Jika bertemu lagi dengannya maka Keisha akan membuat perhitungan dengannya.
Keisha membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Tak peduli rambutnya yang masih lembab akibat keramas. Perasaan, dan tubuhnya sama-sama merespon betapa lelahnya dia saat ini.
Keisha memejamkan mata, dan kilas balik kejadian itu kembali berputar di kepalanya. Seketika Keisha menggelengkan kepalanya. Berusaha menghilangkan memori sedih itu dari ingatannya.
***
Keisha keluar dari kamarnya dan menemukan Terry sedang merias wajahnya di ruang tamu depan TV. Keisha pergi menuju dapur untuk mengambil makanan. Lalu ia pergi menuju ruang tamu dimana Terry berada. Keisha menaruh nampan berisi makan malamnya yang di pisahkan Terry di atas meja makan. Lalu menyalakan TV.
"Terry."panggil Keisha seraya menatap ke layar TV. Dimana menampilkan acara musik.
Suara musik dari salah satu band pop Amerika membuat Keisha nampak menikmati makan malamnya. Walau sebenarnya ia tak terlalu berselera karena apa yang baru saja ia alami.
"Hmm."sahutnya bedehem tanpa menoleh ke arah Keisha. Masih dengan menatap cermin. Fokus memakan eyeliner di matanya. .
"Jika mendengar tentang lowongan pekerjaan. Tolong beritahu aku ya."Kalimat itu seketika membuat Terry menoleh padanya cepat. Wajahnya nampak bingung. Lalu Kedua matanya mengerjap beberapa kali.
"Kau di pecat."
Keisha menghelas nafas lelah. Bukannya menjawab ia malah kembali menatap layar tv seraya menyantap makan malamnya.
"HEI. KEISHA. KAU DI PEC---"Keisha menutup mulut Terry dengan bantal yang sudah ia angkat ke atas. Untung saja Terry langsung membungkam mulutnya. Jika tidak Keisha pasti sudah melempar bantal itu hingga mengenai wajahnya.
"Ada apa ? Bukankah kau bilang kau betah kerja di sana."
"Ya. Tapi ada seorang pria gila yang menumpahan kopi di gaun pengantin wanita dengan sengaja. Lalu aku harus bertanggung jawab untuk itu di mata Nyonya Marissa karena aku lalai menjaganya."
"Itu tidak adil."ucap Terry ikut marah karenanya. Keisha menganggung kesal. Ia setuju dengan Terry. Bahkan sahabatnya itu sama marahnya dengannya.
"Kau saja marah, aku bahkan merasa ingin membunuhnya. Begitulah dunia."desah Keisha frustasi.
"Untung saja Nyonya Marissa hanya memecatku bukan menyuruhku untuk mengganti biaya sewanya. Harganya bahkan satu tahun gajiku."
"Pria gila itu. Apa dia kaya?"seru Terry.
"Dia pasti kaya. Jika dia miskin. Dia pasti berpikir jutaan kali untuk merusaknya. Karena jika dia di tuntut. Dia hanya bisa menyerahkan dirinya ke dalam sel tanpa bisa membayarnya sepeserpun."jelas Keisha membuat Terry mengangguk setuju.
"Aku akan memberitahumu jika aku mendengar ada lowongan pekerjaan. Aku akan tanya pada teman-teman ku. Mungkin mereka tahu ada lowongan."ucap Terry.
"Terima kasih Terry."
"Tidak perlu berterima kasih. Kau harus memberikan pelajaran padanya. Aku jadi kesal. Ini membuat moodku buruk."
"Terima kasih sudah marah mewakiliku. Aku ingin sekali marah-marah tapi aku jadi kesal sendiri."
***
Demian sampai di sebuah Butik. Ia melakukan pelunasan atas baju yang ia sewa. Walau baju pengantin wanitanya tak bisa ia pakai. Tapi ia tetap membayarnya. Demian tahu siapa pelakukanya. Wanita itu sudah mengantarnya dengan baik dan tepat waktu. Tapi adiknya lah yang bermasalah. Wanita itu hanyalah korban.
Demian sedang duduk di salah satu sofa tamu untuk bertemu dengan Nyonya Marissa. Sang pemilik butik. Beberapa kali ia mengedarkan arah pandangnya. Mencoba melihat wanita itu lagi. Yang mengantarkan gaunnya. Apa dia masih bekerja di sini.
"Halo. Senang melihat anda di sini tuan Demian. Suatu kehormatan bisa melayanimu di butik kami."Nyonya Marissa membungkuk lalu menjabat tangan Demian sebelum bergabung dengannya di sofa. Duduk di sofa kecil di samping sofa panjang yang di tempati Demian.
"Saya ingin melakukan pelunasan atas gaun kemarin. Sesuai kesepakatan. Pelunasan dilakukan sehari sesudah acara di gelar, dan untuk gaun pengantin wanitanya.. "
"Maafkan saya tuan."ucap Nyonya Marissa memotong pembicaraan Demian.
"Itu kesalahan pegawai saya. Maafkan atas kelalaiannya dalam mengantar gaun tersebut. Tidak usah dibayar. Tidak apa-apa. Kami berjanji akan lebih memperbaiki kinerja butik kami untuk kedepannya. Lagi pula kami sudah memecatnya. Kelalaian pegawai harus di hadapi dengan tegas."
Demian terkejut mendengarnya. Di pecat. Ia menjadi sedikit merasa bersalah. Ini bukan kesalahanya. Tetapi kesalahan adik laki-lakinya. Wanita itu harus menanggung apa yang tidak ia perbuat.
"Di pecat."
***
Keisha baru saja keluar dari dalam Supermarket. Ia baru saja membeli beberapa bahan masakan untuk memasak makan malam. Tiba-tiba langkahnya terhenti ketika melihat seorang pria yang baru saja memarkirkan mobilnya di pinggir jalan trotoar. Pria itu memasuki sebuah kedai Kopi.
Pria yang sangat Keisha hafal. Di dalam memori terdalam otaknya. Yang ia blacklist dan masuk ke dalam daftar hitam orang paling di bencinya di duni. Jika saja Keisha memiliki death note. Maka sudah pasti Keisha akan menuliskan namanya di lembar buku itu dengan huruf kapital dan tinta merah yang tebal.
Keisha kembali ke Supermarket. Keisha kembali masuk ke dalamnya. Meminjam sebuah gunting. Dengan memohon sedikit dan berjanji akan mengembalikannya dengan cepat. Wanita penjaga Supermarket itu setuju walau ia kelihatan bingung untuk apa. Keisha bergegas pergi menuju ke arah mobil Devan.
Melihat pria itu masih di dalam dan memastikan tidak ada yang melihatnya. Keisha mencopot p****l mobil roda bagian belakang sebelah kanannya. Lalu menusuk ban mobil Devan berkali-kali dengan gunting.
Senyum sinis, pembalasan dendam kesumat tercetak jelas di wajahnya. Keisha tidak peduli. Jika Keisha biasanya memerangi kejahatan kini Keisha yang menjadi penjahatnya. Tuhan pasti akan mengerti betapa menyebalkannya pria itu. Keisha tidak peduli. Satu dosa tidak apa kan. Anggap saja dia sedang khilaf.
Tak lama Devan keluar dari dalam Kedai Kopi tersebut. Ia masuk ke dalam mobilnya. Lalu ia melihat sebuah lembar kertas menempal di kaca bagian kemudi dengan tulisan kapital berwarna hitam.
' HAHA '
Kerja alis Devan bertaut bingung. Ia keluar dari dalam mobilnya lalu menarik lembar kertas tersebut. Menyobeknya menjadi potongan kecil-kecil. Saat Devan berbalik ia melihat ban mobilnya kempes parah. Ia mengedarkan pandangannya ke segala arah. Lalu mendapati seorang wanita di sebrang jalan. Meledekanya dengan kedua tangan melambai meledek.
"KAU INGAT AKU. PRIA GILA PERUSAK GAUN."teriak Keisha.Beberapa kali ia menjulurkan lidahnya meledek. Keisha merasa begitu puas telah membuat pria itu kesal. Jika di tanya apakah ia menyesal. Maka jawabannya adalah tidak sama sekali.
Jika ada kesempatan kedua untuk mengerjainya mungkin Keisha akan sangat bersyukur pada tuhan. Melihat bagaimana pria itu begitu marah padanya membuat Keisha senang bukan main.
"Sialan. KEMARI KAU."teriak Devan dengan kedua tangan nya yang bertolak pinggang. Devan ingin menyebrang tapi itu bukan lah tempat menyebrang.
Beberapa kali ia melangkah maju namun seketika ia mundur kembali ketika mobil melintas di hadapan nya dengan kencang. Devan melirik Keisha dan jalanan secara bergantian. Namun ia menghentikan pandangan nya ketika melihat Keisha berdiri dengan kedua tangan bertolak pinggang. Lalu sebelah tangannya bergerak mengacungkan jari tengah. Kedua mata Devan membesar seketika.
"HEI."Teriaknya penuh emosi. Wanita gila itu.
Devan berdecak. Ia bertolak pinggang dengan kesal. Menatap Keisha jengah dengan tatapan jengah. Keisha meledeknya seraya menjulurkan lidahnya sebelum kabur. Pergi begitu saja. Tak peduli Devan meneriakinya dan mengumpat, melempar kata-kata makian.
"JANGAN LARI WANITA GILA. KEMARI KAU."