32. Sang pengirim bunga

1079 Words

"Kenapa Nak Bima nggak diajak mampir sekalian, Sayang?" tanya Monika, sembari menarik sebuah kursi di seberang Dea. "Mau ke apartemen dulu, Ma. Dia kan kudu siap-siap juga, buat berangkat ke kantor," jawab Dea, sembari menyesap susù hangatnya. Lalu meraih sekeping biskuit, dan mengunyahnya dengan perlahan. "Oh ... begitu. Tadinya, Mama mau ngajakin sarapan bareng sama kita," timpal Monika. "Ehem! ehemmm! Ada yang abis pe-de-ka-te nih, sama calon mertua!" sahut Vano yang baru saja datang dan menempatkan dirinya di samping Dea. Membuat Dea meliriknya tajam, dengan bibir mengerucut sebal. "Biasa aja. Nggak usah manyun juga, pagi-pagi. Udah jelek, makin jelek aja!" imbuh Vano, tidak tanggung-tanggung. Dea memelototkan matanya. Menatap kakaknya garang, dengan sendok teracung tinggi-tinggi.

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD