Om Billy

1716 Words
"Jadi lo gak nerima ajakan dia?" "Enggak." Jawaban singkat dari gadis yang bernama Kezie itu membuat dahi Aurora berkerut. "Iih kenapa? Kan ganteng. Lo kenapa sih selalu nolak cowok-cowok cakep, doyan yang cantik lo?" Sewot Aurora. Seperti biasa Kezie tidak mengindahkan omelan sahabatnya. Aurora heran kenapa Kezie selalu menolak teman seangkatan, junior dan senior yang selalu mencoba mendekatinya. Bahkan bisa dikatakan setiap hari ada saja yang selalu mencoba menarik perhatian Kezie. "Atau ada yang lo suka, ya?" Tanya Aurora lagi, gadis itu memang sedikit cerewet. "Hm," gumam Kezie sambil menganggukan kepalanya acuh. Tentu saja itu membuat Aurora terkejut, kedua matanya membesar hingga terlihat seperti akan meloncat keluar. Selama ini jika Aurora bertanya tentang hubungan asmaranya, Kezie tidak pernah menjawabnya dengan serius. "Eh seriusan!? Iih! Kok lo gak bilang-bilang gue, sih!? Lo gak anggep gue sahabat terbaik lo apa!?" Aurora bicara dengan heboh sambil menatap kesal Kezie. "Gue anggep babu," ujar Kezie dengan wajah datarnya. Aurora semakin mengembungan pipinya. Kezie yang melihat itu menghela nafasnya pelan. "Kan lo gak pernah nanya, Ara." "Lo… ck bener-bener deh. Masa hal kayak gitu harus gue tanya dulu." Dengan kesal Aurora beranjak dari duduknya. "Ara, kok jadi beneran marah sih?" Tanya Kezie sambil meraih tangan Aurora, menariknya pelan untuk kembali duduk di sampingnya. "...." Aurora hanya diam tak menjawab pertanyaan Kezie sambil melipat tangannya. "Sorry, Ara. Jangan marah dong. Gue gak pernah cerita itu karena ugh... ini... kami gak mungkin, Ra." Setelah mengatakan itu Kezie tampak murung. Aurora yang melihat itu langsung merengkuh tubuh sahabatnya. Rasa kesalnya menguap begitu saja melihat Kezie yang tiba-tiba tampak tersenyum paksa. "Gak marah kok, gue cuma becanda kali.” “Maksud lo gak mungkin itu gimana? Lo itu salah satu idola di kampus ini, siapa yang berani nolak Kezie Ganendra coba!?" Aurora mengatakannya dengan serius namun malah tampak imut dengan dahi yang berkerut dan bibir mengerucut. Membuat beberapa mahasiswa di sana ingin mencubit pipinya namun mengurungkan niat takut ditampar Kezie karena itu sudah pernah terjadi. "Bukan itu, Ra. Dia suka orang lain. Dia gak pernah liat gue. Hahaa lucu, kan? Kezie Ganendra yang katanya idola kampus ini bukan apa-apa bagi orang yang dia suka. Bahkan dilirik pun enggak," ujar Kezie sambil terkekeh, tapi Aurora tahu gadis itu sangat sedih, ia hanya mencoba menutipinya. "Gue gak suka lo pura-pura di depan gue, Zie. Kalau sakit bilang sakit. Zie, selain Josh, Gaby, lo itu juga sahabat terbaik gue. Lo pasti bakalan dapet yang terbaik nanti," ujar Aurora sambil tersenyum mencoba menyemangati sahabatnya itu. "Gue tau kok. Itu sih udah jelas." Kezie terkekeh mendengar ucapan Aurora. "Nah gitu dong. Sombong, angkuh, dingin. Baru tuh Kezie Ganendra yang gue kenal. Jangan galau galau kayak anak SMP, mulai sekarang gue mau lo cerita apapun yang ganggu pikiran lo sama gue. Awas aja sampe nyembunyiin sesuatu lagi dari gue!" Ancam Aurora. "Iyaaa bawel," ujar Kezie lalu tertawa pelan melihat Aurora yang menggebu-gebu. "Tapi lo gak mau kasih tau gue nih siapa orangnya?" Tanya Aurora, ia masih penasaran siapa yang membuat gadis dengan julukan 'ice princess' itu galau. "Itu..." Aurora menghela nafas melihat Kezie hanya diam sambil menatap sembarang arah dengan gelisah. "Ya udah kalau gak mau kasih tau. Gue kenal gak?" Aurora tampaknya sangat penasaran dengan pria yang disukai oleh sahabatnya itu. "Iy-" Srett "Hallo, ladies. Lagi ngomongin apaan nih?" Tanya seseorang baru datang yang langsung mengambil tempat duduk di sebelah Aurora. "Iih!! Singkirin tangan buaya lo dari bahu gue, Asep!!" Aurora menepis tangan Joshep yang merangkul bahunya. "Aduduhh tayang jangan teliak-teliak dong," ujar Joshep dengan cengiran khasnya. Belum sempat menjawab, Joshep sudah mengambil mentimun di piring Aurora dan menyodorkannya di depan wajah Kezie. "Si b**o! Buang jauh-jauh!" Teriak Kezie saat potongan mentimun itu hampir mengenai hidungnya. Kezie membenci mentimun, melebihi rasa benci pada anak SD yang mengumbar kemesraan di depannya yang jomblo akut. Aurora dan Joshep menertawakan ekspresi kesal Kezie. Joshep memang terkenal jahil, apalagi pada Aurora dan Kezie yang memang dekat dengannya. Drrt Drrt "Diem dulu," ujar Aurora sebelum menggeser tombol hijau di layar ponselnya. "Halo." "...." "Iya, Kak?" "...." "Dimana, Kak?" "...." "Bisa kok, Kak. Ok." "Siapa?" Tanya Kezie melihat cengiran Aurora setelah memutus telponnya. "Kak Jessie. Minta tolong anter berkas ke kantor dia. Gue duluan ya. Jemput berkasnya dulu di rumah," ujar Aurora lalu segera beranjak dari tempat duduknya. "Yuk!" Joshep ikut beranjak dari tempat duduknya. "Ngapain lo?" Tanya Aurora sambil menatap heran Joshep. "Pikun. Lo lupa lo gak bawa mobil, hah? Pergi bareng gue, pulang juga bareng gue. Duluan ya, Zie cantik." Joshep mengambil tangan Aurora untuk digenggamnya. "Bye, Zie." Aurora dengan cepat mencium pipi sahabatnya itu karena Joshep menarik tangannya. Kezie menatap nanar kepergian kedua sahabatnya itu. 'Lo kenal, Ra. Deket malah.' *** Aurora sudah sampai di depan gedung mewah itu. Awalnya Joshep ingin mengantarnya, namun saat di parkiran tiba-tiba Joshep ditelpon pelatih klub basket untuk segera kembali karena ada rapat mendadak. Aurora sudah tahu ruangan mana yang akan dia tuju karena tadi sepupunya sudah memberi tahu kemana berkas itu akan di antar. Ia juga sudah ke resepsionis untuk untuk minta ijin mengantarkan ke ruangan Jessica. "Ini dia," gumamnya di depan sebuah pintu. Perlahan Aurora membuka pintu itu dan menemukan orang yang ia cari. "Kak, ini berkas yang kakak mint-" ucapannya berhenti melihat siapa yang ada di ruangan itu "Eh, Ra. Udah nyampe. Masuk aja," ujar Jessica di dalam ruangan itu. 'Dia!?' Aurora masih tidak merespon. Ada orang lain di ruangan itu selain sepupunya. Seseorang yang beberapa hari lalu tak sengaja ia temui. "Ara?" Jessica kembali memanggil menyadarkan Aurora dari lamunanya. "Ah? Eh i-iya, Kak. Hm... aku ganggu gak, Kak?" Tanya Aurora hati-hati. Entah kenapa ia malah salah tingkah dengan orang yang baru dua kali ia temui itu menatapnya. "Gak kok, duduk aja dulu. Mau minum apa, Ra?" Tanya Jessica. Aurora dengan ragu melangkahkan kakinya memasuki ruangan itu dan duduk di samping Jessica. "Gak usah, Kak. Gak haus." Aurora menggigit bagian dalam pipinya, tiba-tiba ia merasa malu. "Ya udah. Oiya kenalin, nih temen Kakak. Panggil Om aja, Ra. Udah tua soalnya." Jessica memperkenalkan seseorang yang dari tadi diam menatap keduanya bergantian. Setelah Aurora perhatikan pria itu tinggi sekali. Sepertinya lebih tinggi beberapa cm dari Joshep. "Eh! Kurang ajar! Enak aja kalo ngomong! Gak usah di dengerin, nama saya Billy. Panggil Kakak atau Abang," ujar Billy mengulurkan tangannya di depan Aurora. "Aurora, Aurora Esther. Kak Billy kerja di sini juga? Keliatannya kita seumuran," ujar Aurora menatap Billy yang memang hanya sedang menggunakan kemeja dengan tatapan polosnya. Gadis itu benar-benar tidak bisa menahan rasa ingin taunya. Pria bernama Billy yang duduk di hadapannya sekarang memang terlihat masih muda, yang membedakannya hanya pakaian kemeja yang ia gunakan lebih terlihat rapi daripada mahasiswa di kampusnya. "Hahaha seumuran sama siapa dia!? Sama papa kamu, Ra?" Jessica meledakkan tawanya mendengar pertanyaan Aurora. Aurora menggaruk pipinya yang tidak terasa gatal sambil berfikir apa pertanyaannya salah. Wajah Jessica tampak begitu cerah sedangkan Billy tampak suram. "Duh... gini ya. Aurora adik sepupuku yang cantik. Umur dia ini udah 27 tahun, makanya tadi Kakak suruh kamu panggil Om. Dia emang keliatan kayak bocah, gak tampang doang tingkahnya juga kayak bocah," ujar Jessica sambil tersenyum geli. "Hah?" Hanya itu yang keluar dari mulut Aurora. Ia malah berfikir bagaimana bisa wajah Billy masih terlihat muda sedangkan umurnya sudah 27 tahun. "Diam, Jessica! Pokoknya jangan panggil Om," ujar Billy dengan kesal. Ia melipat tangan di d**a sambil sedikit mencebikan bibirnya dengan dahi yang berkerut. Aurora yang melihat itu hanya mampu menggigit bibir dalamnya sambil berteriak dalam hati. 'Imut bangeetttt!! Pengen gue karungin!!' "Ra, bawa mobil gak? Kakak gak bawa mobil, bisa anterin kakak ke apartemen? Azka lagi kerja. Kakak gak enak mau telpon dia buat jemput," ujar Jessica pada Aurora tanpa mempedulikan Billy. Azka adalah kekasih Jessica. Walaupun di awal hubungan keduanya sulit, tak terasa kini sudah masuk tahun ke empat hubungan mereka. "Bawa kok, Kak. Santai aja kali, Kak. Kayak sama siapa aja. Ntar aku anterin kok," ujar Aurora. "Tunggu bentar ya, Ra. Kakak anter berkas ini dulu," ujar Jessica pada Aurora sambil membereskan berkas yang tadi di bawa Aurora. "Om Billy, jangan diapa-apain ini ya adik aku!" Jessica memperingati sebelum keluar ruangan membawa beberapa map meninggalkan sepupu dan sahabatnya dalam keadaan yang sedikit canggung. "Memang mau aku apain," gumam Billy kesal yang terdengar oleh Aurora. Jessica memang sangat senang menggoda sahabat sesama tiangnya itu. Sesama tiang karena keduanya sama-sama mempunyai tinggi badan di atas rata-rata penduduk Indonesia pada umumnya. Billy mengalihkan perhatiannya ke arah Aurora setelah mendengar gadis itu tertawa kecil. Ya, Aurora tertawa melihat ekspresi Billy yang menggemaskan menurutnya. 'Senyum mereka ternyata mirip, tapi ini lebih... cantik. Ugh... apa yang kamu pikirin Billy Weshpal.' Billy yang sempat tertegun menggeleng pelan mencoba mengusir khayalan anehnya. Mata Aurora tampak mirip dengan Jessica saat sedang tersenyum. Matanya akan menyipit dan melengkung seperti ikut tersenyum juga. “Hkhm Jadi apa kegiatan kamu sekarang, Aurora?" Billy mencoba mencari topik agar mereka tidak bosan menunggu Jessica. Tidak enak juga kalau hanya diam di ruangan itu. "Aku kuliah di Soshi University, Kak. Panggil Ara aja, yang lain juga manggil gitu kok. Aurora kepanjangan," ujar Aurora tersenyum manis, lagi-lagi membuat Billy kembali tertegun. "Kakak gak inget aku?" Tanya Aurora. "Hm? Kita pernah ketemu sebelumnya?" Tanya Billy. Dari awal melihat Aurora, rasanya ia memang pernah melihat gadis itu. "Ketemu di mall. Aku gak sengaja nabrak, Kakak." Aurora mengatakan itu lalu tersenyum manis. "Aa pantes rasanya gak asing. Maaf ya, waktu itu gak sengaja nabrak, terlalu fokus ke hp saya," ujar Billy dengan senyumnya. "Gapapa kok, Kak. Seharusnya aku yang minta maaf udah nabrak, Kakak." "Ya udah, kita lupain aja. Udah lewat juga." "Oya tadi kamu bilang masih semester 2 ya, berarti umur kamu...." "18 tahun," ujar Aurora memotong perkataan Billy. "Soshi University, kan? Keponakan saya juga kuliah di sana, kayaknya seumuran sama kamu," ujar Billy. Anak dari kakaknya yang bernama Ed. Bocah yang menjadi penyemangatnya saat keterpurukannya dulu. Bocah yang juga selalu membuatnya naik darah dengan tingkahnya. "Emangnya nama keponakan Kakak siapa? Kali aja aku kenal," ujar Aurora. "Namany-" "Yuk, Ra. Kakak udah selesai nih," ujar Jessica yang tiba-tiba masuk memotong pembicaraan keduanya. "Iya, Kak." Aurora lalu beranjak dari tempatnya mendekati Jessica. "Kamu gak pulang, Bill?" Tanya Jessica pada Billy yang tampak kembali sibuk dengan ponselnya. "Ya iyalah pulang. Aku cuma nemenin adik kamu," ujarnya yang membuat pipi Aurora tiba-tiba memanas. "Makasih yak. Ya udah. Yuk bareng turunnya."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD