3

773 Words
Ray menutup panggilan teleponnya. Rahangnya mengeras mendengar reaksi dari Ayah Mellia. Laki-laki itu terbahak meski sarat akan kemarahan. Memejamkan matanya. Ray harap semua tidak akan menjadi lebih rumit lagi. Ceklek.. Ray menatap pilu wanita yang menangis sebelah ranjang putranya. Wanita itu menggenggam tangan mungil sang putra dengan isakkan yang ia tahan dengan tangan kirinya. Tak terasa air matanya mengalir. Ray sadar semua adalah kesalahannya. Kesalahannya yang membuat Mellia pergi dan memutuskan menyembunyikan putra mereka. Jingga. Dahulu semua terasa benar ketika hatinya masih dimiliki oleh wanita itu. Kakak ipar dari Mellia. Namun kepergian Mell yang tiba-tiba selama berbulan-bulan menyadarkannya. Hingga akhirnya ia tahu Mell berada di Singapura. Awalnya Ray pikir Mell hanya akan bersekolah di sana, satu tahun dia menunggu apakah Mell hamil atau tidak tanpa mau mencari tahu kabar wanita yang diperkosanya. Ray selama ini berharap Mell akan datang dan meminta pertanggung jawaban darinya. Namun naas hanya nihil yang Ray dapatkan bahkan kabar dari Mell sama sekali tak terdengar ditelinganya. Hingga hari ini ia tidak sengaja bertemu wanita itu disebuah pulau yang selama ini sering kali ia datangi. Tapi mengapa baru sekarang? Kenapa? Hukuman kah? Karena dulu ia menolak kehadiran Mell dalam hidupnya. ---- "s**t!" maki Ray saat melihat ke arah brankar putranya. Anak laki-lakinya dan Mellia sudah tidak ada di sana. Ray membenarkan kemejanya yang sedikit kusut karena tidur di atas sofa semalaman. Dilangkahkan kakinya kebagian informasi rumah sakit. "Maaf, pasien atas nama Alvero Hus.. Maaf Alvero Anantio Haryo kenapa saya tidak melihat diruangannya?" tanya Ray pada wanita didepannya. Wanita itu nampak mengotak-atik keyboard komputer, mencari data yang ia inginkan. "Maaf Pak, istri anda satu jam yang lalu sudah membawa pulang putra anda. Beliau juga sudah melunasi tagihan yang tertera disini." ucap sang suster bagian informasi menjawab pertanyaan Ray. Ray mengutuk dirinya yang tertidur semalam. Andai saja ia tidak memejamkan matanya pasti Mellia tidak akan kabur seperti ini. Ini semua karena perjodohan konyol yang kedua orang tuanya lakukan. "Fendi." ucapnya melalui ponselnya yang terselip ditelingannya. Kedua tangannya memegang kemudi. "Cari informasi apapun tentang Mellia Haryo. Saya kirimkan nanti fotonya. Apapun mengenai wanita itu. Lima belas menit Fendi, atau saya pecat kamu." tegasnya pada anak buah kepercayaannya. Ray yang sekarang bukanlah seorang mahasiswa sebuah perguruan tinggi swasta lagi. Ray yang sekarang adalah seorang direktur utama. Pimpinan tertinggi setelah ayahnya yang menjalankan seluruh bisnis keluarga Husodo. Kenyataan bahwa Ray adalah pangeran Husodo memang terbukti benar, karena pada nyatanya Raylah yang mewarisi kerajaan bisnis Husodo tersebut. "Jangan berpikir untuk kabur Mell." ---- Geofany melihat kegusaran dimata sang adik. Saat ini mereka berada di dalam sebuah mobil yang menjemput mereka dari Bandara Soekarno Hatta. "Ray." tegur Geofany membuat Ray mengalihkan pandangan ke padanya. "Ya Ge." jawab Ray datar. "Anak itu?" itulah yang ingin sekali Geofany tanyakan pada adiknya. Mellia dan anak yang Mellia bawa. Jika keluarga melihat anak laki-laki tersebut semua pasti akan berkata bahwa itu adalah Ray kecil. Rayinya. Hanya saja memang ada sedikit perbedaan yang menyerupai Mellia juga diwajah anak kecil tersebut. "Dia anak gue Ge.. Dia anak gue demi Tuhan, anak gue Gege." ucapnya dengan nada lemah. Air matanya mengalir membuat Geofany membawa adiknya ke dalam dekapannya. "Sssstttt I know Rayi, I know. Aku tahu dia anakmu." ucap Geofany membelai lembut surai rambut Ray. Ray membuka pintu besar kediaman Husodo, dibelakangnya Geofany sang Kakak mengekori. "Hey kalian kenapa?" tanya Miranda melihat putra dan putrinya datang dengan wajah lesu. "Stop jodoh-jodohin Ray Mam." bentak Ray pada Maminya. Miranda menatap putranya. Kenapa putranya datang-datang marah kepadanya. Bukankah bukan hanya satu kali Miranda merencanakan perjodohan, kali ini mengapa Ray terlihat sangat marah padanya. "Ge, adik kamu kenapa?" tanya Miranda pada Geofany. "Dia lagi ada masalah Mi." jawab Geofany sekenanya. "Ray." sebuah suara berat menghentikan langkah Ray menaiki tangga rumahnya. "Duduk." ujar si pemilik suara berat tersebut. "Katakan ada apa?" "Stop jodohin Ray, Pi. Ray menolak dijodohkan dengan anak teman Papi." ujarnya menatap sang Papi, Ferdinand Husodo. "Beri Papi alasan kuat." "Ray, Ray pernah perkosa wanita Pi. Dan, daan Ray ketemu dia di Bali. Anak.. An.. Anak Ray." Plaaakkkk... "Papiii." jerit Miranda dan Geofany bersamaan saat tangan lebar Ferdinand menghantam pipi kanan Ray. "Kalian berdua, masuk ke kamar kalian. Papi mau kasih pelajaran sama anak satu ini." ucap Ferdinand tegas. "Fer." "Masuk MIRANDA." "....." Plaaakkkk.... "Sejak kapan papi mengajarimu memerkosa orang Ray?" tanya Ferdinand marah. Plaaakkk... "Siapa wanita itu?" "Mellia. Merliana Haryo." Plaakkk... "Demi Tuhan, dia anak dari besan teman dekatku Ray Husodo." Plaaakkkk.... "Kamu yakin dia putramu? Adik ipar dari Jingga itu?" "Dia putraku Pi, dia putraku. Ibunya bahkan menolakku kemarin, dia mengatakan aku sudah meninggal pada anakku." jerit Ray histeris. "Bawa cucu saya kemari, atau saya coret kamu dari kartu keluarga saya." ucap Ferdinand dingin.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD