Sekarang Layra sudah di perbolehkan untuk pulang ke rumah, sementara ini ia akan tinggal bersama dengan Meira. Tapi, Layra masih kepikiran dengan ATM yang diberikan oleh Raksa beberapa waktu yang lalu, ia benar-benar tidak pantas untuk menerima ATM tersebut tanpa alasan yang jelas. Terutama ia bukanlah siapa-siapa laki-laki itu, jadi Layra rasa dirinya harus mengembalikan ATM itu untuk Raksa kembali dan ia tidak akan pernah mengunakan uang itu sedikitpun karena itu semua bukanlah hak nya.
"Layra, jika ada sesuatu yang kamu inginkan. Katakan saja pada ku," ucap Meira sambil menyimpan ponsel nya di atas meja.
"Hem, maaf aku akan merepotkan mu nantinya."
"Kita sudah kenal begitu lama dan bahkan menjadi sahabat sampai sekarang. Aku rasa kamu tidak perlu merasa merepotkan aku sama sekali, jadi jangan mengatakan hal itu lagi. Ok?" Layra sangat terharu mendengar sahabat nya yang begitu tulus bersahabat dengan nya, ia mengira Meira tidak akan mau mendekati dirinya lagi disaat ia mengalami masa-masa sulit di dalam hidupnya.
"Meira, aku ingin memeluk mu." Layra pun dengan manja membuka kedua tangannya. "Aku akan selalu ada untuk mu, Layra. Kau tidak perlu khawatir apapun termasuk tempat kamu tinggal, kamu bisa tinggal disini bersama ku sesuka mu." Meira dengan senang hati menyambut pelukan hangat dari sahabatnya.
***
Sekarang tidak terasa sudah 1 minggu kemudian. Hari ini adalah hari yang ditunggu oleh Layra, dimana ia harus kembali bekerja lagi seperti dulu dan ia terlihat begitu semangat untuk berangkat bekerja. Walaupun wajah gadis itu terlihat pucat karena nafsu makannya berkurang sejak masa ngidam nya, Layra tetap bersih keras untuk pergi bekerja dalam keadaan lemas. Padahal Meira sudah melarang nya untuk tidak turun bekerja hari ini, tapi gadis itu tidak ingin mendengarkan apa yang dikatakan oleh Meira, sehingga sekarang Meira juga tidak dapat berbuat apa-apa selain membiarkan Layra mengikuti kemauan nya sendiri.
Layra dan Meira sudah berada di dalam mobil untuk bersiap-siap berangkat ke kantor. Namun, tanpa sengaja kedua bola mata Layra melihat ke arah kaca spion mobil menampakkan sosok seseorang yang seperti sedang memperhatikan mobil mereka berdua saat ini, tapi Layra berusaha untuk melihat dengan jelas orang itu tapi sayangnya, orang itu malah menyembunyikan diri di balik kendaraan yang lain.
"Ada apa, Layra?" tanya Meira. "Tidak apa-apa," jawab Layra, ia juga bingung harus mengatakan apa kepada sahabatnya itu karena ia juga tidak bisa memastikan apakah orang itu berniat jahat atau tidak yang pastinya, Layra tidak ingin membahas hal yang tidak begitu penting menurutnya. Apa lagi ketika melihat jam di pergelangan tangannya, sudah menunjukkan pukul setengah 7 pagi dan artinya mereka berdua Meira harus segera tiba di kantor sebelum terlambat.
Mobil pun perlahan-lahan meninggalkan halaman parkiran apartemen. Meira dengan begitu santai menyetir mobil karena ia takut jika terlalu membuat goncangan dan menyebabkan membahayakan kandungan Layra yang masih muda.
Meira dan Layra terus berbincang di dalam mobil, membahas tentang siapa yang akan bertangung jawab dengan kehamilan Layra saat ini. Mereka tidak mungkin jika harus pergi ke hutan, hanya meminta monster akar itu mempertanggung jawabkan semuanya.
"Layra, kau benar-benar akan mempertahankan kehamilan mu?"
"Hem, aku akan tetap mempertahankan nya."
"Lalu bagaimana jika wujudnya ... " Meira pun seketika terhenti saat ia melihat kantor sudah ada di depan mata. "Ternyata sudah sampai," ucap Meira, ia pun dengan segera menghentikan mobilnya di tempat halaman parkiran khusus untuk kendaraan mobil.
Sedangkan Layra sedikit merasa gugup karena sebelumnya ia sudah mengundurkan diri dan sekarang tiba-tiba kembali bekerja tanpa ada alasan yang jelas, ia rasa dirinya harus menyiapkan diri ketika ketika karyawan yang berada di kantor itu banyak melemparkan pertanyaan untuk dirinya.
"Ayo, Layra. Turun sekarang!" ajak Meira, hingga membuat sahabatnya merasa sedikit terkejut akibat melamun memikirkan nasibnya nanti.
"Pak Raksa, juga baru datang. Ayo, segera lah menyapa nya!" ajak Meira lagi, entah kenapa ia tidak lagi terlalu segan dengan bos nya itu setelah hari sebelumnya dengan ramah menjenguk Layra.
"Sebaiknya jangan sekarang!" Layra dengan segera mencegah sahabatnya karena itu akan terasa aneh di depan para karyawan yang lainnya karena selama ini Raksa tidaklah terlalu dekat dengan mereka berdua. "Ada apa, Layra?" tanya Meira bingung. "Emh, aku rasa jangan sekarang saja, sebaiknya kita pergi menemui mereka saja!" ucap Layra beralasan, padahal ia tidak ingin sama sekali untuk berkumpul dengan orang-orang yang suka bergosip, tapi ia juga tidak punya pilihan lain saat ini.
"Baiklah, ayo!" ajak Meira dengan bersemangat, tapi ia tidak akan lupa dengan kehamilan sahabatnya itu sehingga ia tetap berhati-hati membawa Layra bersama dengan dirinya.
"Layra!" teriak salah satu karyawan yang berada di perusahaan itu.
Jantung Layra terasa berdegup dengan cepat, kedua telinganya terasa panas membara. Kedua kakinya terasa lemas karena terlalu takut jika teman-temannya akan menanyakan tentang pernikahannya beberapa bulan yang lalu sempat bermasalah. Layra bukan berarti tidak punya muka untuk menatap teman-temannya, hanya saja jika dirinya berdiam diri di rumah dan tidak melewati semuanya dengan begitu sabar. Ia jelas tidak akan bisa menyelesaikan semua masalah nya kapanpun, maka dari situlah Layra akan tetap bertahan apapun yang orang katakan tentang dirinya.
"Melisa!" ucap Meira yang sudah gugup.
"Layra, bagaimana kabar mu selama ini? Apa keadaan mu sudah membaik sekarang?" tanya Melisa dengan begitu antusias sambil tangannya tidak berhentil bolak-balik melihat bagian anggota tubuh Layra seperti sedang memastikan sesuatu.
"Aku ... aku baik-baik saja,"jawab Layra dengan ragu.
"Syukurlah, maaf kami tidak bisa menjenguk mu di luar negeri saat itu karena jaraknya terlalu jauh," jelas Melisa. "Sebenarnya, dia sedang membicarakan apa?" gumam Layra dalam hatinya bingung, ia pun hanya tersenyum manis saja karena juga bingung harus mengatakan apa saat ini, tapi kedua matanya tidak berhenti untuk menatap Meira yang sedang berdiri di samping nya dengan begitu santai seolah-olah tidak terjadi apa-apa padanya. Padahal dirinya benar-benar sangat gugup dan berharap Meira dapat membantu dirinya yang sedang kebingungan saat ini.
"Pak Raksa, mengatakan kau akan kembali bekerja hari ini dan tidak jadi mengundurkan diri. Kami sangat senang mendengar nya dan selamat datang kembali, Layra." Melisa langsung saja memeluk Layra dengan lembut sedangkan Layra merasa kurang nyaman dengan pelukan itu karena yang ia tahu, Melisa sosok gadis yang begitu licik dan selalu membicarakan dirinya di belakang. Tapi, hari ini Melisa benar-benar terihat berbeda, Layra rasa ada sesuatu yang ingin Melisa rencanakan untuk dirinya.
"Ayo! Masuklah!" Meira pun menarik lengan Layra untuk segera duduk di meja tempat dirinya sebelumnya bekerja. Ia yakin, Layra sudah cukup lelah untuk terlalu lama berdiri dari tadi.
Ada beberapa karyawan yang menyapa Layra, tapi ada juga yang mengabaikan dirinya. Layra memanglah tidak semua akrab dengan semua karyawan di kantor itu, sehingga ia biasa-biasa saja ketika ada yang mengabaikan kehadirannya di kantor. Namun, Layra masih kepikiran tentang apa yang dikatakan oleh Melisa barusan dirinya benar-benar belum mengerti, sehingga ia pun langsung saja menanyakannya kepada Meira kenapa Melisa mengatakan hal itu kepada nya.
Melisa pun menjelaskan nya kepada Layra, bahwa kabar Layra yang kabur dari pernikahan itu di anggap sebagai kecelakaan hingga harus di rawat di rumah sakit. Layra yang sampai ke luar negeri di anggap sedang terapi, orang-orang pun percaya dengan apa yang dikatakan oleh Meira sejak itu, sehingga mereka tidak berpikiran hal yang buruk tentang sahabatnya itu.
"Layra, kamu di panggil oleh pak Raksa untuk segera ke ruangannya!" ucap seorang gadis yang bekerja sebagai cleaning service di perusahaan itu.
"Saat ini juga?" tanya Layra yang ingin memastikannya. "Benar!" jawab gadis itu dengan singkat, lalu ia pun pergi kembali melanjutkan perkerjaan nya yang sempat tertunda sebelumnya.
Sebelum menemui Raksa, Layra mengambil suatu benda yang ia simpan di dalam dompet nya yang tentunya itu adalah ATM yang di berikan oleh Raksa saat itu karena hari ini kesempatan untuk dirinya mengembalikan ATM itu kepada Raksa. Ia sudah berjanji tidak akan mengunakan uang tersebut dan memilih memijam uang dengan sahabatnya, ketimbang menerima dari orang lain tanpa alasan jelas seperti itu.
Layra berjalan melewati lif untuk naik ke lantai atas, tangannya begitu erat memegang kartu ATM itu. Layra berpikir bagaimana dirinya berbicara kepada bos nya itu nanti. "Aku rasa tidak perlu banyak bicara saja," gumam Layra dalam hatinya, hingga suara lif yang telah tiba menyadarkan lamunannya. Ia pun kembali melanjutkan langkah nya dan kini ia sudah tiba di depan ruang kerja Raksa.
Perlahan-lahan Layra mengetuk pintu tersebut hingga sampai menunggu jawaban untuk diperbolehkan masuk. Beberapa menit kemudian, Layra mendapatkan jawaban dari dalam supaya ia segera masuk dan menutup pintunya kembali.
Layra menundukkan kepalanya, ia tidak berani untuk melihat ke arah Raksa yang entah sedang melakukan apa saat ini karena saat ia mulai masuk kedalam, ia hanya menundukkan kepalanya terus menerus.
"Auh!" Tiba-tiba Layra memekik kesakitan saat tidak sengaja menabrak sesuatu benda keras yang ternyata itu adalah Raksa sendiri. Ia sengaja melakukan hal itu karena sangat penasaran apa yang telah layra lakukan saat ini, benar-benar seperti gadis bodoh. Padahal sebelumnya, Layra sosok gadis yang begitu crewet dan banyak bicara hingga sampai kuping nya terasa panas mendengar nya. Namun, kali ini Layra lebih banyak diam dan tidak banyak bicara terutama saat di rumah sakit saat itu, Layra hanya berbicara sepatah dua patah saja kepadanya.
"Jika kamu terus berjalan seperti ini, sebaiknya bersiap-siap lah untuk menabrak sesuatu yang akan melukaimu sendiri!" peringat Raksa, lalu tangannya langsung menyeret gadis itu duduk ke sofa. Saat duduk, Layra segera menarik tangannya dari genggaman Raksa karena ia merasa itu tidak pantas sama sekali untuk dilakukan. Apa lagi ia sedang mengandung dan jelas dirinya harus membatasi dengan jarak yang seperti itu.
Raksa sempat bingung sebentar dengan sikap Layra yang seperti itu kepadanya, tapi ia perlahan-lahan mengerti dan diam-diam tersenyum saja melihat wajah polos gadis di hadapan nya yang masih saja menundukkan kepala.
"Ada apa Bapak memanggil saya kemari? Apa ada yang bisa saya bantu?" Layra merasa gugup saat ini, tapi ia mencoba akan tetap seperti biasa-biasa saja namun sayangnya, justru membuat Raksa merasa sikap Layra saat ini benar-benar sangat aneh.
"Makanlah!" Layra seketika mengeryitkan kening nya bingung dengan ucapan Raksa. "Makan?" tanya Layra. " Hem, segera habiskan makanan yang berada di atas meja ini!" Layra menatap ke arah meja yang berada di hadapan nya, ia melihat sendiri banyak menu makanan yang tersedia bahkan dirinya yang tadi pagi sangat ingin memakan rendang sapi, malahan ada di atas meja itu hingga membuat Layra sampai meneguk air liurnya berulang-ulang.
"Kenapa menyuruh ku memakan makanan ini?" tanya Layra sambil menyembunyikan keinginannya untuk memakan makanan itu. "Makanlah saja, tidak perlu banyak bertanya!"
"Aku tidak mungkin memakan makanan ini tanpa alasan yang jelas!"
"Ingin tahu alasannya?" Layra tampak antusias mendengar jawaban dari mulut Raksa saat ini.
"Alasannya ... hanya karena aku ingin memberikan mu! Apa sudah cukup jelas?" Jawaban yang Raksa katakan benar-benar tidak masuk akal sama sekali. "Cih!" Layra pun langsung berdecih mendengar nya, ia tidak sadar lagi dengan sifat aslinya yang tiba-tiba keluar itu dan Raksa tentunya menyukai itu.
"Jika kamu tidak ingin memakan nya, aku akan memberikan kepada yang lain saja atau lebih baik membuangnya di tempat sampah!" ucap Raksa sambil bersandar di sofa dekat dengan Layra. "Aku akan memakannya!" ucap Layra dengan segera. "Tidak! Sebaiknya aku buang saja!" ucap Raksa dengan sengaja karena ingin melihat ekspresi wajah Layra. "Sudah aku katakan aku akan memakannya hingga habis!"
Raksa yang begitu senang melihat kehadiran Layra, tanpa sadar berbicara non formal kepada gadis itu. Begitu juga dengan Layra sendiri, gadis itu tidak menyadari apa yang telah ia ucapkan kepada bos nya terdengar sedikit kiran sopan.
"Habiskan ini dan segera kembali bekerja!" Layra mengangukkan kepala nya. "Baiklah, tapi—" ucap Layra terpotong. "Jika bertanya lagi, sebaiknya tidak perlu makan makanan ini!" ancam Raksa yang membuat Layra menampakkan wajah tidak suka mendengar bos nya yang selalu berbuat sesuka hatinya itu. Dari pada ia kehilangan makan itu, Layra pun akhirnya fokus menyantap makanan tersebut tanpa harus menatap bos nya yang membuat dirinya selalu kesal.
Saat asik menikmati makanan itu, Layra tiba-tiba teringat akan satu hal yaitu dirinya harus mengembalikan kartu ATM itu kepada Raksa. Ia pun diam-diam meletakkan kartu tersebut di bawah salah satu kotak makan yang berada di atas meja. Ia berharap Raksa tidak melihat diri nya melakukan hal itu saat ini, tapi ia rasa itu tidak mungkin karena Raksa saat ini sudah fokus ke arah ponsel nya.
"Makanan yang aku cari-cari, akhirnya aku bisa memakannya dengan puas," gumam Layra dalam hati, ia sudah berulang kali menambah nasi saking merasa nikmat makanan tersebut padahal tadi pagi ia benar-benar merasa tidak nafsu makan sama sekali, terutama melihat nasi membuatnya merasa mual dan kali ini berbeda Layra merasa dirinya sangat rakus.