Hari sudah siang, semua karyawan yang berada di kantor itu pergi menuju ke arah kantin yang dikhususkan untuk para karyawan di kantor itu. Mereka semua mengantri untuk mengambil makanan dan minuman nya masing-masing secara bergantian. Tapi tidak dengan Layra, gadis itu malah duduk diam di tempat meja kerjanya siang ini gadis itu terlihat begit lemas dan tidak bersemangat sama sekali. Dari tadi Meira berusaha untuk mengajak dirinya makan siang, tapi Layra malah menolaknya dengan keras sehingga Meira pun tidak dapat memaksa nya sama sekali dan memutuskan untuk pergi ke kantin sendirian.
"Seandainya aku tahu jalan dimana aku bisa menemuimu, aku akan pergi kesana ..." gumam Layra, ia berulang-ulang mengetuk meja kerjanya hingga menimbulkan bunyi bising, untungnya semua karyawan sudah berada di kantin jadi ia tidak akan membuat orang lain kesal dengan apa yang ia lakukan saat ini.
"Sungguh membosankan!"
Layra terus bergumam, hingga tidak sadar seseorang sedang memperhatikan dirinya di samping nya dari tadi, bahkan orang itu cukup mendengar jelas apa yang ia katakan barusan.
"Ehm!" Orang itu berdehem memberikan sebuah kode kepada Layra, tapi gadis itu malah mengabaikan nya. Ia mengira suara itu tidak melakukan hal itu kepadanya.
"EHM!"
Suara itu semakin nyaring, membuat Layra menjadi penasaran siapa orang yang telah melakukan hal itu dan saat ini melihat ke arah samping nya, tiba-tiba Layra terkejut. Orang itu ternyata adalah bos nya sendiri yang sedang memperhatikan dirinya dengan tatapan dingin, membuat Layra merasa kurang nyaman melihat nya padahal sebelum nya Raksa saat di ruang kerja nya tidak bersikap seperti itu kepadanya.
"Pak Raksa!" Layra pun berdiri sambil menundukkan kepala nya sedikit menghormati Raksa.
"Apa yang kamu lakukan disini?"
"Emh ... bekerja, Pak." Layra bingung menjawab pertanyaan bos nya itu karena saat ini ia tidak melakukan apapun selain melamun.
"Tidak makan siang?" Layra menggelengkan kepala nya. "Tidak, Pak."
"Kenapa?"
"Kenyang," jawab Layra singkat.
"Makan apa?"
"Makanan yang Bapak berikan tadi pagi."
"Makanlah lagi."
Layra kembali menggelengkan kepalanya karena saat ini dirinya masih tidak mood untuk melihat makanan di kantor, bahkan ia merasa mual ketika membayangkan makanan yang berada di kantin itu. Bukan berarti kantin tersebut tidak menyediakan makanan yang enak, tapi Layra yang sedang mengalami masa ngidamnya membuat nya terlalu banyak memilih untuk soal makanan.
"Kau serius tidak ingin makan?"
"Iya, Pak."
"Baiklah, nanti sore kamu datanglah kerumah ku untuk mengantarkan berkas ini setelah kamu kerjakan sampai selesai."
Layra melihat ada beberapa lembar kertas yang terdapat dalam map tebal itu. Lalu menghela nafas dengan pelan, melihat berkas yang diberikan oleh Raksa barusan membuat dirinya merasa sangat jenuh dan terasa membosankan. Entah kenapa ia tiba-tiba menjadi malas untuk bekerja, padahal sebelumnya ia begitu semangat untuk melakukan nya tapi sekarang semuanya terasa berbeda dan Layra terus kepikiran untuk tidur di atas kasur sambil memainkan ponselnya tapi sayangnya, jam masih menunjukkan pukul 12 siang dan ia harus menunggu beberapa jam lagi untuk pulang.
"Bagaimana aku bisa pulang ke rumah? Sedangkan Pak Raksa menyuruhku untuk ke rumah nya mengantarkan berkas ini!" gumam Layra dalam hatinya sambil menatap ke arah Raksa yang sedang memperhatikan meja kerjanya di penuhi banyak cemilan ringan.
"Pantas saja gadis ini mengatakan kenyang," gumam Raksa dalam hatinya, ia pun akhirnya mengerti kenapa Layra bersih keras tidak ingin makan siang saat ini.
"Pak Raksa, bisakah berkas ini besok di kantor saja aku memberikan nya untuk, Bapak?" tanya Layra yang berharap pak Raksa mau mendengarkan apa yang ia katakan karena saat ini dirinya sangat ingin istirahat tidur di rumah.
"Aku sangat memerlukan berkas ini!"
"Baiklah aku akan meminta Meira yang akan mengantarkannya nanti sore," ucap Layra.
"Aku tidak meminta mu untuk menyuruh orang lain melakukan apa yang aku perintahkan!" ucap Raksa, ia langsung saja pergi saat Layra ingin berbicara dengannya, hingga sekarang gadis itu tidak punya pilihan lain selain melakukan tugas bos nya.
Sekarang Layra semakin merasa tidak mood untuk melakukan pekerjaan nya, apa lagi saat melihat berkas yang diberikan oleh pak Raksa barusan membuat dirinya sangat ingin merobeknya hingga menjadi kertas yang tidak berguna sama sekali.
"Layra, aku membawakan makanan untuk mu. Makanlah sekarang juga!" ucap Meira yang tiba-tiba saja datang menghampiri dirinya.
"Terimakasih, ta—" ucap Layra terpotong. "Ini tempat kerja! Sebaiknya makanlah dikantin!" sahut seseorang yang tidak lain Melisa sendiri, gadis itu dari dulu tidak menyukai Layra sama sekali. Saat pagi tadi ia hanya ingin bersandiwara saja karena ia melihat ada Raksa di tempat itu, sehingga ia terpaksa untuk lemah lembut berbicara kepada Layra dan sekarang ia tidak tahan lagi untuk melihat Layra bisa berbuat semaunya di kantor.
"Ya, kami tahu!" ucap Meira menyahuti nya dengan tatapan sinis.
"Lalu itu apa?!"
"Aku rasa kamu bukanlah orang bodoh yang tidak bisa membedakan makanan atau tidak ini, bukan?!" Mendengar ucapan Meira seperti itu kepadanya, membuat Melisa merasa kedua kuping nya terasa sangat panas bahkan hatinya juga ikut panas berapi-api.
"Tutup mulut mu!" Kedua tangan Melisa sudah ia kepal dengan sangat kuat saking geram mendengarnya.
"Kau saja yang melakukannya!"
Melisa yang sudah tidak tahan lagi, tanpa sadar melemparkan sebuah benda keras dan cukup berat ke arah Meira, hingga menyebabkan kepala gadis itu terluka dan berdarah. Orang-orang yang berada di sekitar mereka saat ini, sangat terkejut dengan apa yang mereka lihat.
"KAU!" Melisa pun merasa ikut geram juga saat kepalanya terasa sakit, apa lagi ketika sampai mengeluarkan darah yang cukup banyak, ia pun melemparkan sebuah buku yang sangat tebal dan keras ke arah Melisa dengan tiba-tiba, hingga menyebabkan kepala Melisa terluka juga sama halnya yang ia alami saat ini.
"Meira! Apa yang kamu lakukan? Hentikan sekarang!" ucap Layra, ia dengan segera menghentikan Meira yang ingin kembali memberikan pelajaran kepada Melisa.
Semua orang pun menjadi ribut melihat pertengkaran kedua gadis itu. Bahkan salah satu dari mereka, melaporkan kepada Raksa yang sedang berada di ruang kerjanya saat ini.
"Lepaskan, Layra! Aku ingin sekalian saja membunuh nya!" kesal Meira yang sudah berapi-api karena ia masih belum puas memberikan pelajaran kepada Melisa saat ini, siapa yang tidak geram saat orang lain tiba-tiba saja melukai dirinya sampai seperti itu saat ini. "Hentikan!" Seseorang pun dengan segera mengengam erat tangan Meira hingga membuat pergelangan gadis itu menjadi memerah dan sakit.
"Sebaiknya hentikan atau aku akan—" ucap orang itu dengan nada suara yang terdengar mengancam, hingga membuat Meira menatap nya dengan sinis.
Meira merasa walaupun ia hanyalah seorang perempuan, tapi ia tidak akan membiarkan orang lain berbuat semaunya kepada nya. Termasuk kepada sahabatnya, jelas Meira tidak akan membiarkan orang lain melukainya sedikitpun.