Love Is Sinta Bab 13 - Keras Kepala

1377 Words
Sudah satu  bulan ini Agus menikah dengan Sinta, dia semakin tidak mengerti apa yang ada di pikiran istrinya. Setiap hari dia pulang hingga larut malam, dan setiap hari pula dia berangkat kerja di antar jemput Rangga. Rangga pun semakin berani menampakan wajahnya di depan Agus, tidak peduli Agus adalah suami Sinta. Agus hanya bisa bersabar dengan apa yang Sinta perbuat, dengan apa yang Sinta lakukan dengannya. Bahkan Sinta juga semakin menentang eyangnya, karena berkali-kali dia kepergok eyangnya sedang bersama Rangga. Hari ini, Eyang Hadi menemui Sinta di rumahnya. Masih sangat pagi sekali Eyang Hadi sampai di rumah Sinta. Beliau di sambut hangat oleh cucu menantunya yang sangat beliau sayangi. “Mana Sinta, Gus?” tanya Eyang Hadi. “Masih di kamar, Eyang,” jawab Agus. “Eyang sudah sarapan?” tanya Agus. “Sudah, Eyang mau mampir sebentar saja, mau bicara dengan kamu dan Sinta,” jawab Eyang Hadi. Agus langsung memanggil Sinta di kamarnya, dia takut ketahuan eyangnya jika selama ini mereka tidur dengan kamar terpisah. “Sinta, buka pintunya.” Agus mengetuk pintu kamar Sinta. Sinta yang masih tertidur, terpaksa harus terbangun, tapi dia tidak bergegas membukakan pintu kamarnya. “Sinta, ada eyang, cepat buka pintunya!” Agus sedikit meninggikan nada bicaranya dan sedikit keras menggedor pintu kamar Sinta. Sinta membuka lebar matanya dan bergegas turun dari tempat tidurnya karena mendengar Agus bicara ada eyangnya di depan. “Berisik sekali kamu, Gus! Mana ada Eyang, hah?!” Sinta bicara ketus dan kasar pada Agus dengan membukakan pintu. “Di depan, Eyang tidak boleh tahu kalau kita tidur tepisah, Sinta! Apa kamu mau Eyang mencabut semua fasilitasmu?” ucap Agus. “Lalu gimana? Lagian, pagi-pagi mau apa sih? Kalau fasilitasku di cabut semua, kan ada kamu, kamu suami aku, kan?” ucap Sinta dengan sengit. “Oh, menganggap aku suami kalau mau duit buat di kasihkan ke Rangga? Bagus...! lama-lama aku akan sekap kamu, Sinta! Di mana pikiran kamu, Sinta! Jelas-jelas Rangga membuat kamu susah!” ucap Agus dengan sedikit kasar. “Sudah ini aku mau menemui eyang.” Sinta langsung keluar dari kamarnya,menerjang Agus yang masih berdiri di depannya. Agus hanya menggelengkan kepalanya melihat istrinya yang semakin lama semakin arogan dan kasar sekali. Agus berjalan di belakang Sinta, mereka menemui eyangnya di ruang tamu. Entah apa yang akan Eyang Hadi bicarakan pagi ini. Agus selama ini memang menutupi perbuatan Sinta yang tidak bisa di kontrol. Dia setiap hari menemui Rangga, bahkan Rangga setiap hari menjemput Sinta untuk berangkat pemotretan atau berangkat ke sekolahan modeling miliknya. “Eyang, ada apa eyang datang ke rumah sepagi ini? Ini hari minggu, Sinta masih ngantuk, Eyang,” ucap Sinta dengan duduk di depan eyangnya. “Ngantuk karena baru pulang tadi jam 3 pagi?” ucap Eyang Hadi dengan penuh penekanan. “Ma--maksud eyang?” tanya Sinta dengan sedikit gugup. “Tidak usah berpura-pura tidak tahu, Sinta,” ucap eyangnya. “Dan kamu, Agus, kamu suaminya, eyang kecewa dengan kamu, karena kamu tidak bisa mendidik istrimu dengan benar, dia sering bertemu dengan Rangga di luar, kamu suaminya, harusnya kamu lebih tegas pada dia, Agus!” Eyang Hadi sangat kecewa dengan Agus, karena dia melalaikan tugas nya sebagai seorang suami, tapi beliau sadar, kalau Agus juga mungkin tidak berani menegasi Sinta, karena semakin Sinta di tegur dengan keras, dia malah semakin ngelunjak. “Eyang kasih peringatan sekali lagi sama kamu, Sinta! Kalau kamu berani menemui Rangga, eyang tidak akan pernah mengurusi kamu lagi, terserah kamu, mau pergi dengan Rangga atau siapa pun itu, terserah! Dan, semua apa yang eyang miliki akan eyang serahkan semuanya pada Agus, kamu tidak berhak atas semua yang eyang milik!” tegas Eyang Hadi. “Kok gitu? Sinta kan bilang, kalau Sinta tidak akan berhenti membuktikan pada eyang, kalau Rangga tidak seburuk yang eyang kira. Rangga seperti itu, karena eyang tidak pernah merestui hubugan kita, coba kalau eyang merestui, pasti dia berubah!” Sinta tetap membela Rangga di depan eyang dan suaminya. “Merestui? Eyang tidak sebodoh kamu, Sinta! Sekarang kalau kamu mau dengan Rangga, silakan! Eyang sudah lelah mengurus kamu yang susah di nasihati!” tegas Eyang Hadi. “Ini tugas kamu, Agus! Eyang sudah bosan menasihati istrimu. Eyang titip Sinta, dan seperti yang bilang tadi, semua apa yang eyang miliki akan berpindah atas nama kamu, semua fasilitas untuk istrimu, itu urusan kamu, eyang sudah tidak bisa dan tidak mampu mengurus Sinta lagi,” ucap Eyang Hadi. “Eyang pamit pulang.” Eyang Hadi langsung meninggalkan Agus dan Sinta keluar. Agus mengantar Eyang Hadi sampai di teras depan. “Eyang, maafkan Agus, Agus belum bisa menjadi suami yang baik untuk Sinta. Agus tidak tahu harus bagaimana, Eyang. Setiap kali Agus menasihatinya, yang ada hanya pertengkaran yang terjadi. Dan, ujung-ujungnya Sinta pergi, tidak pulang bersama Rangga,” ucap Agus. “Eyang sudah tahu semuanya, Agus. Eyang selama ini diam, eyang pun tahu, kamu pasti bingung harus berbuat apa, karena jika di kerasi, Sinta semakin ngelunjak. Keras kepala sekali dia, sampai eyang bingung harus bagaiman, Gus,” ucap Eyang Hadi. “Sudah, kamu yang sabar, sementara Eyang ingin menenangkan diri, dan eyang akan terus mengawasi Sinta meski eyang jauh. Kamu pasti bisa merubah Sinta, eyang yakin itu. Eyang titip Sinta, Eyang ingin ke kampung halaman Eyang, mungkin agak lama di sana, Eyang rindu suasana kampung halaman eyang.” Eyang Hadi pamit dengan Agus untuk pulang ke kampung halamannya dulu. Agus melambaikan tangannya dan melihat mobil eyangnya melaju keluar dari halaman rumahnya. Tugasnya semakin berat, Eyang Hadi menitipkan semuanya pada Agus, dan sekarang dirinya semakin berat untuk mengemban tugas dan tanggung jawabnya. Agus masuk ke dalam, dia melihat Sinta yang sudah berganti baju. Dia bersiap untuk pergi bersama Rangga, dan menunggu Rangga menjemputnya. “Kamu mau ke mana, Sinta?” tanya Agus. “Mau ke mana saja bukan urusan kamu, Agus! Kamu di rumah saja, bersihin tuh rumah yang sudah berantakan, kamarku juga! Karena bagiku, selamanya kamu kacung, Agus!” jawab Sinta dengan menatap sinis Agus. “Kamu mau pergi dengan Rangga lagi?” tanya Agus dengan memegang tangan Sinta yang akan keluar. “Lepaskan!” Sinta menepis tangan Agus dengan kasar. “Mau aku sama Rangga atau siapapun, bukan urusan kamu, Agus! Puas sudah mendapatkan semuanya?” ucap Sinta dengan menghunuskan tatapan sengit pada Agus. “Oh, kamu mau semuanya untuk kamu? Oke, semua akan aku limpahkan pada kamu, setelah eyang memberikan surat kuasa dari eyang. Silakan nikmati semuanya bersama lelaki b******n itu!” murka Agus. “b******n? Kamu tak lebih dari seorang b******n, Agus!” balas Sinta. “Aku pergi, kabari aku, setelah surat kuasa dari eyang ada di tangan kamu. Aku tidak akan pulang sebelum apa yang eyang titipkan berada di tanganku!” Sinta langsung pergi meninggalkan rumah, karena Rangga sudah berada di depan rumah untuk menjemput Sinta. Agus tidak mengerti harus berbuat apa, dia hanya bisa menyuruh Heri atau orang lain untuk mengawasi Sinta selagi Sinta di luar. Agus duduk di sofa ruang tamu, dia mengusap kasar wajahnya. Dia sebenarnya ingin pergi,  meninggalkan semuanya. Tapi, dia tidak mau mengecewakan Eyang Hadi, apalagi berkat beliaulah, nama Agus menjadi di kenal, dan dia bisa memiliki pekerjaan yang layak setelah di hancurkan nama baiknya oleh orang tua Rangga. ^^^ Agus memikirkan bagaimana caranya agar Sinta pulang ke rumah. Agus tahu, Rangga belum melepaskan Sinta jika perusahaan Eyang Hadi belum jatuh ke tangannya. Rangga pasti terus mengejar Sinta dan menggerogoti harta Sinta, apalagi tanpa eyangnya pun Sinta bisa menghasilkan uang sendiri, lewat pekerjaannya yang menjadi model, dari salon, dan dari sekolahan modelingnya. Agus masih berpikir, bagaimana caranya agar semua yang di titipkan Eyang Hadi tidak jatuh ke tangan Sinta semua. Dia berniat memberikan seperempat dari apa yang eyangnya berikan. Itu pun dia akan terus mengawasi Sinta, untuk apa dia meminta semuanya. “Iya, aku harus berbicara dengan pengacara eyang yang akan mengurus semua ini, kalau Sinta akan mendapat seperempat dari apa yang eyang berikan padaku, toh itu semua nanti akan menjadi milik Sinta. Aku harus bisa membuktikan pada Sinta, kalau Rangga laki-laki yang b******k, dan hanya memanfaatkannya. Aku juga harus menyampaikan ini semua pada Eyang,” gumam Agus. Agus membicarakan semua ini pada Eyangnya lewat telepon, itu semua Agus lakukan untuk memancing Rangga dan Sinta akan seperti apa reaksinya saat mendapatkan bagian dari eyangnya hanya seperempat saja. Eyang hadi menyetujuinya, karena beliau juga ingin Sinta tahu siapa Rangga sebenarnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD