Gagal Berbuat Jahat

1015 Words
Luna dengan malas memutar langkah. Ia merasa dirinya memang paling tidak bisa melakukan balas dendam. Padahal hati sudah terasa sangat mendidih dengan semua perlakuan yang diterima. Namun, sesaat setelah sebuah langkah diambil. Tiba-tiba kedua mata Luna menangkap sesuatu. "Itukan bedaknya Nawang," pikir Luna. Ide jahat muncul tiba-tiba. Luna ingat ada kapur coklat yang warnanya pasti hampir persis dengan warna bedak milik Nawang. Luna berpikir untuk menghancurkan kapur itu dan mencampurnya di bedak tersebut.  "Aku harap wajah kamu nggak kepanasan sayangku, Nawang," ucap Luna sambil mengambil bedak milik musuhnya dan berniat melaksanakan rencananya. ** Luna merasa tak sabar melihat reaksi Nawang. Sayangnya seharian ini ada banyak tugas dari guru yang membuat para siswa begitu sibuk. Hingga Nawang tak menyentuh alat make up nya sama sekali. "Jam sekolah udah mau selesai. Padahal aku pengen banget lihat reaksi Nawang abis pakai bedaknya," batin Luna melamun. Ia memegangi buku yang sudah siap akan dikumpulkan.  Tiba-tiba sebuah tangan menarik buku itu dengan keras hingga terlepas dari genggaman Luna. "Hey, itukan bukuku." "Aku pinjam ya. Nanti biar aku yang kumpulkan," ucap Prita, teman dekat Nawang yang sama-sama menyebalkan. Luna ingin mengambil bukunya kembali. Namun gagal, Prita dan Nawang memberi kode akan menyobek bukunya jika Luna tak mau meminjamkan buku tersebut. "Hah, menyebalkan," gumam Luna sangat kesal. ** Luna melamun sepanjang perjalanan pulang. Ia kira dirinya akan beruntung hari ini. Bisa melihat Nawang kesakitan karena bedaknya yang sudah ditambah dengan  bubuk kapur tulis. Namun misinya itu ternyata gagal.  "Emang aku nggak bakat buat jadi orang jahat. Balas dendam aja gagal total. Malah bukuku yang diambil paksa." Luna berbicara sendiri. Ia kemudian menendang sebuah batu kecil hingga mengenai seseorang yang ada di tepi jalan. "Hobi banget nendang batu-batu kecil," ucap seseorang yang terkena batu itu. Luna mengangkat wajahnya yang sejak tadi menunduk. Ia mencari asal suara yang baru saja didengar. "Tobi, Rena!" sapa Luna yang seperti tak percaya. Ia spontan bergerak cepat menuju kedua temannya berdiri. "Aku kangen kalian," tambah Luna sambil memeluk kedua teman dekatnya saat SMP. "Kamu kok makin lesu sama kurus sih?" tanya Rena sambil memperkenalkan tubuh Luna. Mendengar itu, Luna memiringkan wajahnya. Ia memasang kegelisahan tanpa arti. Hal itu membuat Rena dan Tobi saling beradu pandang. Bingung bersikap apa. "Gimana kalau kita makan siang dulu, sambil cerita-cerita," ucap Rena menawarkan. Luna tidak menjawab. Rena dan Tobi memutuskan untuk menyeret saja Luna untuk masuk ke dalam mobil. Sampai di sebuah coffe shop, Rena memesankan beberapa minuman untuk kedua temannya. Juga beberapa cemilan ringan yang akan menemani mereka sampai lelah berbicara. "Jadi, gimana kamu sekarang?" tanya Rena memulai pembicaraan. Tak disangka Luna langsung membenturkan wajahnya ke meja. Ia merasa lelah. Hidupnya berantakan sejak masuk SMA.  Tobi segera mengusap lembut pundak temannya itu. "Cerita aja Luna, kami siap mendengar kok." Luna berusaha mengangkat wajah. Dipandang satu per satu temannya. "Aku pengen pindah sekolah," ucap Luna dengan nada merengek seperti anak kecil yang minta permen. ** Hidangan di atas meja begitu menggiurkan. Sebuah telor ceplok yang tadi pagi sempat diinginkan Luna. Ada juga sambal kecap yang terlihat begitu pedas.  "Luna, kok nggak dimakan sayang?" tanya Bu Mira pada putrinya. Luna menoleh pada ibunya. Ia baru sadar dirinya sejak tadi hanya melamun. "I, iya Bu." Luna masih memikirkan perbincangan siangnya tadi bersama kedua temannya. Ia terus saja mengingat semua itu hingga saat akan beranjak tidur. Di bawah selimut, Luna tak bisa tenang. Ia pikir, benar juga nasehat dari Rena yang menyuruhnya berwirausaha sendiri.  "Tapi, apa. Emang aku bisa apa. Jualan makanan kayak ibu. Aku kan nggak bisa masak. Aduhhh," gumam Luna sambil berputar-putar di tempat tidur. Luna kembali merasakan penat. Ia rasa dirinya pasti akan sulit terpejam. Diraih ponsel androidnya yang tak bermerek terkenal tapi, minimal bisa digunakan untuk berkomunikasi online. Diputar sebuah lagu favoritnya. Lagu dari boyband yang cukup populer tahun ini.  Luna mulai menikmati iramanya yang semangat. Apalagi saat ia ingat video lagu tersebut yang tariannya begitu padat dan lincah.  "Ahhhh, terbuai. Aku cuma pengen menghilangkan penat dengan menari." Luna berjalan ke depan cermin lemari. Rambut panjangnya ia ikat. Tangannya mulai menari mengikuti alunan nada yang cepat. Tak perlu waktu lama, ia sudah menikmati hentakan irama itu. Hingga tiba kakinya bergerak lincah. Peluh pun berhasil membanjiri keningnya. Tanpa diduga-duga oleh Luna. Ibunya masuk ke kamarnya yang tidak dikunci. Bu Mira langsung mematikan lagu dari ponsel milik Luna. "Luna, ibu sudah bilang berkali-kali untuk tidak menari. Itu cuma hobi anak kecil yang nggak seharusnya kamu lakukan lagi. Ibu nggak suka." Bu Mira memarahi putrinya dengan begitu keras. "Tapi Bu, aku capek Bu. Aku cuma pengen nari buat menghibur diri sendiri kok." "Memang kamu ada masalah. Kalau kamu punya masalah, cerita sama Ibu. Jangan nari nggak jelas kayak tadi." Luna menundukkan wajahnya. Tak berani menatap sang ibu yang memang tak suka jika dirinya kembali menari. "Iya Bu, aku nggak akan nari lagi." "Ya udah, cepet pergi tidur. Ini udah malam." "Iya Bu!" Bu Mira kemudian keluar kamar Luna. Ia menyempatkan diri bersandar di depan daun pintu kamar Luna. Ingatan beberapa tahun lalu kembali mengiris hatinya.  "Maafkan Ibu, Luna. Ibu melarang kamu menari. Ibu cuma nggak mau kamu memiliki bakat itu. Ibu nggak mau insiden itu kembali terjadi. Insiden saat kamu menari di atas panggung dan lampu panggung yang begitu besar hampir jatuh mengenai dirimu Nak. Ibu nggak punya siapapun di dunia ini selain kamu sekarang," batin Bu Mira. Ia tanpa sadar meneteskan air matanya tanpa suara. Sementara di dalam kamar, Luna hanya bisa merutuki nasibnya. Satu-satunya kelebihan yang dimiliki hanya menari. Mungkin otaknya bisa dibilang lumayan pintar tapi, belum cukup pintar untuk memiliki usaha sendiri. Apalagi harus membicarakan modal dan tenaga.  "Yang bener aja. Modal itu pasti butuh di setiap usaha, bahkan usaha online sekalipun." Luna membanting tubuhnya di atas tempat tidur.  Ia kemudian memejamkan kedua matanya. Namun, rasanya tak bisa terlelap. Hatinya seperti ingin memberontak tidak terima. Harusnya dia tahu apa yang bisa sedikit dilakukan untuk dapat uang. Bukankah kedua temanya, Rena dan Tobi juga sudah berusaha bekerja meski hanya melalui internet. Karena itu, Rena menyarankan untuk Luna melakukan hal yang sama.  "Aku tahu, aku harus apa?" batin Luna. Ia pun segera menghubungi kedua temannya memberitahu lewat pesan. "Besok kita ketemuan lagi teman-teman."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD